Ketua DPP PKS: Rasio Pajak Melempem, Utang Kian Menumpuk
Jakarta - Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati mencermati rendahnya rasio pajak Indonesia atas Pendapatan Rasio Bruto (PDB).
"Selama hampir 10 tahun pemerintahan yang dipimpin oleh presiden Jokowi, rasio pajak kita tidak pernah mencapai level 11 persen," katanya di Jakarta (25/3/2024).
Menurut anggota Komisi XI DPR RI ini, rasio pajak yang rendah menjadikan Indonesia di negara kawasan sebagai negara pengumpul pajak terlemah. Menurut data OECD, rasio pajak Vietnam mencapai 22,7% disusul kemudian Filipina 17,8%, Thailand (16,5%), Singapura (12,8%), dan Malaysia (11,4%).
"Bahkan Bank Dunia pernah menyebut rasio pajak Indonesia merupakan yang paling rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya," ujarnya.
Buruknya rasio pajak membuat utang Indonesia kian melonjak. Menurut Politisi Perempuan PKS ini, konsekuensi penerimaan pajak yang rendah adalah semakin bertambahnya utang untuk membiayai pembangunan.
"Dari tahun ke tahun, utang Indonesia nyaris selalu lebih besar dari pembayaran utang sehingga jumlahnya kian menumpuk," katanya.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini menyebut rasio utang Indonesia seringkali disebut aman karena masih di bawah 30% dari PDB.
"Pernyataan ini mesti disampaikan secara kritis, karena besarnya utang harus dikaitkan pula dengan kemampuan perolehan pendapatan. Logika sederhananya, meski utang relatif tidak besar tetapi bila tingkat pendapatan atau kemampuan membayar rendah tentu saja sangat mengkhawatirkan," ujarnya.
Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menekannya agar pemerintahan yang akan datang mampu memperbaiki rasio pajak yang stagnan tersebut.
"Syaratnya pemerintahan nanti harus tetap menjaga daya beli masyarakat, karena penerimaan PPN menyumbang porsi terbesar pajak, sebanyak 22,7%, selain itu kepatuhan pajak PPh badan harus ditingkatkan, pembenahan SDM perpajakan, dan pejabat publik yang bersih dari penghindaran pajak atau kepemilikan perusahaan di negara suaka pajak," ungkapnya.