PKS Apresiasi Inisiasi 3,2 GW Proyek Kelistrikan, Dorong Pemerintah Fokus pada Realisasi EBT dan Evaluasi RUPTL
Jakarta, 28 Juni 2025 — Ketua DPP PKS Bidang Energi, Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Dr. Ismail, menyampaikan apresiasi terhadap langkah Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang meresmikan 26 proyek kelistrikan dengan total kapasitas 3,2 GW di 18 provinsi.
Menurut Ismail, langkah ini merupakan strategi besar dalam upaya pemerataan akses listrik nasional sekaligus menunjukkan komitmen kuat terhadap penguatan ketahanan energi nasional, terutama karena mayoritas proyek tersebut berbasis energi bersih.
Berdasarkan rilis resmi PLN, sekitar 89 persen dari proyek ini merupakan pembangkit energi bersih, seperti PLTA dan PLTS. Ini menunjukkan arah yang tepat menuju transisi energi,” ujar Ismail dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Pada hari yang sama, Menteri ESDM juga mengesahkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 GW. Dari total tersebut, 42,6 GW dialokasikan untuk energi baru terbarukan (EBT) dan 10,3 GW untuk sistem penyimpanan energi (storage), sehingga total bauran EBT dan storage mencapai 76 persen dari keseluruhan target.
Namun demikian, Ismail mengingatkan bahwa capaian ini harus diiringi dengan realisasi yang konsisten.
“Kita tentu menyambut baik target ambisius ini, namun harus diakui bahwa realisasi proyek EBT dalam RUPTL sebelumnya sangat lambat. Dari target 10 GW EBT pada RUPTL 2021–2030, realisasinya hingga 2025 hanya sekitar 1–1,5 GW,” ungkapnya.
Selain itu, Ismail mengkritisi keberadaan proyek PLTU batubara sebesar 2,8 GW dalam RUPTL yang baru, yang dinilai bertentangan dengan agenda dekarbonisasi. Ia juga menggarisbawahi risiko pasokan gas yang belum pasti untuk pembangkit berbasis gas sebesar 10,3 GW.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti hambatan administratif yang selama ini memperlambat pengembangan EBT, seperti proses lelang Power Purchase Agreement (PPA) yang lamban, persoalan pembebasan lahan, hingga belum siapnya infrastruktur transmisi.
“Jika tidak diantisipasi dengan baik, target 69,5 GW ini justru berisiko menciptakan oversupply listrik, seperti yang terjadi pada megaproyek 35 GW sebelumnya, karena pertumbuhan konsumsi tidak sejalan dengan proyeksi,” tegasnya.
PKS mendorong agar Pemerintah memperkuat sistem pemantauan dan evaluasi atas realisasi RUPTL, memangkas regulasi yang menghambat proyek EBT dan storage, serta membuka ruang partisipasi swasta melalui skema feed-in tariffs dan subsidi berkelanjutan.
“Jika langkah-langkah ini dilakukan dengan serius, RUPTL 2025–2034 akan menjadi instrumen strategis untuk mewujudkan kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan kita pada energi fosil,” pungkas Ismail. (Arya JP)