DPR Kritik Penghapusan Penerbangan Murah

JAKARTA (7/1) — Komisi V DPR RI mengkritik kebijakan Menteri Perhubungan (Menhub) yang menghapuskan penerbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC).  Pasalnya, standar keselamatan dan keamanan penerbangan harus dipenuhi oleh semua maskapai yang melakukan operasi di Indonesia, termasuk LCC. Tanpa itu, izin sebagai operator angkutan udara tidak bisa didapat.

“Untuk bisa mendapatkan izin operasional sebagai angkutan udara niaga terjadwal, maskapai harus memenuhi berbagai persyaratan tentang keselamatan dan keamanan terbang, termasuk membuat manajemen keselamatan penerbangan. Mereka juga harus patuh pada semua aturan yang berlaku. Tanpa itu, mereka tidak bisa dapat izin. Jika sudah dapat izin operasional, otomatis persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan itu sudah dipenuhi. Jadi, jangan benturkan LCC dengan keselamatan penerbangan,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia.

Menurut Yudi, berdasarkan pasal 126-127 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pengaturan tarif oleh Pemerintah hanya untuk tarif ekonomi dan non-ekonomi. Untuk tarif ekonomi, Pemerintah menetapkan batas atas tarif yang dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan. Sementara untuk batas bawah, tidak diatur dalam Undang-Undang (UU).

Guna meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan, langkah yang diambil Pemerintah seharusnya membenahi berbagai persoalan yang sebenarnya berawal dari ketidaktegasan regulator, termasuk memperketat pengawasan dan pengendalian penerbangan.

“Program keselamatan penerbangan sudah ada. Sistem manajemen keselamatan dan SOP (Standard Operating Procedure) penerbangan di setiap maskapai juga sudah ada. Sekarang tinggal bagaimana aturan itu dilaksanakan dengan baik. Itulah tugas yang mendesak dilakukan Kemenhub. Bukan menghapus LCC nya. Tarif murah itu juga membantu konsumen dan juga hak maskapai. Yang tidak boleh adalah menetapkan tarif di atas batas atas,” kata Yudi.

Di sisi lain, kata Yudi, perbedaan LCC dengan maskapai yang memberlakukan full service hanya pada snack, fasilitas terminal di bandara, dan fasilitas di pesawat. Umumnya, LCC tidak memberikan snack dan fasilitas lain selama perjalanan dan fasilitas terminal yang kurang nyaman. Sementara untuk maskapai yang memberikan full service seperti Garuda Indonesia, umumnya memberikan layanan yang lebih prima untuk kenyamanan penumpang, baik di terminal maupun di pesawat.

“Tarif di maskapai yang menerapkan LCC juga tidak semuanya murah karena mereka menerapkan subsidi silang. Hanya beberapa seat saja yang murah, sisanya sesuai aturan. Itu kan hanya trik bisnis untuk menarik konsumen. Nyatanya, susah juga mendapatkan tiket dengan tarif murah. Apalagi saat peak season, seperti libur bersama hari raya dan tahun baru,” kata Yudi.

Seperti diketahui hampir 60% maskapai yang melayani rute domestik di Indonesia merupakan LCC, termasuk AirAsia, Lion Air, Sriwijaya, dan Citilink. Sementara sisanya menerapakan sistem full service untuk penumpangnya.

Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI