Satu Tahun Jokowi-Ma’ruf, Wakil Ketua FPKS: Gaduh, Gagap, Gagal

Yogyakarta (20/10) — Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Sukamta menilai satu tahun Jokowi-Ma’ruf lebih banyak diwarnai dengan kegaduhan dan kegagapan.

Kondisi ini menurut Sukamta, menyebabkan negara dan rakyat berjalan tanpa arah, padahal Indonesia saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup berat akibat pandemi.

“Para menteri pembantu presiden pada periode ini kesannya hanya pandai bikin gaduh, ada pak Menag yang buat pernyataan larangan cadar dan celana cingkrang, kemudian juga wacanakan sertifikasi penceramah,” tandasnya.

Kemudian, lanjut Sukamta, disusul Mendagri soal wacana Pilkada tak langsung kemudian Menkumham yang buat pernyataan kaitkan kejahatan banyak terjadi di daerah miskin.

“Dan masih banyak lagi menteri yang buat kegaduhan di publik karena statemennya. Termasuk pak Menkes yang sering buat pernyataan yang terkesan sepelekan virus Corona. Kegaduhan ini berimbas kepada kegaduhan di media sosial juga di masyarakat. Sementara kinerja menteri tidak jelas karena tertutup pernyataan kontroversi,” papar Anggota Komisi I DPR RI ini.

Sukamta memandang, dengan banyaknya kegaduhan, situasi ekonomi yang sudah buruk akan semakin sulit teratasi. Apalagi pemerintah dalam penanganan pandemi ini terlihat gagap dan seadanya.

“Sejak awal Pemerintah sudah terlihat tidak punya konsep, lemah dalam melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment). Menurut worldometers jumlah tes yang dilakukan di Indonesia baru 15 per 1000 penduduk, kalah dari Filipina 39 per 1000 penduduk dan India 60 tes per 1000 penduduk. Sekarang yang paling diandalkan vaksin impor. Jika pandemi tidak cepat diatasi, ekonomi akan lebih sulit dipulihkan,” terang Sukamta.

Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini lebih lanjut menyebut satu tahun Jokowi-Ma’ruf bisa dikatakan gagal penuhi target pembangunan terutama di sektor ekonomi. Menurutnya pandemi Covid-19 tidak bisa menjadi alibi atas kegagalan penuhi target.

“Sebelum pandemi datang, kinerja ekonomi sudah kedodoran. Target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di 2019 tidak tercapai, tercatat hanya 5,02 persen. Selama 6 tahun pemerintahan Jokowi, telah menambah utang Rp 2.833,14 triliun sehingga menurut BI total per Agustus 2020 utang Indonesia mencapai Rp6.093 triliun. Sementara banyak petani dan nelayan yang menjerit karena harga jual yang sangat rendah baik sebelum dan saat pandemi. Saat ini yang jadi fokus pemerintah kejar tayang cari investor supaya ekonomi bisa segera pulih dengan Omnibus UU Cipta Kerja,” urainya.

Sukamta berharap Pemerintah segera menyadari kelemahan dan kekeliruan yang terjadi.

“Pilihannya hanya satu harus segera berbenah, selesaikan persoalan prioritas saat ini yaitu pandemi, perkuat ekonomi rakyat dan siapkan lompatan dengan inovasi berbasis teknologi. Orientasi pemerintah harus jadikan Indonesia negeri produsen, bukan mengandalkan hutang, investasi asing dan impor seperti yang terjadi selama ini,” tutup Anggota Badan Anggaran FPKS ini.