Bayan Dewan Syariah Pusat PKS Tentang Awal Ramadan dan Idul Fitri 1444 H

Alhamdulillah, Ramadan tahun 1444 H. akan segera tiba. Maka, agar dapat merealisasikan tujuan dan hikmah ibadah Ramadan, yaitu diraihnya ketakwaan dalam suasana kebersamaan, keharmonisan, serta menghindari terjadinya ketidaknyamanan (raf’ul haraj) di kalangan anggota dan simpatisan PKS dalam hubungannya dengan masyarakat di lingkungannya, Dewan Syariah Pusat (DSP) memandang perlu mengeluarkan bayan tentang awal Ramadan dan Idul Fitri sebagai berikut:

  1. Kewajiban ibadah puasa pada bulan Ramadan berlaku bagi setiap mukallaf sesuai dengan ketentuannya, ketika sudah memasuki bulan suci Ramadan.
  2. Penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri didasarkan pada rukyatul hilal dan hisab.
  3. Mengikuti keputusan pemerintah sebagai representasi ulilamri, dalam hal ini Kementrian Agama, berkaitan dengan awal Ramadan dan Idul Fitri.
  4. Anggota PKS diberikan rukhsah untuk mengikuti pendapat kebanyakan anggota masyarakatnya jika terjadi perbedaan ketetapan awal Ramadan dan Idul Fitri antara pemerintah dengan mayoritas umat Islam di lingkungannya.
  5. Pilihan fikih PKS mengutamakan kebersamaan (i’tilaf) dan tidak membesar-besarkan perbedaan (ikhtilaf). Sebagai pilihan fikih organisasi, bayan ini bersifat mengikat bagi anggota dan menjadi arahan bagi simpatisan dan umat Islam secara umum.

Penjelasan atas poin-poin itu adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban Puasa pada Bulan Ramadan

Merupakan ijmak bahwa kewajiban puasa Ramadan dibebankan kepada setiap mukallaf yang menyaksikan datangnya bulan suci Ramadan dalam keadaan mukim dan tidak sedang melakukan safar (Al-Thabari, 2001). Allah Swt. berfirman,

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah.” (Al-Baqarah/2:185)

2. Rukyah dan Hisab Sebagai Metode Penetapan Awal Ramadan dan Idul Fitri

Metode yang dipergunakan dalam menetapkan awal bulan Hijriah adalah rukyat hilal dan hisab. Dalam tradisi keislaman di Indonesia, metode rukyah merupakan kekhasan Nahdatul Ulama, sedangkan hisab menjadi kekhasan Muhammadiyah. Kedua metode itu sah untuk dipergunakan dalam menentukan awal bulan Hijriyah.

a. Rukyatul Hilal

Rukyat adalah cara menentukan awal bulan dengan mengamati penampakan bulan sabit (hilal) yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak, baik dengan mata secara langsung maupun dengan alat bantu optik seperti teleskop. Jika jarak waktu antara ijtimak dengan terbenamnya matahari terlalu pendek, secara ilmiah hilal mustahil terlihat. Rasulullah saw. bersabda,

“Berpuasalah karena melihatnya (hilal Ramadan) dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihatnya. Jika (hilal) tertutup oleh mendung, sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (Al-Bukhari, 2/1810).

Ibn Hazem (tt.) mengatakan bahwa para ulama fikih telah ijmak, jika kabar mengenai terlihatnya hilal yang menandai awal Ramadan sudah terlihat, umat Islam wajib melaksanakan puasa. Begitu pula, jika hilal yang menandai awal Syawal sudah terlihat, mereka wajib berbuka. Jika hilal tidak terlihat, bilangan bulan Sya’ban atau Ramadan digenapkan menjadi tiga puluh hari.

