Pemerintah Diminta Stabilkan Harga Gabah Kering yang Terpuruk

Semarang (1/4) – Terpuruknya harga gabah kering di sejumlah daerah di Jawa Tengah dikeluhkan sejumlah kalangan. Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng, Ikhsan Mustofa meminta pemerintah untuk berperan dalam menstabilkan harga gabah kering. 

“Harga gabah kering yang hanya Rp 2600 per kilogram itu tidak dapat menutup total biaya pemeliharaan sawah yang di tanami padi, dan yang menjadi masalah adalah bahwa jatuhnya harga gabah pada masa panen ini bukan hanya terjadi sekali, akan tetapi terus berulang, sehingga perlu peran pemerintah dalam menstabilkan harga pada masa-masa tertentu,” jelasnya dalam keterangan pers di Semarang, Jumat (1/4/2016). 

Menurut Ikhsan, walaupun harga gabah kering panen (GKP) tersebut dilepas di mekanisme pasar, tapi harus ada kehadiran pemerintah untuk menjaga agar tidak ada ketidakadilan di pasar. 

“Misalnya bermainnya para pemodal besar yang bisa monopoli pasar, akibat yang dirasakan prosusen gabah dan komoditas lainnya adalah saat panen harganya menjadi rendah seperti saat ini pada musim tanam pertama dan kedua, padahal harga lain sedang  melambung tinggi,” ujar legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng ini. 

Sebagai informasi, harga jual terendah per bulan Maret mencapai Rp2.600 per kilogram di wilayah Tegal dan Demak. Selain itu, sejumlah daerah yang harga gabahnya merosot diantaranya di Kabupaten Blora, harga gabah kering mencapai Rp2.800 per kg, di Sragen, Rp3.200 per kg. 

Selain harga terendah di Tegal dan Demak, di banyak daerah lainnya di Jawa Tengah, juga masih terdapat gabah yang ditawarkan dengan harga Rp 3.300 per kg hingga Rp 3.600 per kg. Kisaran harga tersebut berada jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) GKP Rp3.700 per kg. 

Padahal, luasan areal panen padi di Jawa Tengah, terdata mencapai 148.000 hektar pada bulan Februari lalu dan ada tambahan 382.000 hektar lagi. Di Produktivitas areal tanaman padi di Jawa Tengah berkisar 5,9 ton hingga 6 ton gabah kering giling (GKG). 

”Sehingga, karena pemodal besar punya gudang penyimpanan yang memadai,  ya kehadiran pemerintah berupa pembatasan pemain besar dan tentunya  mengoptimalisasikan Badan Urusan Logistik,” pungkasnya.

Keterangan Foto:  Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng, Ikhsan Mustofa