Distribusi APD Terkendala Birokrasi, Netty: Pemerintah Harus Perbaiki Sistem

Jakarta (24/4) -- Anggota Komisi IX Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Netty Prasetiyani menyesalkan lambatnya distribusi APD dari pemerintah pusat kepada tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 di berbagai daerah. Kekesalan ini bertambah setelah mendengar keluhan yang sama dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Pemerintah seperti terus bermain dengan masalah. Sebelumnya rakyat menggugat pemerintah karena tidak menyiapkan APD bagi tenaga kesehatan dengan dalih stok dan anggaran tidak ada. Sekarang anggaran sudah diturunkan dan APD sudah ada, malah lambat dalam distribusinya. Apa pemerintah tidak kasihan kepada tenaga kesehatan yang harus berjibaku menangani pasien Covid-19? Karena menunggu APD yang tak kunjung datang," imbuh Netty.

Pihak IDI mendapatkan aspirasi dari para dokter di berbagai daerah bahwa distribusi APD masih terhambat salah satunya dikarenakan persoalan birokrasi. Sehingga, dokter di RS meminta bantuan APD kepada IDI. Kemudian IDI melaporkan kondisi tersebut kepada BNPB selaku gugus nasional Covid-19.

“Di era revolusi 4.0 harusnya berimbas pada mental dan manajemen pengelolaan pemerintahan yang semakin baik (good governance), bukan terpenjara dengan alur birokrasi yang usang. Di masa bencana ini, cepat dan tepat itu harus menjadi tagline bagi gugus tugas covid-19 baik pusat maupun daerah. Potong alur birokrasi yang memperlama rantai distribusi. Jika cara kemarin gagal, segera evauasi dan perbaiki, jangan malu," sambung politisi PKS ini.

Gugus tugas nasional covid-19 melaporkan sampai saat ini sudah menyalurkan sebanyak 871.150 APD ke berbagai daerah. Proses distribusinya dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dikirim oleh pesawat milik TNI untuk wilayah perbatasan dan sulit akses transportasi. Kedua, gugus tugas daerah selain perbatasan mengambil bantuan secara mandiri, yaitu dengan mengirimkan perwakilannya ke Jakarta untuk mengambil lalu kemudian mendistribusikannya.

“Gugus tugas pasti punya data berapa rumah sakit yang sedang menangani pasien terkonfirmasi maupun PDP, baik di zona merah maupun tidak. Selain itu, data yang didapat seharusnya lengkap seperti kondisi terkini, RS yang terlibat, puskesmas yang tersedia, termasuk kebutuhan APD tiap RS dan puskesmas. Sehingga gugus tugas dapat langsung mengirimkan kebutuhan lapangan terutama ke RS dan laboratorium yang menjadi rujukan utama covid-19 berdasarkan prioritas. Gugus tugas daerah tinggal mendistribusikan ke RS dan puskesmas lainnya. Saya mendapatkan keluhan dari tenaga kesehatan di puskesmas di Wakatobi Sulawesi tenggara, mereka baru menerima 1 APD saja. Padahal mereka bertugas juga mendeteksi penumpang kapal yang baru tiba dari zona merah," ucap Netty miris.

Sampai saat ini, pemerintah belum mengumumkan kebutuhan APD dalam penanganan Covid-19 ini. Adapun ketersediaan dokter, website Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyertakan jumlah dokter di Indonesia ada sebanyak 175.138 orang. Berapa sebenarnya kebutuhan APD di Indonesia?

“Kita asumsikan jumlah penduduk sebenarnya yang terinfeksi sejumlah 644.524 kasus (2.396 kasus per 1 juta populasi). Namun dari jumlah itu yang membutuhkan perawatan hanya 2,3 persen saja atau 14.824 pasien. Penanganan tiap pasien membutuhkan sampai 10 APD setiap hari. Maka kebutuhan APD-nya sejumlah 140.824 per hari atau 4.224.720 per bulan. Jika ditambah petugas lainnya di RS dan Puskesmas, tentu semakin banyak kebutuhannya. Belum lagi dengan fenomena Orang Tanpa Gejala (OTG) dan pasien berbohong, hal ini berimbas pada kemungkinan tenaga kesehatan tertular semakin besar. Maka, kebutuhan APD menjadi penting di semua sektor layanan kesehatan," jelas Netty.

Legislator PKS dari Jabar VIII ini mengakhiri dan menjelaskan bahwa, “Tolong pemerintah segera penuhi kebutuhan APD dalam negeri yang sangat tinggi. Juga sederhanakan rantai distribusinya, dengan penggunaan data dan teknologi yang benar. Pemerintah pusat dan daerah pasti bisa memahami urgensinya dan tidak lagi terjadi saling tuduh akibat lambatnya birokrasi kita," tutupnya.