NEGOSIASI TARIF DAN KEDAULATAN EKONOMI

Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri DPP PKS, Handi Risza.
Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri DPP PKS, Handi Risza.

Oleh Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri DPP PKS, Handi Risza.

Ketika China memilih retaliasi atau kebijakan balasan sebagai bentuk respons terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap   negaranya, tentu bukan tanpa alasan. Xi Jinping sangat sadar dan memiliki kalkulasi yang sangat matang dalam menghadapi perang dagang tahap kedua dengan Pemerintahan Donald Trump. Selain melindungi kepentingan ekonomi negara yang besar, Xi Jinping juga menggunakan isu nasionalisme dengan menyerukan kepada rakyatnya agar menghadapi badai ini bersama-sama.

Xi Jinping sangat percaya diri, produk-produk buatan China akan terus mendominasi pasar Amerika Serikat (AS), khususnya di sektor elektronik dan teknologi, seperti: smart phone, laptop, Baterai Lithium-Ion, peralatan mekanis, furniture dan mainan anak-anak. Bahkan laporan terbaru dari Biro Sensus Amerika Serikat (United States Census Bureau), menunjukkan bahwa nilai impor barang dari China cukup tinggi dengan beberapa produk mencatat penjualan luar biasa sepanjang tahun 2024.

Total volume perdagangan AS pada tahun 2024 hanya mencapai US$5,3 triliun. Angka ini terdiri dari ekspor sebesar US$2 triliun dan impor sebesar US$3,26 triliun. Neraca perdagangan Amerika Serikat defisit di angka US$1,2 triliun. China adalah salah satu pernyumbang terbesar defisit neraca perdagangan AS yang tercatat pada 2024 lalu sebesar US$295,4 miliar. Dari angka tersebut, tercermin bagaimana tingkat ketergatungan Amerika Serikat terhadap produk China menjadi sangat tinggi.

Hal inilai yang kemudian membuat Donald Trump meradang, pada Hari Pembebasan (Liberation Day), Rabu, 2 April 2025, Trump mengeluarkan perintah eksekutif, kebijakan baru terkait bea masuk atau tarif impor universal sebesar 10% atas semua barang yang masuk ke Amerika Serikat. Kebijakan tarif ini kemudian memicu perang dagang sesi II antara Amerika Serikat dengan China. Trump kemudian mengenakan tarif untuk ekspor produk China ke Amerika Serikat sampai 245%, dan Beijing sudah membalas dengan tarif masuk 125% untuk produk impor dari Amerika.

Sampai pada titik ini, Xi Jinping tidak gentar dengan kebijakan tarif terbaru yang dikeluarkan oleh Trump tersebut. Dalam salah satu pidatonya Xi Jinping menunjukkan rasa percaya diri dan kekuatan ekonomi China. Ia mengandaikan ekonomi China sangat luas, seperti laut, bukan seperti secuil kolam. Kebijakan yang dirilis Trump mungkin bisa meriakkan air kolam, tetapi tidak akan mengganggu ketenangan laut. Pada kesempatan lain ia mengatakan, tarif dan perang dagang merusak hak dan kepentingan sah semua negara.

Keberhasilan China dalam membangun perekonomiannya hingga menjadi salah satu yang terbesar saat ini, tidak datang dengan tiba-tiba, tetapi butuh waktu yang cukup panjang, dipersiapkan dengan sangat matang. Den Xiaoping berhasil meletakkan dasar reformasi ekonomi China sangat kuat. Menggunakan kekuasaan Partai Komunis China untuk menjaga stabilitas politik, sembari mulai membuka akses perekonomiannya secara terbuka.

Deng Xiaoping terinspirasi untuk mereformasi total ekonomi China, setelah berkeliling ke bagian selatan negaranya saat ekonomi China lesu sekitar tahun 1980-an (Kery Brown, 2009). Hasilnya, China mengalami lompatan yang besar. Mereka mulai membuka tirai besi. Terjadi liberalisasi perekonomian dan upaya masuk dalam pasar bebas. Proses liberalisasi ekonomi tersebut kemudian menjadikan China menjadi kekuatan ekonomi dan perdagangan global hingga saat ini.

