Legislator PKS: RUU PPRT Beri Kepastian Hukum dan Jadikan Pekerja Rumah Tangga Profesi Layak

Jakarta — Anggota Badan Legislasi DPR RI Gamal Albinsaid, menyampaikan apresiasinya terhadap pemerintah dan semua pihak yang telah mendorong kembali pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, JALA PRT, dan KKMI, dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

“Kami berharap RUU PPRT ini bisa memberikan kepastian hukum dengan mengimplementasikan empat nilai. Pertama (yaitu) keadilan, kesejahteraan, lalu kemanusiaan dan kepastian hukum,” ujar Gamal dalam RDPU Baleg DPR RI, di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Ia menjelaskan kilas balik dari perjalanan RUU PPRT ini sebelumnya yang selama tiga periode DPR RI, RUU ini belum disahkan. Mengingat, sejarah panjang pengusulan RUU ini sudah sejak tahun 2004.

“Kita tahu di periode sebelumnya penyusunan dan harmonisasi telah selesai di Baleg dan telah pengambilan keputusan pendapat mini fraksi pada 1 Juli 2020, tetapi kita menunggu tiga tahun, sampai 21 Maret 2023, RUU PPRT ini disahkan menjadi inisiatif DPR. Namun sayangnya sampai akhir masa tugas, periode 2019-2024, RUU PPRT belum dibahas oleh Komisi IX bersama pemerintah sehingga tidak bisa menjadi carryover,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Gamal menegaskan pentingnya menjadikan Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebagai profesi yang layak dan bermartabat dalam kerangka legislasi nasional.

Selain itu, ia menekankan bahwa esensi dari RUU ini adalah menjadikan pekerjaan rumah tangga sebagai “decent work” atau pekerjaan layak yang menjadi bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

“Dalam proses selama ini kita melihat banyak PRT itu belum mendapatkan pekerjaan yang layak dan bermartabat. Sehingga, (harapannya) bagaimana undang-undang ini bisa kita susun dengan satu semangat utama, bukan hanya menjadi sebuah formalitas pengakuan, tetapi bagaimana kita mampu meningkatkan harkat martabat, marwah dari pekerjaan PRT sebagai pekerjaan yang bermartabat dan bisa setara dengan yang lain,” tegas Politisi Fraksi PKS itu.

Ia juga menekankan pentingnya memasukkan berbagai aspek dalam draf RUU, seperti, pengakuan PRT sebagai pekerja, jaminan kerja dan perlindungan hukum, kepastian hukum yang adil, perlakuan yang setara di hadapan hukum, hak atas imbalan kerja, perlindungan atas diri, keluarga, kehormatan, dan harta benda, serta Hak untuk merasa aman dan bebas dari penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan.

“Dengan demikian harapan kita undang-undang ini bisa memastikan PRT bisa mendapatkan asasinya dengan perlindungan hukum yang kuat, minim atau mampu memitigasi risiko eksploitasi dan kekerasan, serta memberikan pengakuan status PRT sebagai pekerja,” harapnya.

Dalam forum tersebut, Gamal juga mengajukan sejumlah pertanyaan kritis kepada para narasumber dari masyarakat sipil. Ia menanyakan apakah masih terdapat aspek dalam draf RUU versi 2021–2023 yang perlu diperbaiki, serta bagaimana solusi terhadap praktik buruk dari pihak penyalur atau outsourcing PRT yang kerap merugikan pekerja.

Ia juga mengusulkan pembentukan unit khusus perlindungan PRT di bawah Kementerian Ketenagakerjaan atau Ombudsman, serta pentingnya membangun mekanisme pengaduan yang efektif dan mudah diakses oleh para PRT.

Menutup pandangannya, Gamal mendorong agar penyusunan RUU ini sejalan dengan Konvensi ILO No. 189 Tahun 2011 yang menjamin hak-hak dasar PRT, mulai dari upah layak, jam kerja wajar, cuti tahunan, jaminan sosial, perlindungan dari kekerasan, hingga hak untuk berserikat dan berunding.

“Harapan kami, nilai-nilai dalam konvensi ini bisa benar-benar hadir di rumah-rumah rakyat Indonesia melalui regulasi yang kuat,” pungkasnya.