Harga Batubara Dunia Melesat, Wakil Ketua FPKS Minta Pemerintah Perketat DMO

Anggota DPR RI Fraksi PKS Mulyanto
Anggota DPR RI Fraksi PKS Mulyanto

Jakarta (04/08) — Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto minta pemerintah menaikkan kompensasi ekspor batu bara kepada pengusaha yang tidak atau belum melakukan kontrak kerja sama dengan PLN.

“Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga persediaan batu bara bagi produksi listrik nasional,” ujarnya.

Mulyanto menilai sejauh ini pemerintah sulit mewujudkan target DMO karena besaran kompensasi untuk perusahaan yang tidak menjalin kontrak dengan PLN lebih kecil daripada yang sudah melakukan kontrak kerja sama namun ingkar.

“Hal ini dianggap kurang adil dan mendorong pengusaha untuk memilih tidak melakukan kontrak dengan PLN,” ungkap Mulyanto.

Berdasarkan aturan saat ini perusahaan yang sudah melakukan kontrak dengan PLN akan mendapat kompensasi sebesar USD 188/ton. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak melakukan kontrak dengan PLN dikenakan denda hanya sebesar USD 18/ton.

“Pemerintah harus memperberat besaran kompensasi bagi pengusaha yang tidak mau kontrak dengan PLN dan harus bersikap tegas kepada pengusaha batu bara yang tidak memenuhi kewajiban DMO ini. Kalau kompensasinya rendah, mereka lebih pilih bayar kompensasi dari pada mematuhi DMO,” kata Mulyanto pada media, Kamis (04/08).

Mulyanto minta Pemerintah segera mengambil kebijakan ini sebelum produksi listrik PLN bermasalah. Sebab harga batu bara global saat ini mencapai USD 400 per ton.

Sementara harga DMO untuk PLN dipatok flat sebesar USD 70 per ton. Disparitas harga yang sangat tinggi ini membuat pengusaha batu bara lebih suka menjual produksinya ke pasar luar negeri. Sebab dengan volume yang sama bisa mendapat keuntungan lebih dari lima kali lipat.

“Karenanya, kalau pemerintah tidak bersikap tegas, maka aksi ekspor yang melanggar DMO ini akan menjadi-jadi. Ujung-ujungnya listrik kita padam,” imbuh Mulyanto.

Di sisi lain Mulyanto mengingatkan Pemerintah harus konsisten mengembangkan listrik dari sumber EBET (energi baru atau energi terbarukan) sesuai target bauran energi, agar batu bara ini tidak kita bakar di dalam negeri.

“Dengan begitu kita akan dapat dua keuntungan, yakni energi yang lebih bersih dan penerimaan negara yang lebih optimal,” jelas Mulyanto.

Untuk diketahui kontribusi sumber batu bara pada kelistrikan nasional masih tinggi, di atas 60 persen. Terganggunya pasokan batu bara secara langsung akan memperlemah ketahanan energi nasional.