Negosiasi dan Menjaga Kedaulatan Ekonomi

Berbeda dengan China, Indonesia memilih jalan untuk melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat. Pilihan terhadap negosiasi haruslah bertujuan untuk menjaga kepentingan nasional Indonesia, terutama menyangkut kebijakan industri dalam negeri, akses pasar, dan peningkatan kemudahan berusaha. Selain itu, Indonesia juga harus memastikan perimbangan manfaat dari kerja sama perdagangan. Artinya setiap langkah negosiasi yang diambil haruslah didasari oleh saling menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution).

Dalam proses negosiasi tersebut, Pemerintah Amerika Serikat menyoroti beberapa hal yang dianggap merugikan kepentingan perdagangan mereka, diataranya: penggunaan sistem pembayaran domestik Indonesia seperti Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Kemudian regulasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan terkait dengan aturan sertifikasi halal yang mulai diberlakukan di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut dibangun dalam upaya untuk mempermudah sistim pembayaran, melindungi dunia usaha dan membangun kemandirian bangsa.

QRIS merupakan batu lompatan dalam sistem pembayaran digital di Indonesia, karena bisa memberikan kemudahan dan peningkatan dalam transaksi non-tunai. Bank Indonesia mendesai QRIS menjadi standar nasional untuk pembayaran berbasis QR Code yang memungkinkan interaksi antar berbagai sistem pembayaran digital. Perkembangan QRIS cukup pesat bahkan sudah bisa digunakan dilima negara ASEAN. kerja sama ini menjadi batu lompatan untuk membuka jalan bagi konektivitas pembayaran lintas batas yang lebih kuat dan maju.

Begitupula dengan GPN, dapat dianggap sebagai revolusi dalam sistem pembayaran di Indonesia. GPN bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan nasionalisme teknologi dalam transaksi pembayaran domestik. Dengan GPN, transaksi debit ritel domestik diproses melalui lembaga switching lokal dengan kepemilikan mayoritas nasional, mengurangi ketergantungan pada sistem pembayaran internasional yang selama ini telah banyak menggerogoti transaksi keuangan di dalam negeri.

Hadirnya QRIS dan GPN dalam sistim pembayaran nasional, bukan hanya sekedar tentang kemudahan bertransaksi yang dilakukan sehari-hari. Tetapi ini adalah langkah serius dan strategis menuju ketahanan dan kedaulatan ekonomi yang terintgerasi, untuk mengambil alih kendali atas arus uang, transaksi, data, dan masa depan sistim pembayaran nasional.

Begitupula dengan kebijakan penggunaan TKDN merupakan bagian penting dari upaya untuk mencapai kedaulatan ekonomi. TKDN bertujuan untuk meningkatkan penggunaan produk dan jasa lokal dalam berbagai sektor, termasuk pengadaan barang dan jasa pemerinta. Selain itu, TKDN yang progresif dapat meminimalisasi ketergantungan terhadap barang impor, memperkuat industri dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan kemandirian ekonomi negara.

Adapun sertifikasi halal yang mulai diberlakukan dapat dianggap sebagai bentuk kedaulatan ekonomi karena memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian, terutama bagi UMKM dan pelaku usaha di Indonesia. Sertifikasi halal mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan jumlah produsen dalam negeri yang bersertifikat halal, meningkatkan daya saing produk di pasar lokal maupun global, dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

Sebagai negara yang berdaulat, setiap langkah negosiasi yang dilakukan hendaknya juga memperhatikan aspek kedaulatan ekonomi yang sudah dengan susah payah dibangun selama ini. Indonesia harus memiliki kendali penuh atas perekonomiannya, sehingga dapat mengelola sumber daya dan kegiatan ekonomi untuk kepentingan nasionalnya, dan tidak tergantung pada pihak asing.