Tolak RUU IKN, Ini Tiga Aspek yang Jadi Sorotan PKS

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS (kiri) dan Wakil Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Handi Risza (Kanan). (youtube PKSTV)
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS (kiri) dan Wakil Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Handi Risza (Kanan). (youtube PKSTV)

Jakarta (20/12) - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur sudah sampai ke tim perumus di DPR RI, dan Fraksi PKS DPR RI secara tegas sudah menyatakan menolak.

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan setidaknya ada tiga aspek yang didalami dan jadi sorotan oleh PKS dalam menyikapi RUU IKN. Pertama secara legitimasi. Menurutnya, legitimasi dari masyarakat secara keseluruhan sangatlah penting. Misalnya bagaimana para raja dan sultan yang dulu bersepakat mendirikan negara Republik Indonesia di mana salah satu kesepakatannya yaitu ibukota berada di Jakarta.

"Makanya kita perlu masukkan dari berbagai masyarakat agar punya legitimasi yang kuat, ini yang pertama jadi sorotan di Fraksi PKS," kata Suryadi dalam bincang oposisi yang diadakan DPP PKS, di Jakarta, Senin (20/12/2021).

Kemudian yang kedua PKS menyoroti dari aspek legalitas. Suryadi memaparkan, legalitas ini menyangkut tentang prosedur kebijakan yang diambil dalam bentuk undang-undang, dan ada beberapa catatan misalnya diawali dengan dibentunya pansus 50 orang dan hal ini sudah menyalahi tata tertib yang maksimal hanya 30 orang.

"Ini yang jadi catatan PKS, setelah ada kritik dan masukan akhirnya jumlah pansus dikurangi jadi 30 orang sesuai tata tertib," lanjut Suryadi.

Demikian juga dari sisi waktu, dia mengungkapkan tim pansus dibentuk pada 8 desember dan ditargetkan RUU tersebut disahkan menjadi UU pada 18 Januari sehingga dari sisi prosedur PKS menilai sangat terlalu cepat dan mepet sekali.

"Apalagi dalam agenda yang sudah dibuat oleh pansus menggunakan jadwal reses untuk sidang-sidang pansus yang seharusnya reses itu bukan masa sidang karena reses itu anggota ada di daerah pemilihannya tetapi harus sidang untuk membahas RUU ini dan banyak lagi catatan kita terkait tentang legalitasnya," ungkap Suryadi.

Lalu catatan ketiga adalah dari aspek substansinya, dari aspek mikro Indonesia mesti punya kriteria ibukota yang ideal dan dengan kriteria itu kemudian kita mengukur apakah DKI Jakarta sudah tidak memenuhi syarat sebagai ibukota.

"Karenanya kita harus pindah atau justru DKI masih memenuhi syarat, kita harus lihat DKI dari sisi objektif, ini harus ada hitung-hitungannya harus ada logikanya, supaya tidak karena keinginan sebagian orang karena kita sekali lagi bicara tentang negara tentu banyak hal yang harus kita dalami kelayakannya sebagai ibukota, itu dari sisi kewilayahan DKI," tutur Suryadi.

Lalu tentang problem yang sedang dihadapi Indonesia saat ini, lanjut Suryadi, diharapkan kebijakan negara menjadi solusi atas masalah yang sedang dihadapi. Misalnya dalam bidang ekonomi apakah kebijakan ini sudah menjadi solusi permasalahan ekonomi bangsa saat ini atau justru menjadi beban baru.

"Terkait permasalahan pemerataan pembangunan, pemindahan istana atau ibukota secara simbol tidak akan secara signifikan menyelesaikan permasalahan yang menjadi substansi akan pemerataan pembangunan," ujar Suryadi.

Sehingga, masih kata Suryadi, PKS melihat apa yang dianalisa oleh Pemerintah dengan apa yang diwacanakan seringkali tidak berhubungan. Dan Fraksi PKS, ungkapnya, masih terus mendalami aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat untuk meminimalisir implikasi negatif yang berpotensi muncul dikemudian hari.

"Penting untuk diamati siapa yang paling mengambil manfaat dari sisi ekonomi dan politik dalam kebijakan ini," pungkas Suryadi.

Hadir sebagai pembicara bincang oposisi Wakil Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Handi Risza dan Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira.