Potensi Gagal Bayar Utang PLN di Tengah Terhambatnya Target Penerimaan Negara

Ketua Bidang Ekuintek-LH, DPP PKS Memed Sosiawan
Ketua Bidang Ekuintek-LH, DPP PKS Memed Sosiawan

Surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait PT PLN Persero bocor ke publik. Dalam suratnya, Menkeu menjelaskan bahwa kondisi keuangan dari PLN terus mengkhawatirkan akibat besarnya kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung oleh pertumbuhan kas bersih operasi. Ada potensi terjadinya gagal bayar (Default). Disisi lain target penerimaan negara sampai dengan awal September baru mencapai Rp 972,9 triliun atau 56,1% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 sebesar Rp 1.736,1 triliun sehingga selama 4 bulan disisa tahun anggaran 2017, pemerintah masih harus mengejar penerimaan sebesar Rp 763,2 triliun. 

Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017, pemerintah dan DPR telah mengalokasikan anggaran subsidi listrik sebesar Rp52 triliun. Angka ini meningkat 15,61 persen dibanding pagu anggaran di APBN 2017 sebesar Rp44,98 triliun. Realisasi anggaran subsidi listrik yang dialokasikan pemerintah sejak tahun 2007, dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Selain digunakan untuk memberi subsidi listrik kepada kelompok sasaran masyarakat yang membutuhkan, besarnya subsidi yang dialokasikan negara kepada PLN diharapkan dapat mendongkrak kinerja keuangan PLN karena dimasukkan kedalam Operating Income/Operating Revenue, yang diharapkan memberikan jaminan kesehatan keuangan PLN, bahwa margin keuntungan PLN dijaga minimal 7% dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR)3 PLN dijaga lebih besar dari 1,50. Dengan memastikan kondisi kesehatan keuangan dengan margin keuntungan PLN minimal 7% dan DSCR PLN lebih besar dari 1,50 maka PLN masih bisa mendapatkan hutang dari pihak ketiga untuk membiayai investasi PLN dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban PLN untuk meningkatkan pencapaian target Ratio Elektrifikasi lebih dari 90%, kecuali di Papua. 

Sampai tiga tahun kedepan, utang jatuh tempo PLN (Interest Paid + Principal Repayments) sebesar Rp 186 triliun, sehingga pertahunnya kalau dibagi merata menjadi Rp 63,03 triliun. Dengan tuntutan DSCR harus lebih besar dari 1,50 maka Net Operating Income (NOI)4 harus lebih besar dari Rp 94,54 triliun, sedangkan untuk tidak dianggap dalam kondisi gagal bayar (Default) maka DSCR PLN pada 2017 harus lebih besar dari 1,00 sehingga NOI PLN minimal senilai Rp 63,03 triliun. Padahal NOI atau Arus kas bersih dari ak vitas operasi PLN dalam enam bulan pertama 2017 masih sebesar Rp 13,75 triliun. Jumlahnya baru 46% dari jumlah kas bersih dari aktivitas operasi PLN sepanjang tahun lalu yang sebesar Rp 29,8 triliun. Sedangkan pada 2015 dan 2014 jumlahnya berturut-turut sebesar Rp 37,45 triliun dan Rp 37,28 triliun. Kondisi DSCR pada semester pertama 2017 masih sebesar 0,63 kali.

Dengan kondisi sebagaimana tergambar diatas, maka surat Menkeu yang mengkhawatirkan kondisi keuangan PLN sehingga PLN diminta untuk lebih effisien dapat dipahami dalam kondisi penerimaan keuangan negara yang masih dibawah target. Kasus membengkaknya subsidi listrik pada tahun lalu 2016 harus menjadi pembelajaran, dimana subsidi listrik membengkak menjadi Rp 63.098,2 triliun (LKPP Audited) padahal subsidi listrik sudah dipatok dalam APBNP 2016 dan dialokasikan hanya sebesar Rp 50.668,2 triliun. Potensi membengkaknya subsidi listrik, belum tentu dapat diatasi dalam kondisi penerimaan negara saat ini. Kondisi gagal bayar (Default) utang PLN yang dijamin oleh negara dapat berimbas kepada semua utang BUMN yang dijamin oleh negara termasuk Surat Utang Negara (SUN). Yunani adalah salah satu contoh negara yang mengalami gagal bayar (Default) utang yang dijamin oleh negara.

Memed Sosiawan

Ketua Bidang Ekuintek-LH, DPP PKS

1 APBNP2013 
2 RAPBN2014 
3 DSCR = Net Operating Income / Total Debt Service 
4 NOI = Total Operating Revenue – Total Operating Expenses.