Legislator PKS Apresiasi Masukan Persaudaraan Korban Napza Indonesia untuk Revisi UU Narkotika

Anggota Komisi III dari Fraksi PKS KomjenPol (Purn) Adang Daradjatun
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS KomjenPol (Purn) Adang Daradjatun

Jakarta (21/09) — Anggota Komisi III dari Fraksi PKS KomjenPol (Purn) Adang Daradjatun mengapresiasi masukan yang disuarakan oleh perwakilan dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI).

Hal ini berhubungan dengan upaya transformasi Undang-Undang Narkotika terhadap korban Napza di Indonesia. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar di Komisi III DPR RI tersebut, PKNI menyampaikan beberapa masukan terhadap revisi UU Narkotika.

PKNI menegaskan hal tersebut harus dilakukan melalui pendekatan HAM dan kesehatan masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (19/09/2022).

Menurut Adang Daradjatun, perspektif politik hukum kita ini sudah berubah, walaupun dilapangan masih dirasakan adanya kendala teknis.

“Undang-Undang yang nanti diberlakukan, akan lebih menekankan masukan-masukan dari masyarakat, termasuk teman-teman PKNI. Sebagai contoh pada RKUHP yang baru, masalah yang berhubungan dengan pemidanaan, khususnya pemenjaraan sudah mulai dikurangi dan digeser kepada pidana denda dan kerja sosial. Hal ini menggambarkan adanya perubahan-perubahan yang menerapkan paradigma restorative justice,” ujarnya.

PKNI, imbuhnya, merekomendasikan 6 (enam) hal terkait upaya transformasi dalam revisi UU Narkotika. Pertama, hentikan pemenjaraan yang tidak perlu.

“Kedua, pentingnya penerapan perspektif restorative justice. Ketiga, menerapkan perspektif gender dalam menjalankan de-kriminalisasi. Keempat, membuka luas akses pengobatan dan substitusi,” sebutnya.

Kelima, tambahnya, libatkan masyarakat secara penuh dan bermakna dalam upaya penanggulangan napza, kembangkan kebijakan dan program berdasarkan bukti ilmiah, bukan didasarkan pada perbedaan nilai dan prasangka.

Keenam, revisi UU narkotika seharusnya menjauhkan pengguna dari proses hukum karena kegagalan negara dalam mengontrol peredaran gelap narkotika.

“Dari rekomendasi yang telah disampaikan, kita dapat menggarisbawahi butir kelima tentang perlunya bukti ilmiah. Hal yang menarik dilapangan terdapat Team Asesmen Terpadu (TAT) yang cukup banyak masalah dan perlu dibenahi. Siapa saja yang terlibat dalam tim ini harus profesional dan berintegritas. Harapannya TAT ini merupakan sebuah badan yang ditunjuk sehingga mempunyai kewenangan strategis dalam menentukan apakah pelaku Napza dapat direhabilitasi atau bahkan dinyatakan sebagai bandar dan perlu dipidana.” Ungkap mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini.

Saat ini, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sedang dalam proses revisi dan menyerap aspirasi masyarakat. Melalui RDPU ini, selain 6 (enam) poin yang disampaikan, PKNI juga berharap kepada Komisi III DPR RI untuk dapat menangani permasalahan yang ada, seperti adanya pasal karet yang memberatkan.

Selain itu, penangangan rehabilitasi bagi kesehatan korban Napza juga harus diperhatikan, sehingga UU Narkotika yang baru dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien tanpa merugikan siapapun.