PKS Ungkap Fakta Mengerikan Sampah Plastik: 2,25 Juta Ton Bocor ke Laut!
Jakarta, 8 Juli 2025 — Ketua DPP PKS Bidang Energi, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim, Dr. Agus Ismail, menyampaikan keprihatinannya terhadap meningkatnya timbulan sampah plastik di Indonesia yang kini mencapai proporsi 19,74 persen dari total 34,2 juta ton timbulan sampah nasional pada tahun 2024.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, angka ini mengalami peningkatan 0,5 persen dari tahun sebelumnya—mencerminkan tren kenaikan timbulan plastik sekitar 0,1 juta ton per tahun.
“Peningkatan ini sebagian besar dipicu oleh lonjakan konsumsi plastik sekali pakai. Dampaknya tidak hanya terasa di daratan, tetapi juga telah membebani ekosistem perairan dan laut secara serius,” ujar Dr. Ismail.
Ia menambahkan bahwa kebocoran sampah plastik ke laut meningkat tajam, dari 1,13 juta ton pada 2019 menjadi 2,25 juta ton pada 2023.
Ironisnya, tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia masih berkisar di angka 10–15 persen, menandakan bahwa mayoritas sampah plastik belum dikelola secara optimal.
Padahal, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 2008 dan PP No. 81 Tahun 2012, produsen diwajibkan untuk bertanggung jawab atas produk pasca-konsumsinya melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR).
Sayangnya, menurut Dr. Ismail, implementasi prinsip ini di lapangan masih jauh dari memadai.
“Kesadaran masyarakat mulai tumbuh dengan penggunaan tumbler, tas kain, dan wadah pakai ulang. Tapi jika industri terus memproduksi plastik dalam jumlah besar tanpa kontrol yang ketat, upaya individu tidak akan cukup,” tegasnya.
Sebagai bentuk konkret regulasi, KLHK telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019 yang mewajibkan pelaku usaha menyusun peta jalan pengurangan sampah hingga 2029 dengan target 30 persen.
Namun, dalam kegiatan sertifikasi EPR Oktober 2024 lalu, baru 52 perusahaan yang memiliki peta jalan tersebutnmengindikasikan lemahnya pengawasan, monitoring, dan penegakan hukum.
Dr. Ismail menekankan bahwa jika pengelolaan sampah terutama plastik dilakukan secara terintegrasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, maka potensi ekonominya sangat besar.
“Sektor daur ulang plastik bisa menyumbang hingga Rp 19 triliun per tahun. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga peluang ekonomi nasional,” katanya.
Menanggapi situasi ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan perhatian serius dan berkomitmen untuk mendorong penyempurnaan regulasi EPR melalui peran fraksi PKS di DPR.
“Kami akan mendesak adanya klausul sanksi tegas bagi produsen yang lalai dalam kewajiban pengelolaan sampah pasca-konsumsi. Di saat yang sama, perlu diberikan insentif bagi industri yang aktif dalam praktik ekonomi sirkular,” tegasnya.
Sebagai partai dengan struktur hingga ke tingkat desa dan kelurahan, PKS siap menjadi pelopor gerakan nasional “Pengurangan Sampah Plastik” bekerja sama dengan produsen, komunitas lokal, dan startup daur ulang.
PKS juga menilai bahwa praktik-praktik terbaik dari negara lain perlu dijadikan acuan.
“Sistem Green Dot di Jerman, sanksi tinggi dan insentif di Korea Selatan, serta keterbukaan laporan tahunan EPR oleh Kementerian Lingkungan Hidup mereka adalah bentuk keseriusan yang patut ditiru,” tutup Dr. Ismail. (AryaJP)