PKS: Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tidak Baik

JAKARTA (18/4) -- Data dari World Development Indicators, World Bank menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia antara 2000-2019 yang hanya berkisar 5 persen masih tidak setinggi periode sebelum krisis 1997/98 yang mencapai 7 persen antara 1990-1997.

Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekuin, DPP Partai Keadilan Sejahtera, Farouk Abdullah Alwyni mengatakan, meskipun kualitas pertumbuhan ekonomi pada masa Orde Baru (ORBA) tidak lepas dari kritik khususnya terkait persoalan ketimpangan pendapatan, pada dasarnya dari sisi ini pertumbuhan di era reformasi juga tidak lebih baik, bahkan dindikasikan lebih buruk.

Sebelumnya World Bank (2016) juga pernah melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 2005-2015 hanya dinikmati oleh 20%, hal ini menunjukkan persoalan unequal growth, dimana pertumbuhan yang ada tidak bisa membawa kesejahteraan bagi mayoritas masyarakat.

Lebih lanjut Farouk menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Asian Productivity Organization [APO] Productivity Databook 2020 persoalan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dapat dilihat dari Total Factor Productivity (TFP) sebagai ukuran peran kapasitas teknologi dan kualitas institusi dalam pertumbuhan ekonomi yang justru berkontribusi negative (-10%) antara 2015-2018, bandingkan dengan Malaysia dan Korea yang masing-masing menacapai 20% dan 54% pada periode yang sama.

“Kualitas pertumbuhan yang tidak baik pada akhirnya juga berdampak terhadap keberlanjutan pertumbuhan ekonomi itu sendiri, yang diafirmasi oleh proyeksi komparatif IMF terakhir. Dimana terjadi stagnasi atas pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan ketika negara-negara didunia diprediksi akan mencapai pertumbuhan yang mencapai 6%,” imbuhnya, Kamis (15/4/2021)

Selain itu, Farouk menyatakan selama ini ada kecenderungan para pemegang otoritas negara selalu merasa tidak ada yang salah dari pembangunan ekonomi Indonesia, bahwa Indonesia berada dalam kondisi yang baik-baik saja. Sebenarnya pemikiran yang seperti ini menunjukkan pola fikir yang tidak mendalam dan hollow dalam melihat tantangan pertumbuhan dan pada akhirnya pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

“Momen seperti ini harus membuat segenap pemegang kebijakan menyadari bahwa diperlukan pembenahan struktural yang serius jika kita ingin memperbaiki kualitas dan merealisasikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (berkisar 7% keatas) dan mentransformasi Indonesia menjadi negara maju,” imbuh Farouk.