15%

Itulah prosentase yang dipatok sebagai target perolehan suara PKS pada Pemilu 2024, yang merupakan amanah Munas V PKS di Bandung, 26 - 29 November 2020. Jika mengacu pada raihan suara Pemilu 2019 yang 8.2%, maka dibutuhkan lonjakan 82.9% untuk menggapai target tersebut. Walhasil, kini pengurus, anggota, dan kader PKS butuh setidaknya dua kali lipat ikhtiar dibandingkan saat menghadapi pemilu lalu.

Pertanyaan operasionalnya adalah bagaimana merealisir target 15% itu ke dalam pelbagai strategi dan program partai? Apapun pilihan jawaban yang diambil atas pertanyaan operasional tadi seyogyanya memperhatikan dua prasyarat berikut: Pertama, kontekstual. Karena sehebat apapun seorang politisi, jika kecerdasannya tak kontekstual, tidak akan berguna. Karena itu memunculkan tokoh hanya menjelang pemilu laksana menabur garam di lautan kontestasi politik. Kedua, bersetia pada dampak elektoral. Apapun aneka strategi dan program jempolan yang diluncurkan adalah percuma belaka jika tak berdampak positif pada elektabilitas partai.

Dua prasyarat itu mesti dipancang di atas fondasi data yang valid dan solid. Dalam istilah lain, management by data, bukan by feeling. Survei AKSES di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Banten beberapa waktu lalu membantu kita untuk mengidentifikasi sejumlah isu strategis yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam ikhtiar untuk meningkatkan nilai elektabilitas partai. Survei dengan 1.200 responden di setiap provinsi itu bertajuk Peta Politik dan Perilaku Pemilih Pemilu 2024, menggunakan metode Multistage Random Sampling.

Ada lima isu strategis yang berhasil diidentifikasi dari hasil survei sepanjang 2021 itu: (1) Kinerja anggota legislatif; (2) Efek ekor jas (Coat-tail Effect); (3) Oposisi politik; (4) Kampanye digital; (5) Pertarungan politik di unit terkecil di masa tenang dan hari H Pemilu.

Berikut ini penjelasan serba ringkas untuk setiap isu strategis tersebut.

Pertama, kinerja anggota legislatif. Mengapa dia strategis? (1) Keseriusan anggota legislatif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat masuk dalam pertimbangan utama dalam memilih partai politik; (2) Publik menilai sebuah partai politik bercitra baik dengan alasan prestasi kerja dari anggota legislatifnya (juga faktor kinerja positif dari kepala daerahnya); (3) Party Identification (Party Id) terbentuk salah satunya karena prestasi kerja dari anggota legislatifnya (juga faktor kinerja positif dari kepala daerahnya); (4) Responden yang tidak akan merubah pilihan politiknya saat survei dilaksanakan dengan di hari H Pemilu beralasan antara lain karena keseriusan anggota legislatifnya dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.

Kedua, efek ekor jas (Coat-tail Effect). Jika pemilu serentak dilaksanakan dalam satu hari untuk memperebutkan tujuh jabatan publik (presiden – wakil presiden, DPR RI, DPD, gubernur – wakil gubernur, DPRD Provinsi, bupati/walikota – wakil bupati/wakil walikota, dan DPRD Kabupaten/Kota), pemilih lebih memperhatikan sosok presiden – wakil presiden dan bupati/walikota – wakil bupati/wakil walikota. Jika pemilihan itu dipilah antara pemilu nasional dan pemilu lokal, pada pemilu nasional adalah calon presiden – wakil presiden yang lebih membetot perhatian pemilih. Pada pemilu lokal, calon bupati/walikota – wakil bupati/wakil walikota yang lebih dilirik.

Karenanya, mengingat sangat signifikan fokus perhatian responden pada kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden serta  pemilihan bupati/walikota – wakil bupati/walikota –dan memperhatikan efek ekor jas (coat-tail effect)-, maka urgent dan strategis bagi PKS untuk menempatkan kadernya dalam dua perhelatan politik tersebut.

Ketiga, oposisi politik. Di empat provinsi itu signifikan jumlah reponden yang suka kepada partai politik yang bersikap oposisi terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Rata-rata separuh responden menyukainya. Namun kesukaan terhadap partai oposisi belum berkorelasi positif terhadap nilai elektabilitas PKS. Padahal PKS adalah partai pertama, terdepan, dan konsisten dalam bersikap oposisi sejauh ini. Di Jawa Timur ada 47.7% responden suka partai oposisi, namun elektabilitas PKS adalah 6.1%. Di Jawa Tengah ada 53.4% responden suka partai oposisi, namun elektabilitas PKS sebesar 8.0%. Di DI Yogyakarta ada 62.0% responden suka partai oposisi, namun elektabilitas PKS senilai 11.1%. Di Banten 54.9% responden suka partai oposisi, namun elektabilitas PKS sebanyak 14.2%.

Jadi, faktanya adalah ada gap (kesenjangan) relatif besar antara kesukaan publik terhadap partai oposisi dengan elektabilitas PKS. Dalam konteks di sisa waktu yang ada ini PKS harus memanfaatkan pemilih yang suka dengan partai politik yang bersikap oposisi dengan cara publikasi massif bahwa PKS adalah partai oposisi. Dan, ini yang maha penting, mewarnai diskursus politik nasional dengan isu-isu substansial yang relevan dengan kepentingan publik.

Keempat, kampanye digital. Data We Are Social, sebuah agensi media sosial global yang bermarkas di Singapura, per Januari 2021, menunjukkan pengguna handphone di Indonesia ada 345,3 juta, 125.6% dari total jumlah penduduk Indonesia yang 274.9 juta, pengguna internet sebanyak 202.6 juta (73.7% dari total jumlah penduduk), dan 170.0 juta yang aktif menggunakan media sosial (61.8% dari total jumlah penduduk). 

Survei di empat provinsi itu mengkonfirmasikan bahwa sumber berita utama tentang pemilu yang juga signifikan disukai publik adalah media sosial. Dan separuh responden menilai penggunaan media sosial sebagai sarana kampanye (kampanye digital) berpengaruh terhadap pilihan politik. Jadi, kampanye digital adalah isu strategis. Artinya, pengurus, anggota, dan kader PKS wajib hukumnya punya akun media sosial dan harus aktif pula.

Kelima, pertarungan politik di unit terkecil (Desa/kelurahan ke bawah) di masa tenang dan hari H Pemilu. Mengapa ini strategis? (1) Sumber berita utama yang dipercayai tentang Pemilu adalah ngobrol dengan warga; (2) Waktu memutuskan memilih untuk Pemilu Legislatif adalah antara Masa tenang hingga Hari H Pemilu; (3) Pemberian uang atau barang (souvenir) dalam pemilu dengan tujuan memengaruhi pilihan politik warga cenderung dinilai wajar, dan waktunya adalah antara Masa tenang hingga Hari H Pemilu; (4) Bentuk sosialisasi politik yang paling disukai adalah acara temu calon secara langsung.

Demikian paparan serba ringkas atas lima isu strategis yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral PKS. Lima edisi berturut-turut mulai pekan depan, paparan agak detail per setiap isu tersebut insyaALLAH akan menemui pembaca. Semoga mencerahkan, semoga menginspirasi.

Tabik

Kamarudin, founder AKSES School of Research