Tak Ada Efek Jera untuk Pelaku Korupsi, HNW: Publik Melihat Semakin Banyak Dagelan

Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid
Wakil Ketua Majelis Syura PKS, Hidayat Nur Wahid

London-- Publik di Indonesia melihat upaya pemberantasan korupsi tidak menimbulkan efek jera dan akibatnya kasus-kasus korupsi dalam skala besar terus terjadi. Publik melihat ada hal-hal yang mengesankan bahwa penanganan korupsi tidak serius dan terlihat seperti dagelan. Hal ini disampaikan wakil ketua MPR dan anggota DPR RI, Dr Hidayat Nur Wahid, saat berdialog secara virtual dengan masyarakat Indonesia di Inggris, Ahad (7/3/2021)

Hidayat mencontohkan kasus dugaan korupsi di Ditjen Pajak, kasus korupsi yang menimpa Menteri Sosial Juliari Batubara, kasus korupsi Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, belum tertangkapnya kasus suap yang diduga dilakukan oleh Harun Masiku, dan keputusan pemerintah mengucurkan dana ke Jiwasraya yang terbelit kasus korupsi triliunan rupiah. Juga, penolakan aparat penegak hukum untuk memberlakukan hukuman mati kepada tersangka pelaku yang melakukan korupsi saat negara sedang bersusah payah mengatasi pandemic Covid-19.

“Ini hal-hal yang kemudian publik melihat (pemberantasan dan penanganan kasus korupsi) semakin banyak dagelannya, semakin banyak ketidakseriusannya,” kata Hidayat saat menjawab pertanyaan peserta dialog dan serap aspirasi dengan masyarakat Indonesia di Inggris.

“(Ada yang buron) dan sudah satu tahun tidak terangkap, kasus korupsi di Jiwasraya yang merugikan negara triliunan rupiah tapi kemudian pemerintah memberikan suntikan dana untuk penyelesaikan masalah ini,” tambah Hidayat.

“Jadi kemudian apa yang dilakukan aparat penegak hukum memang tidak menimbulkan efek jera. Hukuman mati tak ada, kemudian ada kondisi-kondisi yang sepertinya tidak ada keseriusan untuk mengatasi korupsi. Akhirnya korupsi terus saja terjadi,” kata Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera ini.

Hidayat menjelaskan sempat muncul wacana hukuman mati bagi pelaku korupsi. Ketentuan dasarnya, kata Hidayat, hukuman mati bisa diberlakukan jika korupsi dilakukan dalam kondisi kedaruratan nasional. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan pandemi Covid-19 adalah darurat nasional. Dari sini, semestinya hukuman mati bisa diterapkan untuk para koruptor.

Tapi disimpulkan hukuman mati tidak bisa diberlakukan dengan alasan tidak ada unsur kerugian negara. “Mengapa (tak ada kerugian negara)? Karena anggaran dari negara ke pelaksana program diserahkan secara utuh. Korupsi terjadi ketika para pengusaha atau yang menjalankan program memberi upeti ke menteri 10%,” ungkap Hidayat.

Dengan alasan ini dikatakan bahwa uang negara disalurkan secara utuh. “Pengusaha atau pelaksana program yang korupsi, dengan begitu [disimpulkan] hukuman mati tak bisa dijatuhkan kepada Menteri (yang melakukan korupsi),” katanya.

Anggota DPR dari daerah pemilihan DKI Jakarta II – yang meliputi konstituen yang berada di luar negeri ini mengatakan, dalam konteks pemberantasan korupsi rakyat juga memegang peran yang sangat penting. Sistem demokrasi memungkinkan rakyat memilih figur-figur dan organisasi yang bersih, yang punya komitmen besar dalam memberantas korupsi.

“Jika rakyat memilih figur-figur yang bersih, maka lingkaran setan korupsi bisa dipangkas,” kata Hidayat.

Ketua MPR periode 2004-2009 ini mengatakan dari dulu PKS mendukung penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya mengatasi persoalan korupsi. PKS mendesak, jika ada amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), maka KPK harus dimasukkan ke dalam perubahan tersebut. Dengan begitu KPK akan menjadi lembaga negara yang permanen, yang tidak ad hoc, dan KPK juga tidak akan menjadi permainan kepentingan politik oleh siapa pun.

Selain itu, PKS mendesak kerja sama maksimal antara kejaksaan, polisi dan KPK. “Harus ada team work yang rapi, jangan ada yang saling mengunci atau saling menutupi. Harus saling menguatkan. Kami khawatir, kalau saling kunci atau saling menutupi, maka korupsi akan sulit diberantas,” kata Hidayat.

Ia mengatakan pihaknya bisa memahami jika ada yang mengatakan bahwa masalah korupsi di Indonesia seperti penyakit kanker yang masuk dalam stadium berat. “Tapi kami harus optimistis, dengan komitmen bersama, dengan budaya politik untuk memilih figur yang bersih, korupsi bisa diatasi. Kita jangan sampai pesimistis bahwa seolah-olah sudah kiamat korupsi dan kondisinya tak bisa diperbaiki,” katanya.

Acara dialog dan serap aspirasi dengan masyarakat Indonesia ini diselenggarakan oleh Pusat Informasi dan Pelayanan (PIP) PKS di Inggris dan merupakan rangkaian acara serupa yang telah dilakukan Hidayat dengan masyarakat Indonesia di Malaysia, Taiwan, Jepang, Amerika Serikat, Sudan dan Jerman.

Ketua PIP PKS di Inggris, Dr Abram Perdana mengatakan bahwa dialog dan serap aspirasi ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi kerja anggota legislatif. Diharapkan, dengan acara seperti ini pemilih bisa langsung mendapatkan informasi dari tangan pertama, bukan sekadar berita dari media arus utama atau media sosial. Pada saat yang sama, pemilih bisa langsung berdialog dan mengusulkan aspirasi yang diharapkan bisa diteruskan ke DPR dan pemerintah.