Soroti Kegagalan Food Estate, Legislator PKS: Seharusnya Dikelola Kementan bukan Kemenhan

Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS Andi Akmal Pasluddin
Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS Andi Akmal Pasluddin

Jakarta — Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin, menyoroti kegagalan program Food Estate yang menurutnya disebabkan oleh pengelolaan yang tidak tepat.

Pria yang akrab disapa Akmal ini mengkritik keputusan pemerintah yang memberikan porsi yang sangat besar kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebagai pengelola utama program ini. Ia pun menyebut seharusnya yang memiliki porsi dominan dalam mengelola food estate seharusnya Kementerian Pertanian (Kementan).

“Kementerian Pertanian memiliki sumber daya, pengetahuan, dan keahlian khusus dalam bidang pertanian yang sangat diperlukan untuk mengelola Food Estate secara efektif,” ungkap Anggota DPR RI yang kini di Badan Anggaran.

Akmal menambahkan bahwa kesalahan dalam pemilihan pengelola telah menyebabkan berbagai masalah dalam implementasi program.

Akmal juga menguraikan, meskipun Kementerian Pertanian Indonesia berupaya meningkatkan produktivitas di perkebunan padi di Kalimantan Tengah dari kurang dari 2 ton metrik per hektar menjadi 4 ton metrik, program tersebut belum memenuhi targetnya.

“Misalnya, di area Dadahup di Kabupaten Kapuas, tujuannya adalah untuk menetapkan 1.020 hektar perkebunan padi baru, tetapi hanya 200 hektar yang telah tercapai,” pungkasnya.

Kekurangan target ini, lanjutnya, telah memicu penyelidikan parlemen atas kekhawatiran tentang data produksi pertanian yang dibesar-besarkan dan efektivitas program.

“Saya memperhatikan, dari berbagai sumber memberikan keterangan terdapat berbagai isu mulai dari alokasi dana yang tidak efisien, kurangnya pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat, hingga masalah dalam pengelolaan sumber daya manusia pada pelaksanaan Food Estate ini,” tutur Akmal.

Pria kelahiran Bone ini menerangkan, bahwa ia telah terjun langsung memantau pelaksanaan Food Estate, seperti di Kalimantan. Menurutnya, Program Food Estate di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah, menghadapi sejumlah tantangan dan kritik yang mempengaruhi keberhasilannya.

“Salah satu masalah utama yang di highlight adalah kurangnya infrastruktur pertanian yang tepat, seperti saluran irigasi, yang sangat penting untuk lahan rawa di daerah seperti Desa Mantangai Hulu. Lahan-lahan ini dipengaruhi oleh naik turunnya permukaan laut, sehingga irigasi sangat vital untuk konsistensi budidaya,” ungkap Andi Akmal.

Politisi PKS ini menegaskan, bahwa ini bukan soal menyalahkan satu pihak, melainkan menyoroti pentingnya pemilihan pengelola yang tepat.

Akmal mengutip dari berbagai pendapat Para ahli yang juga mengkritik program food estate selama ini tidak mempertimbangkan kondisi hidrologis lanskap dengan memadai, yang diperlukan untuk menghindari pengulangan kegagalan proyek masa lalu seperti Proyek Mega Rice pada tahun 1990-an. Pelaksanaan program Food Estate dianggap terburu-buru, dengan pertanyaan yang muncul tentang ketelitian penilaian lingkungan strategisnya.

“Kita perlu belajar dari kesalahan ini untuk memastikan efektivitas program-program strategis lainnya,” ucapnya.

Andi Akmal juga menyoroti kurangnya koordinasi antar-kementerian dalam pengelolaan Food Estate. Menurut beliau, sinergi antara berbagai kementerian dan lembaga adalah kunci untuk menghindari tumpang tindih dan memastikan kesuksesan program.

“Saya mengusulkan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan merevisi struktur pengelolaan Food Estate. Dengan pengelolaan yang lebih tepat dan efisien, kita bisa meningkatkan hasil program ini dan berkontribusi secara signifikan terhadap ketahanan pangan nasional,” tutup Andi Akmal Pasluddin