6 Kritik PKS di Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf

Jakarta, IDN Times - Masa jabatan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin hari ini, Kamis (20/10/2022) masuk tahun ketiga. Jokowi dan Ma'ruf Amin dilantik MPR pada Minggu (20/10/2019) sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024.

Pada tahun ketiga masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan enam kritik.

"Pertama, masalah demokrasi yang semakin mundur. Indeks demokrasi kita semakin menurun. Bahkan banyak ilmuwan politik di luar negeri menyebut demokrasi di Indonesia sudah mengalami regresi alih-alih konsolidasi," ujar Juru Bicara PKS M Kholid kepada IDN Times, Rabu (19/10/2022).

1. PKS: Pemberantasan korupsi mengalami kemunduran

Kedua, PKS menyoroti adanya kemunduran pemberantasan korupsi. Hal yang paling terlihat, kata Kholid, adanya revisi Undang-Undang KPK hingga tes wawasan kebangsaan (TWK) alih stasus ASN KPK.

"Revisi UU KPK, TWK KPK menunjukkan bahwa agenda pemberantasan korupsi menjadi kehilangan arah. Banyak diskon hukuman atas tindak pidana korupsi menciderai rasa keadilan," ucap dia.

2. Kualitas legislasi buruk

Ketiga, pemerintah Jokowi-Ma'ruf harus melakukan penegakan hukum dan perlindungan HAM. Dia mencontohkan terkait kasus pembunuhan Brigadir yang didalangi Ferdy Sambo.

"Kasus KM50, Sambo, judi online, TM, dan tragedi kanjuruhan betapa pentingnya reformasi polri sebagai tulang punggung penegakan hukum," ucap dia.

Keempat, PKS menilai kualitas legislasi di masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf buruk.

"Mulai Perpu COVID, UU Omnibus Law, UU IKN, UU Minerba, UU HKPD, UU Perpajakan dan lain-lain, tampak pemerintah terburu-buru dan sangat dominan dalam proses legislasi, membajak kekuatas legislatif. Sehingga banyak produknya yang akhirnya digugat di MK," kata dia.

3. PKS kritik lambatnya recovery akibat pandemik COVID-19

Kelima, PKS mengkritik pemerintah yang lambah melakukan recovery ekonomi usai pandemik COVID-19 melandai. Selain itu, PKS juga mengkritik peningkatan inflasi, penanganan harga kebutuhan barang pokok hingga naiknya harga BBM.

"Keenam, disharmoni sosial pasca pilpres masih belum membaik. Pembelahan sosial juga masih terjadi karena narasi sentimen kelompok yang digaungkan oleh para buzzer," imbuhnya.