PKS DIY Gelar Sarasehan Budaya Islam dalam Kesultanan Yogyakarta

YOGYAKARTA (26/1) - Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DI Yogyakarta, Dr. Sukamta mengungkapkan bahwa saat ini PKS DIY sedang menyiapkan perangkat Pusat Kebudayaan. Hal tersebut disampaikan Sukamta dalam pembukaan Sarasehan Budaya di Aula PKS DIY Kota Yogyakarta, Sabtu (24/1).

Sukamta berharap dengan adanya Pusat Kebudayaan di DPW PKS DIY, kedepan masyarakat Yogyakarta tidak akan lupa dengan nilai budaya penuh kebaikan yang adiluhung.

"Harapannya pusat budaya ini dapat merekonstruksi ulang budaya melalui novel, tulisan, fotografi, dan karya seni lainnya. Sehingga, nilai sejarah dan budaya itu akan hadir kembali dalam benak masyarakat Yogyakarta," ujar Anggota Komisi 1 DPR RI ini ketika membuka Sarasehan Budaya bertema “Budaya Islam dalam Kesultanan Yogyakarta, Sejarah, dan Perkembangannya” tersebut.

Sementara itu, Ketua Badan Legislatif DPRD DIY, Zuhrif Hudaya menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Keistimewaan Nomor 13 Tahun 2012, Pemerintah DIY memiliki wewenang dalam lima urusan yang berbeda dengan wilayah lain. Wewenang tersebut meliputi tata cara pengisian jabatan kedudukan tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, Kelembagaan Pemerintah Daerah, kebudayaan, pertanahan, dan tataruang.

"Kelimanya saling berkait. Kenapa Mangkubumi mendirikan batas negara dengan masjid bukan dengan pal? Karena hal ini bukan hanya sekedar batasan ibukota negara tapi batasan kebudayaan," jelas Sekretaris DPW PKS itu.

Dalam sarasehan ini hadir Pengageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat sebagai pembicara utama. Lelaki yang biasa disapa Romo Tirun ini menjelaskan tentang gambaran budaya Islam di Keraton Yogyakarta. Sebagai pembuka, kata KRT Jatiningrat, banyak ungkapan Sultan Agung yang referensinya berasal dari dunia Islam.

"Sultan Agung mengajarkan tentang falsafah mengasah mingising budi atau mengasah ketajaman hati dan fikiran, ketajaman rasa nomer satu. Memasuh malaning bumi, membersihkan kekotoran di dunia. Dan hamemayu hayuning bawono yang pengertiannya tentang hubungan antar makhluk atau hablum minannas," jelasnya.

KRT Jatiningrat juga menjelaskan bahwa tugas manusia sebagai khalifatullah juga tercermin dalam nama atau gelar Sri Sultan yaitu Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

"Sultan adalah figur seorang manusia yang harus bisa memayu hayuning bawana. Dan kita harus menjadi hamengku buwono-hamengku buwono kecil dalam kehidupan," pesan KRT Jatiningrat. 

Sumber: Humas PKS DIY