Rukyatul hilal sebagai metode yang sah dalam menentukan awal puasa dan hari raya merupakan ijmak ulama. Hal ini berkaitan dengan kondisi umat pada masa Nabi saw. yang belum familier dengan hisab. Diriwayatkan dari Ibn Umar, Nabi saw. bersabda,

“Kita adalah umat yang umi, tidak bisa membaca dan menghitung. Bulan itu begini dan begini (maksudnya terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari). (Al-Bukhari, 2/1814).

b. Hisab

Hisab merupakan penghitungan ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari menjadi patokan dalam menentukan masuknya waktu salat, sementara perkiraan posisi bulan menjadi patokan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Meskipun tidak secara persis dipergunakan pada zaman Rasulullah saw., tetapi ia menjadi metode yang sah dalam menentukan awal Ramadan dan awal Syawal. Sandarannya adalah firman Allah Swt.:

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” (Yunus/10:5)

3. Tuntunan Mengikuti Keputusan Ulilamri

Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Agama menggabungkan kedua metode tersebut. Maka, yang menjadi acuan awal Ramadan dan Syawal adalah keputusan pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, setelah mempertimbangkan dengan matang kedua metode tersebut. Berdasarkan fatwa itu pula, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Allah Swt. berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. (An-Nisa'/4:59)

Menurut para ahli tafsir, ululamri berarti ulama, ahli fikih, atau penguasa (Al-Mawardi, tt.). Mekanisme penetapan awal Ramadan dan Syawal dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan para ulama dan ahli fikih. Seorang muslim tidak boleh menentukan awal Ramadan dan Syawal berdasarkan kehendaknya sendiri karena harus merujuk pada ulama yang memegang otoritas dalam persoalan ini. Allah Swt. berfirman,

Maka, bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui. (Al-Anbiya'/21:7)

4. Tuntutan Mengikuti Mayoritas Umat Islam

Anggota PKS diberikan rukhsah untuk mengikuti pendapat kebanyakan anggota masyarakatnya jika terjadi perbedaan ketetapan awal Ramadan dan Idul Fitri antara pemerintah dengan mayoritas umat Islam di lingkungannya. Terdapat keleluasaan untuk memilih, selama persoalan itu merupakan perbedaan pendapat furu’. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda,

”Puasa adalah pada hari ketika mereka (masyarakat) berpuasa, hari raya (Idul Fitri) pada hari ketika mereka berbuka (Idul Fitri), dan hari raya Idul Adha (berkurban) pada hari ketika mereka berkurban.” (At-Tirmidzi, 3/697).

Menurut At-Tirmidzi, maksud hadis tersebut adalah puasa dan hari raya Idul Fitri dilakukan bersama dengan masyarakat dan mayoritas umat.

5. Mengutamakan Kebersamaan dalam Beragama

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas didasarkan atas pilihan fikih PKS yang mengutamakan kebersamaan (i’tilaf), namun bukan mencari-cari kenyamanan semata (tatabbu' al-rukhash wa al-hiyal), dan tidak cenderung memperbesar perbedaan pendapat (ikhtilaf). Oleh karena itu, bayan ini bersifat mengikat bagi anggota dan menjadi arahan bagi simpatisan dan masyakat luas. Landasannya adalah fikih politik (al-siyasah al-syar’iyah) bahwa pendapat pemimpin dan wakilnya dapat dijadikan rujukan berkaitan dengan persoalan yang tidak ada nash yang pasti, persoalan yang memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, dan berkaitan dengan kemaslahatan (maslahah mursalah), selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’.

Demikian bayan ini dibuat untuk menjadi acuan yang mengikat anggota dan menjadi arahan bagi simpatisan dan umat Islam secara umum. Selamat menunaikan ibadah pada bulan suci Ramadan 1444 H. Semoga Allah Swt. memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita semua. Wa kullu ‘am wa antum bi khair.

وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

Jakarta, 17 Sya’ban 1444 H.
9 Maret 2023 M.

DEWAN SYARIAH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

DR. KH. MUSLIH ABDUL KARIM, MA.
KETUA

Referensi:

  • Al-Mawardi, Ali bin Muhammad. (tt.). Tafsir Al-Mawardi – Al-Nukat wa Al-Uyun. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah
  • Al-Thabari, Muhammad bin Jarir. (2001). Tafsir Al-Thabari – Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-Qur’an. Dar Hajar li al-Thiba’ah wa al-Tauzi’ wa al-I’lan
  • Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah
  • Ibn Hazem, Ali bin Ahmad. (tt.). Maratib Al-Ijma’ fi Al-Ibadati wa Al-Muamalati wa Al-I’tiqadat. Bairut: Dar Al-Kutub al-Ilmiyah