Cerita di Balik Pemenang Lomba Foto Gebyar UMKM: Dari Sampah Menjadi Berkah

Cerita di Balik Foto Juara 1 Lomba Foto UMKM BPJE PKS 2021

Ditangan Maisir (42), pelepah pisang alias debog yang biasanya hanya menjadi sampah naik kelas dan bernilai jual. Dari sekedar dibuang atau dijual tiga ribu rupiah perkilo, diolahnya menjadi kerajinan yang bernilai puluhan ribu sampai ratusan ribu. Ya, ratusan ribu bahkan hingga jutaan rupiah. Kisah sukses ini diangkat dan diceritakan oleh Miladya Rahmawati dalam foto-foto yang membawanya sebagai juara 1 lomba foto UMKM oleh Bidang Pemberdayaan Jaringan Usaha dan Ekonomi (BPJE) DPP PKS awal Januari lalu.

Tak hanya menarik dari sisi fotografi, kisah Maisir dalam mengembangkan usahanya sebagai pengrajin debog juga inspiratif. Berawal dari keputusasaan karena bisnis media yang dirintisnya tidak jalan. Semula, ia bekerja di Jakarta sebagai desainer grafis di perusahaan advertising. Ia memutuskan kembali ke Bojonegoro membawa tabungan puluhan juta, laptop, kamera dan handycam dengan harapan meneruskan pekerjaannya di Jakarta namun dengan status business owner .

Berselang dua tahun, bisnisnya masih jalan di tempat. Bahkan alat-alat yang dimiliki satu persatu terjual untuk kebutuhan sehari-hari. Uang tabungan pun tersisa hanya enam puluh ribu rupiah. Maisir memutar otak, bisnis apa yang bisa dilakukan dengan modal terbatas. Hingga jatuhlah pilihan pada pelepah pisang. Selain karena gratis, pengrajin debog bisa dikatakan belum ada saat itu.

Modal cupret yang terdiri dari 20 ribu satu lembar, 5 ribuan enam lembar dan sisanya 2 ribuan itu dibelikan bahan baku berupa lem kayu, lem G dan kertas karton sebagai alat dan bahan penunjang pembuatan kerajinan. Sedangkan debog pisangnya Maisir mengambil dari kebun dan sebagian minta ke tetangga. Siapa sangka, debog pisang itu bila dijadikan tas bisa laku 75 ribu rupiah, satu siluet foto bisa 750 ribu rupiah. Dan, bila sedang ramai pesanan, satu hari bisa menegerjakan sampai sepuluh pigora siluet foto.

Maisir memberi nama kelompok pengrajinnya Balen Team Creative (BTC). Balen adalah nama desa tempat tinggal dan usahanya. Setelah jangkauan marketnya lebih luas, dirubah menjadi Bojonegoro Team Creative. Kesuksesan BTC bermula ketika order besar pertama dari kota Tuban yaitu tempat tisu sejumlah 100 unit. Ingin mendapatkan keberkahan dari usahanya, suami dari Siti Nurjanah ini melibatkan difabel sebagai pekerja untuk merampungkan order tersebut. Meski lebih repot karena rekan difabel tidak bisa datang ke workshopnya, Maisir tak enggan. Ia rela datang ke rumah para difabel dan mengajari satu persatu. Setelah produknya jadi, Maisir mengambil ke rumah difabel.

Buah dari ketelatenannya mengajari difabel adalah keberkahan. Para difabel itu, meskipun ada yang mengerjakan sambil tiduran, sehari bisa menghasilkan 15 produk. Padahal orang normal saja tidak sampai.

“Saya sendiri hanya 10 produk perhari,” jelasnya sambil senyum dan geleng kepala.

Mengembangkan bisnis ini tidak mudah. Ayah dari dua anak ini ditertawakan, bahkan ada yang bilang gila karena berharap sukses dari sampah. Meskipun demikian, Maisir tidak surut semangat malah semakin kuat tekadnya.

“Ternyata saya memang gila dan harus gila bener. Gila dalam semangat memperjuangkan karya, sampai sukses,” tegasnya.

Di masa Pandemi ini tim BTC tinggal 12 orang, separuhnya difabel. Kunjungan dari sekolah-sekolah untuk pelajaran di luar sekolah juga berhenti. Menanggapi hal ini, Maisir dan tim BTC tetap bersyukur.

“Allah SWT baik sekali, telah menemukan kami dengan debog pisang. Berapapun jumlah anggota tim, dan kondisi keuangan dalam masa pandemi ini tetap kami syukuri,” pungkas Maisir.

MasyaAllah, debog pisang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya dan keluarga, namun juga berkah untuk banyak orang. Semoga terwujud cita-cita Maisir menjadikan Bojonegoro makin moncer dengan karya-karya debog pisangnya.