Ini 6 Rekomendasi Komisi II atas Masalah Sengketa Tanah
JAKARTA (17/4) – Komisi II DPR RI bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) bersepakat membentuk UU Pertanahan dan menyelesaikannya pada tahun 2015. Hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Saduddin usai Rapat Kerja dengan Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ferry Mursyidan Baldan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/4).
“Komisi II dengan pemerintah sepakat untuk membentuk UU Pertanahan dan menyelesaikannya pada tahun 2015. Kami optimis pembahasan RUU Pertanahan akan selesai tahun ini karena prosesnya sudah setengah jalan, tinggal meneruskan saja. RUU Pertanahan merupakan PR Komisi II di periode sebelumnya dan tahapannya saat ini adalah melanjutkan yang sudah dikerjakan sebelumnya,” katanya.
Selain menargetkan UU Pertanahan selesai tahun 2015, pertemuan yang membahas permasalahan sengketa tanah di dalam kawasan hutan tersebut juga menghasilkan 5 kesimpulan lain. Kesimpulan-kesimpulan tersebut merupakan rekomendasi bersama untuk mengatasi persoalan pertanahan.
“Komisi II menekankan perlunya implementasi, koordinasi, serta petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Sehingga penyelesaian sengketa tanah dan konflik pertanahan tidak merugikan masyarakat dengan tetap mengedepankan hak kepemilikan rakyat atas tanah,” ungkap Saduddin.
Poin selanjutnya, Komisi II mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan peraturan pelaksanaan 9 urusan pertanahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Saduddin mengatakan juklak dan juknis yang terkait dengan 9 kewenangan pemerintah daerah atas pertanahan sebagaimana tertuang dalam UU Pemda hingga kini belum ada.
"Dalam pasal 14 ayat 1 huruf k UU No.32/2004 dinyatakan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemkab dan Pemkot meliputi pelayanan pertanahan. Tapi sampai saat ini tidak ada aturan yang menjabarkan kewenangan tersebut," ujarnya.
Selain itu, lanjut Saduddin, Komisi II juga meminta kepada Kementerian ATR, Kemendagri, dan KLH, agar segera melakukan sinkronisasi terkait Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
“DPR mendorong Kementerian ATR untuk melaksanakan penataan politik hukum pertanahan khsususnya tentang hak komunal untuk melindungi masyarakat. Selain itu juga menerbitkan regulasi tentang Reforma Agraria, tidak hanya untuk masyarakat pedesaan tapi juga untuk masyarakat perkotaan, terutama kaum miskin kota,” jelasnya.
Sedangkan poin terakhir, Komisi II meminta kepada Kementerian ATR untuk lebih memaksimalkan peran mediasi penyelesaian konflik sehingga penanganan penyelesaian konflik pertanahan dapat segera diselesaikan.