Industri Garam Dalam Negeri Masih Lemah

JAKARTA (30/4) –  Kisruh garam untuk keperluan industri di dalam negeri mendapat perhatian serius dari anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin. Pasalnya, para pelaku usaha industri pangan hingga saat ini terus kebingungan karena kuota impor garam tidak jelas. Keadaan ini akan merembet juga pada terganggunya industri farmasi.

“Yang kami sayangkan adalah, garam ini kan merupakan komoditas strategis yang menjadi perhatian Kementerian Perindustrian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementrian  Kelautan Perikanan. Namun untuk keperluan industri, sampai saat ini produk garam dalam negeri belum memenuhi syarat jumlah dan kualitas,” ungkap Andi Akmal menyayangkan.

Lebih lanjut Andi Akmal menuturkan, memang selama ini industri garam yang diproduksi oleh petani kita standar mutunya masih hanya untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kekeringannya yang masih kurang di tambah dengan tingginya kandungan logam berat serta unsur NaCl (Natrium Clorida)-nya terlalu rendah.

“Hingga saat ini, garam rakyat belum memenuhi kualifikasi untuk digunakan oleh industri makanan, minuman, dan farmasi karena kurang kering dan kandungan unsur yang tidak masuk standard industri. Ini yang oleh pemerintah tidak di backup dengan pembinaan intensif dan dukungan penciptaan teknologi skala industri yang dikelola pemerintah, sehingga industri garam kita tidak maju-maju hingga sekarang karena mengandalkan petani garam rakyat. Padahal, dari segi bahan baku, alam Indonesia sangat berlimpah untuk memasok industri garam jika serius dikelola,” urai politisi PKS ini.

PT Garam di bawah Kementerian BUMN, tambah Andi Akmal, seharusnya mulai menjadi solusi untuk memasok kebutuhan industri dalam negeri. Berdirinya BUMN ini harus menjawab persoalan ketergantungan impor garam untuk keperluan industri pangan dan farmasi. Namun hingga saat ini, malah yang terjadi kekisruhan ketergantungan impor dimana hingga saat ini perijinan impor tidak keluar yang mengakibatakan pelaku usaha pangan olahan kelimpungan.

Tahun 2014, kebutuhan garam nasional mencapai 4,01 juta ton dimana 2,05 juta ton untuk industri dan 1,96 juta ton untuk konsumsi. Sedangkan produksi garam nasional hanya mencapai 2,55 juta ton dimana 2,2 dari garam rakyat, dan 350 ribu ton dari PT Garam. Artinya industri masih memerlukan 1,7 juta ton garam industri yang harus di impor karena industri dalam negeri tidak mampu memenuhi.

Namun anehnya, lanjut Andi Akmal, pemerintah melalui kementerian perindustrian untuk tahun 2015 menyampaikan kebutuhan garam nasional 2,6 juta ton. Ini berarti ada ada penurunan sebesar 1,41 juta ton kebutuhan garam.

“Ini perlu konfirmasi kesalahan data atau memang benar turun, sehingga menunjukkan daya beli menurun dan lesunya ekonomi nasional,” sindirnya.

Diakui Akmal bahwa ekspor produk makanan dan minuman dengan komponen garam di dalamnya menyumbang nilai ekspor cukup signifikan jika dibandingkan nilai bahan baku garamnya.

“Namun menjadi ironi negeri bahari ini dengan bentangan pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika, Kanada, dan Rusia,  Namun kok masih tergantung pada impor garam,” pungkas Andi Akmal.

Sumber: Fraksi PKS DPR RI