Waktu Sandar Lama, SOP Sailing Time Bakauheni-Merak Harus Diefisienkan

JAKARTA (1/12) - Lamanya waktu tunggu sandar yang melebihi waktu penyeberangan membuktikan belum optimalnya pelayanan kepelabuhan di Bakauheni-Merak. Oleh karena itu, Standard Operating  Procedure (SOP) waktu berlayar di penyeberangan Bakauhen-Merak harus diefisienkan menjadi 100 menit. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia, Ahad (30/11) setelah melakukan kunjungan kerja (kunker) spesifik Komisi V DPR RI ke Pelabuhan Bakauheni-Merak.

Dari sini diketahui juga bahwa level of service pelayanan kepelabuhan di penyeberangan terpadat di Indonesia itu masih rendah. “Kami banyak mendapat keluhan soal lamanya waktu tunggu sandar dari pengguna penyeberangan Bakauheni-Merak. Waktu berlayar normalnya 120 menit, tapi sering kali terjadi sampai 4 jam. Untuk perbaikan ke depan, kami minta PT ASDP untuk membenahi ini dan mengatur agar sailing time atau waktu berlayar diefisienkan menjadi 100 menit,” kata Yudi.

Menurut Yudi, untuk bisa mencapai waktu berlayar 100 menit tersebut, dibutuhkan beberapa perbaikan seperti percepatan pembangunan dermaga VI, regulasi pemanfaatan dermaga berdasarkan re-grouping usia dan kecepatan kapal, peningkatan pemeliharaan armada serta peningkatan manajemen pelayanan kepada pengguna.

“Saat ini ada 52 kapal roro yang beroperasi di pelabuhan Bakauheni-Merak. 41 unit diantaranya sudah tua dengan usia pembuatan ditahun 70-an dan dalam kondisi tidak terawat. Akibatnya, kinerja kapal juga menurun termasuk kecepatannya berlayar. Belum lagi jika bicara soal kelaiklautan kapal dengan suku cadang yang sudah tidak diproduksi lagi. Karena itu, perlu regulasi agar pemanfaatan dermaga disesuaikan dengan usia dan kecepatan kapal agar proses berlayar dan sandar bisa cepat, termasuk peremajaan armada. Tidak seperti sekarang,” kata politisi PKS asal Dapil Sukabumi ini.

Yudi juga meningatkan pentingnya peningkatan kualitas SDM pengelola pelabuhan. Saat ini masih banyak SDM pengelola pelabuhan yang belum tersertifikasi dan rendahnya pengawasan terhadap kelaiklautan kapal.

“Dari hasil kunker ke Bakauheni-Merak, pengawasan terhadap kelaiklautan kapal masih rendah. Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atau port clearance diberikan hanya sebagai formalitas saja karena pemeriksanaan yang dilakukan hanya bersifat administrastif terhadap dokumen yang dibawa awak kapal. Ini menunjukan pengawasan terhadap keselamatan pelayaran masih rendah. Padahal, Bakauheni-Merak adalah pelabuhan terpadat. Beberapa kecelakaan fatal dan menewaskan banyak orang sudah berulang kali terjadi di lintasan ini,” kata Yudi.

Pengembangan Pelabuhan Bakauheni-Merak membutuhkan penambahan prasarana penyeberangan di lintasan ini. Dermaga yang ada saat ini belum memadai untuk melayani tingginya lalu lintas angkutan penumpang dan  barang di pelabuhan penghubung Sumatera dan Jawa itu. Saat ini, dari lima dermaga yang ada, tinggal empat yang bisa beroperasi. Dermaga IV tidak bisa dioperasikan karena mengalami rusak berat. Sementara itu, jumlah penumpang per hari yang harus dilayani penyebrangan ini mencapai 3.526 orang dan kendaraan mencapai 5.199 kendaraan.

Sumber Foto: http://draft.tajuk.co

Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI