Rasio Utang Naik Terus, PKS: Kinerja Pemerintah Kelola Utang Tidak Efektif

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati.

Jakarta (29/12) - Diskusi Catatan Akhir Tahun 2021 pada aspek ekonomi dan keuangan yang digelar PKS dengan tajuk "Ambisi Megaproyek dan Beban Utang Generasi: Masa Depan Ekonomi Meroket?", Senin (27/12/2021) menghadirkan Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati.

Dalam kesempatan itu, Anis mengatakan, PKS telah memberikan berbagai hal termasuk memberikan masukan-masukan kepada Pemerintah terkait pengelolaan keuangan negara. PKS juga mengingatkan kepada Pemerintah bahwa keuangan negara harus dikelola dengan baik, sebagai amanat UUD 1945 yaitu UUD 1945 Pasal 23 ayat 1.

"RAPBN harus jadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat, jadi sumber daya pengelolaan negara itu alokasinya, penggunaanya, harus kembali kepada masyarakatnya. Dan beberapa catatan kami di PKS disampaikan baik kami di Bidang Ekonomi dan Keuangan ataupun di Komisi XI Fraksi PKS itu sering sekali memberikan masukan-masukan terutama terkait utang negara," kata Anis.

Dia menambahakan, kita tidak bisa mengabaikan bahwa beban utang bertambah terus, dan ini artinya akan mempersempit ruang fiskal. Yang akhirnya karena harus menanggung beban utang maka akan mengurangi alokasi anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya pada tahun 2014 rasio beban bunga utang 11,6 persen dari penerimaan perpajakan atau 8,6 persen dari keseluruhan pendapatan negara, kemudian di 2021 rasio beban bunga utang sudah 25,2 persen dari pendapatan perpajakan atau 21 persen dari total pendapatan negara. "Besarnya 373,3 triliun, uang segini harus dialokasikan untuk pembayaran beban utang. Dan kemudian kita lihat target pertumbuhan ekonomi itu seringkali tidak tercapai," tambah Anis.

Kemudian, lanjut Anis, adanya defisit yang terus membengkak dan kemudian menjadi "ketergantungan" terhadap utang. Menurutnya, utang bukannya tidak boleh, tapi pengelolaannya harus dikelola dengan baik. Dan dia melihat pengelolaan utang negara tidak terlalu baik. Target rasio utang pemerintah pada 2022 sebesar 43,1 persen dari PDB. Dengan melihat terus naiknya rasio utang, menggambarkan bahwa kinerja Pemerintah dalam pengelolaan utang tidak efektif dan kurang inovatif.

"Jadi untuk membayar utang lama ditambah dengan rasio utang yang terus membengkak itu dengan mengambil utang baru. Harusnya kan penerimaannya yang ditambah bukan utangnya yang ditambah, kalau penerimaannya yang ditambah bukan saja untuk bayar utang tapi juga untuk mensejahterakan rakyat," ujar anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS itu.

Kemudian, masih kata Anis, bagaimana utang untuk generasi, ini juga sudah PKS beri masukan. Bahwa beban utang lanjutnya sampai generasi yang sangat jauh. Pemerintah Indonesia menerbitkan global born, besarnya 4,3 miliar USD dalam tiga bentuk surat berharga global, ada SBN (Surat Berharga Negara) yaitu CRI 030, CRI 1050 dan CRI 0470. "Nah yang ketiga ini RI 0470 tenornya 50 tahun. Jadi jatuh temponya nanti 15 Apri 2070, dan besarannya 1 Miliar USD dengan tingkat yield-nya itu 4,5 persen. Bayangkan nanti generasi anak cucu kita pada 2070 harus membayar jatuh tempo utang negara. Dan ini seri 50 tahun ini adalah global born yang pertama diterbitkan. Ini bukan prestasi sama sekali, kita tidak usah bangga bahwa ini berarti internasional percaya, tidak begitu. Tapi, siapa yang akan membayar pada 2070 nanti, mengingat fluktuatif seperti ini, kondisi yang dinamis, kasihan anak generasi kita harus membayar rasio beban utang selanjutnya. Dan 50 tahun ini adalah tenor terpanjang yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia," jelasnya.

Bahkan kalau kita lihat di Asia, tidak satupun negara di Asia yang masuk ke global born. Lamanya tenor hingga 50 tahun tentunya memiliki resiko tersendiri. Dan ini patut diketahui oleh masyarakat.

"Dan berdasarkan laporan BPK yang disampaikan pada rapat paripurna yang sempat menimbulkan kegaduhan, bahwa utang kita itu banyak sekali yang melampaui batas-batas yang normal. Misalnya rasio debt service terhadap penerimaan itu 46,77 persen ini kalau IMF rekomendasinya 25 sampai 35 persen, kita 46,77 persen jauh melampaui," ungkapnya.

Juga rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan ini 19,06 persen padahal IDR merekomendasikan 4,6 persen, sementara IMF merekomendasikan untuk rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan hanya 7 sampai dengan 10 persen.

Selain itu, masih kata Anis, rasio utang terhadap penerimaan ini sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 sampai 150 persen. Dan ini disampaikan secara terbuka dalam rapat resmi yang dihadiri oleh anggota DPR RI dalam rapat paripurna, sebagai satu warning bahwa pemerintah harus mengelola utangnya dengan baik.

"Saya ingin bandingkan dulu bunga utang yang kita bayar, jadi kenaikan rasio utang tadi adalah beban pembayaran bunga utang semakin tinggi. Jadi efek dari kenaikan rasio tadi yang sudah melampaui batas yang diterapkan tadi itu akan mengakibatkan beban pembayaran bunga utang semakin tinggi. Jadi kalau kita lihat output APBN 2021 ini total pembayaran bunga utang dalam dan luar negeri mencapai 366,2 triliun. Ini setara dengan anggaran perlindungan sosial (perlisos) 2022, jadi anggaaran perlisos 202 itu 333,0 triliun sedangkan pembayaran bunga utang itu 366, jadi lebih besar bayar bunga utang ketimbang perlindungan sosial. Padahal kita tahu angaran perlisos itu dibagi untuk seluruh rakyat Indonesia. Apalagi kalau kita bandingkan dengan alokasi anggaran kesehatan 2022. Di 2022 anggaran kesehatan sekitar 255,3 triliun sedangkan pembayaran bunga utang hampir dua kali lipatnya," tuturnya.

Lebih jauh Anis mengungkapkan, kalau dilihat lagi dari sisi kemiskinan dan pengangguran diketahui bahwa covid 19 memang meluluhlantakkan semua sektor termasuk ekonomi. Sebenarnya tidak bisa disalahkan murni pandeminya, menurut Anis, tetapi bagaimana mengantisipasi ketika covid itu berlangsung. "Inikan menentukan kebijakan selanjutnya, jadi sejauh mana kecepatan dan kesigapan pemerintah dalam menghandle covid 19 itu yang nantinya akan menjadikan ekonomi akan berjalan baik atau tidak. Di awal kita semua tahu di awal memang tidak bisa dihindari kemiskinan dan pengangguran melonjak sangat tinggi," imbuhnya.

"Kita melihat sekarang covid 19 sudah melandai, ya ini artinya ada harapan baru ekonomi akan bergerak kembali. Walaupun ada varian baru semoga Indonesia tidak sampai teralu parah terkena dampak seperti awal. Tapi ini tergantung memang sejauh mana kesigapan pemerintah dalam mengantisipasi sehingga tidak lagi bingung mana untuk kesehatan mana untuk ekonomi tapi bagaimana membuat prioritas-prioritas. Jadi catatan-catatan kita cukup banyak dan ini kita sampaikan secara resmi dan kami berikan masukan kepada Fraksi PKS DPR RI untuk disampaikan kepada Pemerintah," pungkasnya.