Paket Kebijakan Ekonomi 16: Sektor UMKM dan Koperasi Tidak Lagi Menjadi Tuan Rumah di Negerinya Sendiri

Handy Risza (tengah) (Dok/PKS Foto)
Handy Risza (tengah) (Dok/PKS Foto)

Pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan relaksasi DNI (daftar negatif inveatasi) sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi ke-16 yang dirilis hari ini, Jumat 16 Nov 2018.

Paket kebijakan XVI melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) 54 sektor usaha ini akan membuat investasi pada 54 sektor usaha itu bisa 100 persen dari asing. Hal ini menunjukkan Pemerintah semakin jauh dari Nawa Cita dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Salah satu tujuan relaksasi ini yang kemudian menjadi sorotan publik adalah Pemerintah membuka kesempatan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanamn Modal Asing (PMA) masuk dalam sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi agar bisa masuk ke segala bidang usaha. Padahal dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM, dimana Pemerintah berkewajiban melindungi sektor UMKM.

Lahirnya peket kebijakan ke XVI ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang yang dialami dalam beberapa waktu terakhir. Bank Indonesia (BI) mengumumkan CAD pada kuartal III-2018 tercatat meningkat, yakni US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari PDB. Nilai itu ebih tinggi dari periode kuartal I yang mencapai US$ 5,7 miliar. Angka ini juga lebih besar dibandingkan kuartal II-2017 yang hanya US$ 5 miliar.

Lahirnya paket kebijakan ini akan memberikan pengaruh yang besar bagi sektor UMKM dan Koperasi di Indonesia. Kebijakan ini justru menunjukkan liberalisasi perekonomian nasional yang sedang dilakukan Pemerintah, dengan semakin meminimalisir peran pengusaha lokal dalam bidang UMKM dan Koperasi. Kondisi ini menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap pengusaha lokal UMKM semakin kecil, bahkan cenderung berlepas tangan. Sehingga kebijakan ini nantinya akan berdampak terhadap perkembangan UMKM.

Pertama, kebijakan ini dikhawatirkan akan memberikan dampak bagi eksistensi pengusaha UMKM dan Koperasi lokal yang selama ini masih bisa bertahan ditengah stagnannya pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kebijakan ini keberadaan mereka akan semakin terancam oleh masuknya modal PMDN dan PMA besar. Pemerintah seharuanya memberikan perlindungan dan insentif bagi pengusaha lokal UMKM dan Koperasi agar bisa tumbuh dan berkembang.

Kedua, potensi UMKM nasional yang terdapat dalam startup bisnis juga akan terancam. Potensi bisnis yang besar ini terancam akan dikuasai oleh para pemodal besar terutama asing, sehingga semakin memperkuat cengkraman asing dalam potensi bisnis yang terdapat di dalamnya. Pemerintah seharusnya menjaga dan melindungi startup potensial yang justru akan memberikan nilai tambah besar dalam perekonomian nasional

Ketiga, Indonesia akan terus menjadi konsumen terbesar di tengah-tengah penguasaan asing dalam struktur perekonomian terbesarnya, baik dilihat dari sisi kelembaganya maupun dari sisi tenaga kerja yang terlibat didalamnya. Sudah seharuanya ini menjadi andalan pemerintah dalam memperkuat fundamendatal perekonomian nasional.

Dengan demikian kebijakan ini akan lebih banyak merugikan kepentingan nasional, terutama pengusaha UMKM dan Koperasi yang selama ini belum menjadi tuan rumah dinegerinya sendiri. Selain itu, penguasaan kue ekonomi nasional akan semakin dikuasai oleh usaha besar dan asing, sehingga akan berdampak terhadap struktur ekonomi nasional dimasa yang akan datang. (Jakarta, 19 November 2018, Handy Risza, Juru Bicara PKS Muda Bidang Ekonomi Pembangunan)