Benahi Moral, Bukan Mural

Banyak yang berpendapat bahwa politik itu adalah seni. Katanya politik itu seni berbagai kemungkinan (politics is art of possible). Kita boleh setuju atau tidak. Tapi kita patut prihatin. Jika politik adalah sebuah seni, seharusnya memiliki sikap dan perilaku positif terhadap seni. Memberikan apresiasi dan mengembangkannya. Bukan justru memberangus karya seni.

Kita menjadi terkaget-kaget ketika ada kreasi seni bernama mural yang dipersoalkan. Sempat dicari-cari pembuatnya. Hendak diperkarakan. Hingga akhirnya diurungkan. Entah Mengapa? Begitu jika kita meminjam judul lagu Iwan Fals. Ya, entah mengapa potret demokrasi kita berubah menjadi buram seperti ini?

Politik menjadi begitu menyeramkan. Sangat menegangkan. Menebar ketakutan dan meneror kecemasan. Mengapa kita tak bisa bersikap relaks? Mengapa kita tak mau merespons santai sebuah karya seni? Merenunglah sejenak. Berpikir dalam-dalam. Cermati baik-baik mural tersebut. Dan tak perlu emosi. Bukankah menjadi pemimpin harus siap dikritik? Bukankah menjadi pemimpin harus bertelinga tebal? Bukankah menjadi pemimpin harus anti baper? 

Banyak hal di negeri ini yang lebih layak mendapat perhatian dibandingkan mengurusi mural. Utamanya soal moral. Kalau mau jujur, kita ini mengalami kemunduran moral. Dari moral politik, moral sosial, moral ekonomi, moral hukum hingga moral agama. Hampir di semua sektor kita mengalami kemunduran moral.

Moral Politik. Lihat bagaimana perilaku politik kita hari-hari ini. Semakin jauh dari nilai-nilai ideal. Banyak kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat. Undang-undang dibuat untuk kepentingan segelintir orang. Pancasila dijadikan instrumen kekuasaan dan memecah belah anak bangsa. Abuse of Power sering kita lihat. Pengemudi menjalankan mobil kekuasaan secara ugal-ugalan. 

Moral Sosial. Kita menyaksikan bagaimana korupsi paling tragis terjadi. Di tengah Pandemi Covid-19, kian banyak saja koruptor tertangkap. Bahkan, yang membuat kita terpaksa menghela nafas panjang, bantuan sosial (bansos) untuk rakyat yang sedang kesusahan pun dikorupsi. 

Moral Ekonomi. Kita mengalami resesi ekonomi, meski katanya sudah membaik. Tapi lihat bagaimana ribuan rumah makan gulung tikar? Dengarkan bagaimana UMKM menjerit? Jutaan karyawan di-PHK. Sementara itu, utang negeri ini terus membengkak.

Moral Hukum. Tak sulit bagi kita menyaksikan fenomena hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Orang kritis dan baik dipenjara. Koruptor mendapatkan keringanan hukuman. Semua serba terbalik. 

Moral Agama. Kini, semakin mudah kita mendengar penistaan terhadap agama dan tokoh agama. Islam dan Nabi Muhammad SAW dihina. Tanpa takut. Diumbar ke media sosial. 

Laju negeri ini tak tentu arah dan kian membahayakan. Berhentilah sejenak. Jangan terus melaju, apalagi dengan mengurusi soal mural. Lebih baik benahi moral agar rakyat selamat.

Ahmad Syaikhu