Legislator PKS: ASEAN Perlu Berpikir Komprehensif Selesaikan Masalah Laut China Selatan

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI dan Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI dan Anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera

Jakarta - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI dan Anggota Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menilai ASEAN perlu berpikir komprehensif dalam menyelesaikan persoalan di Laut China Selatan (LCS). Oleh karena itu, menurutnya, persoalan ini bukan hanya isu regional namun berskala global.

"Bukan hanya ASEAN dan China, namun Amerika punya kebijakan terkait LCS. Karena itu, ASEAN perlu berpikir komprehensif menyelesaikan masalah ini," ujar Mardani kepada media di Jakarta, Sabtu (12/5/2023).

Menurut Mardani, dalam penyelesaian persoalan di LCS, maka ASEAN perlu memiliki sikap dasar menghargai kebijakan teritori setaip negara anggotanya namun dipersilahkan jika ada negara yang ingin membangun komunikasi bilateral.

"Untuk mengatasi persoalan di Laut China Selatan, maka ASEAN perlu menggunakan semua modal politik dan sosial dengan mengajak pihak lain untuk memperkuat posisi ASEAN," tandas Politisi Fraksi PKS ini.

Mardani menilai terkait posisi Ketua ASEAN 2023, Indonesia perlu lebih aktif mengajukan proposal dengan ASEAN (tingkat regional) dalam menyelesaikan masalah di LCS dan secara bilateral dengan negara terkait.

Negara ASEAN menyambut inisiatif untuk mempercepat perundingan panduan tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut China Selatan (LCS) yang diharapkan bisa mencegah konflik di perairan strategis itu.

Dalam Chair's Statement yang dirilis usai KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (11/5), para pemimpin ASEAN menekankan pentingnya menjaga situasi yang kondusif selama perundingan CoC dan mendorong langkah-langkah yang bisa mengurangi ketegangan, kesalahpahaman, dan salah perhitungan.

Empat negara anggota ASEAn, yakni Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam -terlibat sengketa klaim atas perairan LCS dengan China. Untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade itu, ASEAN melibatkan China dalam menyusun CoC yang aka menjadi pedoman perilaku negara-negara di LCS.

Proses perundingan rancangan teks perundingan CoC (Single Draft CoC Negotiating Text/SDNT) mencatat kemajuan melalui penyelenggaraan Pertemuan Ke-38 Kelompok Kerja Bersama ASEAN-China tentang Implementasi Deklarasi Perilaku (JWG-DOC) pada 8-10 Maret 2023 di Jakarta.

Selanjutnya, ASEAN menantikan upaya berkelanjutan untuk memperkuat kejra sama dengan China menuju kesimpulan awal CoC yang efektif dan substantif sesuai dengan hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982).

Selama bertahun-tahun, Beijing mengklaim kepemilikan hampir seluruh wilayah LCS berdasarkan "nine-dash line" atau sembilan garis putus-putus yang membentang sejauh 2.000 km dari daratan hingga mencapai perairan di dekat Indonesia dan Malaysia. Dengan klaim tersebut, China membangun fasilitas militer, pulau buatan, dan mengomando kapal-kapal perang berlayar di perairan LCS.

Tindakan itu memicu protes dari banyak negara tetangganya, termasuk anggota ASEAN yang merasa wilayahnya diakui secara ilegal oleh China. China tetap bersikeras mempertahankan klaimnya atas LCS meskipul Pengadilan Arbitrase Internasional menolak klaim Beijing pada 2016 lalu.