Pemerintah Sebut Dana Pemindahan Ibukota dari Investor, Ekonom Celios: Jangan Bohongi Rakyat!

Pengamat Ekonomi dan Direktur Celios Bhima Yudhistira. (PKSTV)
Pengamat Ekonomi dan Direktur Celios Bhima Yudhistira. (PKSTV)

Jakarta (20/12) - Rencana pemindahan ibukota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur terus menuai kontra. Masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibukota Negara (IKN) ke dalam tim perumus DPR RI dan menargetkan disahkan pada awal desember 2022 terkesan sangat dipaksakan. Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira megungkapkan, para akdemisi sudah lama menolak rencana ibukota negara baru, dan banyak pihak yang meragukan hasil uji kelayakan yang dilakukan pemerintah terhadap rencana pemindahan ibukota negara.

Dia memaparkan, secara data para akademisi perbandingan pemindahan ibukota di negara lainnya dengan rencana pemindahan ibukota negara ini apakah layak atau tidak jadi pertanyaan, dikhawatirkan akan sama seperti kasus kereta cepat Jakarta-Bandung yang janji awalnya tidak menggunakan APBN sama sekali tapi tiba-tiba pemerintah bahkan di tengah situasi kesulitan anggaran karena masa pandemi justru menyuntik proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

"Makanya kita khawatirkan kalau pemerintah janjinya oh yang masuk hanya 19% kok dana APBN yang masuk untuk pembangunan ibukota negara, sementara itu juga sebagian bangunan-bangunan juga aset yang ada di jakarta itu mau di tukar guling untukk membiayai ibukota negara, ya nggak semudah itu, aset itu nggak semudah itu kemudian di tukar guling, prosesnya juga nggak singkat karena aset negaranya akan dgunakan oleh pihak swasta atau non pemerintah," kata Bhima dalam Bincang Oposisi yang digelar DPP PKS dengan tajuk “Dikejar saat Pandemi & Beban Utang Membengkak Ibu Kota Baru Untuk Siapa?” Senin, (20/12/2021).

Sebelumnya, tambah Bhima, para akdemisi juga sudah memberikan alarm yaitu kalau investor yang masuk adalah investor yang membeli surat utang negara, kemudian negara menggunakan hasil dari surat utang untuk membiayai pemindahan ibukota dan membuat bangunan di ibukota baru, menurutnya itu bukan investor melainkan kreditur.

"Jangan bohongi rakyat bahwa itu investor, bukan. Itu tetap saja posisinya sebagai kreditur, investor itu kan yang dimaksud mereka yang menginvestasikan uangnya secara langsung, tapi yang dilihatkan sebenarnya pemerintah kelihatannya ingin menerbitkan surat utang kemudian surat utangnya dibeli oleh investor alias kreditur kemudian diklaim bahwa biaya pembangunan ibukota negaranya melalui dana investor atau investasi, inimah nggak," paparnya.

Menurutnya, khawatir ketika proyeknya bermasalah kemudian tidak layak dan ternyata setengah jalan mangkrak mau tidak mau harus dilanjutkan, akan tetapi ongkosnya dipastikan akan sangat signifikan. "Maka mau tidak mau di sini pemerintah harus membayar bunga yang cukup mahal pada kreditur untuk membiayai pembangunan ibukota baru dan bunganya yang sangat mahal ini akan ditanggung APBN juga ujungnya, jadi mau diputar kayak gimanapun juga jadi yang dipakai skema utang," ujarnya.