Penambahan Kewenangan Penindakan Hukum BPOM Dirumuskan dalam RUU
Jakarta (14/9) – Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat menjelaskan persoalan penambahan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dapat melakukan penindakan hukum, baru akan diagendakan di tahun 2017 dan 2018 dalam bentuk penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).
Hal itu sebagaimana disampaikan Adang di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Komisi IX bersama dengan BPOM di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/9).
“Wacana untuk menambah kewenangan BPOM itu dalam rangka perumusan di undang-undang. RUU nya belum ada. Kita ingin itu menjadi agenda di 2017 dan 2018,” jelas Adang.
Diketahui, selama ini payung hukum keberadaan BPOM hanya didasarkan pada Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), sebagaimana yang termaktub dalam pasal 67-69.
Oleh karena itu, BPOM dinilai perlu memiliki landasan hukum berupa undang-undang untuk mendapatkan kewenangan atributif, agar kewenangan dalam menjalankan tugas tidak lagi bersifat delegatif.
“BPOM itu selama ini memang memiliki kewenangan adanya Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Cuma dari sisi sampai punya kewenangan menersangkakan orang, kelihatannya itu masih ada di kewenangan polisi dan kejaksaan,” jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II ini.
Selain itu, keterbatasan PPNS selama ini dalam hal penyelidikan kasus obat dan vaksin palsu hanya bersifat administratif untuk menemukan fakta di lapangan. Kalau pun ditemukan adanya kasus untuk menetapkan tersangka, harus melalui kepolisian untuk menyidik atau kejaksaan untuk melakukan penuntutan.
“Bahkan, wewenang PPNS itu pun saat ini masih berupa mengusulkan kepada pemberi ijin dalam hal ini pemerintah daerah baik tingkat kabupaten maupun propinsi untuk mencabut izin perusahaan yang diduga melakukan kesalahan,” jelas Adang.