Tiga Tahun Jokowi-JK: Belanja Infrastruktur Belum Mampu Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Semenjak Jokowi-JK dilantik menjadi Presiden dan wakil Presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2014, telah menitikberatkan fokus penggunaan anggarannya untuk membangun infrastruktur secara masif. Tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai dari tahun 2015 hingga tahun 2018 selalu terkait dengan pembangunan infrastruktur. Setelah tiga tahun fokus melakukan pembangunan infrastruktur, mulai timbul pertanyaan dari masyarakat, sejauh mana pembangunan infrastruktur tersebut mampu mendorong perekonomian nasional terutama meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

Besaran anggaran infrastruktur selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp 76,3 triliun, lima tahun kemudian melonjak mencapai Rp 206,6 triliun, tepatnya pada tahun 2014. Artinya selama periode lima tahun alokasi anggaran infratruktur naik sebesar 130,3 triliun atau meningkat sekitar 170 persen. Tahun pertama Pemerintahan Jokowi, alokasi anggaran infrastruktur mencapai Rp 290 triliun tahun 2015, kemudian terus meningkat menjadi Rp 317,1 triliun pada tahun 2016, kemudian pada tahun 2017 kembali meningkat mencapai Rp 390 triliun dan diperkirakan akan mencapai Rp 409,9 triliun pada tahun 2018. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun Presiden Jokowi sudah menaikkan dua kali lipat anggaran belanja Infrastruktur.

Besarnya alokasi anggaran infrastruktur ternyata belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari periode sebelumnya, baik dari sisi konsumsi masyarakat, konsumsi Pemerintah maupun dari investasi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode 2010-2014 sekitar 5,8 persen, bahkan dalam kurun waktu tahun 2010-2012 perekonomian nasional tumbuh diatas 6 persen. Stagnannya pertumbuhan ekonomi hingga hari ini, dimulai pada tahun 2014 dimana perekonomian tumbuh sebesar 5,0 persen. Tahun 2015 ekonomi hanya tumbuh sebesar 4,9 persen. Tahun 2016 kembali tertahan pada angka 5,0 persen. Tahun 2017 diperkirakan tidak mengalami perubahan diangka 5,0 persen. Pemerintah sangat optimis tahun 2018 ekonomi akan tumbuh pada angka 5,3 persen.

Selain itu, besarnya alokasi anggaran infrastruktur juga belum berdampak terhadap pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran secara signifikan. BPS merilis data bahwa pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen), atau bertambah sebesar 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Begitu pula dengan tingkat pengangguran terbuka (PTP) pada Februari 2017 lalu, BPS mencatat bahwa data pengangguran tercatat 5,33 persen atau 7,01 juta orang.

Oleh sebab itu, perlu ada evaluasi yang menyeluruh terhadap kebijakan belanja infrastruktur selama ini. Sebagai informasi Kementerian Bappenas telah melakukan review terhadap capaian pembangunan infrastruktur terhadap RPJMN hingga 2019 nanti. Hasilnya, secara nasional, terdapat 13 persen target yang kemungkinan tidak tercapai, 63 persen target bisa dicapai dan 24 persen bisa tercapai dengan kerja keras. Review internal pemerintah saja menunjukkan kebijakan pembangunan infrastruktur masih bermasalah, capaian 63 persen tidak bisa dianggap berhasil untuk sebuah perencanaan negara.

Dengan melihat usia pemerintahan, efektif hanya tinggal kurang lebih satu tahun kedepan, agak riskan dengan memaksakan pembangunan proyek infrastruktur besar, tetapi belum tentu bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Besarnya alokasi anggaran infrasstruktur belum berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh sebab itu, pembangunan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah, pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan, perumahan, pembangunan jalan Trans Sumatra, Trans Jawa, dan MRT Jakarta, perlu direview ulang, apakah sudah sesuai peruntukannya dengan kebutuhan masyarakat. Wallahu’alam (10/10/2017).

Dr. Handi Risza

Sekretaris Bidang Ekuintek-LH DPP PKS