40 Persen Bibit Pangan Indonesia Masih Impor
JAKARTA (28/4) – Kebutuhan benih baik produk pangan maupun hortikultura yang dihasilkan industri benih dalam negeri hingga saat ini masih belum memenuhi kebutuhan petani, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, petani mengandalkan industri benih luar negeri. Demikian dikatakan Andi Akmal Pasluddin, anggota komisi IV DPR RI.
Andi Akmal menjelaskan, industri benih lokal, terutama untuk benih tanaman pangan dan hortikultura, baru memenuhi kebutuhan petani sebesar 60 persen. Sedangkan 40 persen masih mengandalkan benih impor atau benih yang di produksi oleh perusahaan asing. Bahkan menurut informasi dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang diterimanya, implementasi benih nasional, 70% kesertaan modalnya dari asing, sedangkan 30% dimodali lokal.
“Dominasi modal asing dalam industri benih nasional menunjukkan kewajaran bila hingga saat ini, industrialisasi benih nasional masih tertinggal dibanding negara lain,” ungkap Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 setelah perubahan, alokasi benih tanaman pangan mendapat porsi 750 miliar rupiah untuk keperluan tanam pada 1 juta Ha lahan. Sebelumnya, petani mendapat subsidi untuk benih sebesar 0,9 triliun rupiah untuk mendukung swasembada pangan. Sedangkan untuk kebutuhan ideal apabila Indonesia terbebas dari ketergantungan benih impor, untuk hortikultura saja diperlukan tambahan 2,5 triliun rupiah. Itu belum tanaman pangan yang jumlahnya bisa lebih besar.
“Kami meminta kepada pemerintah, selain hilirisasi industri pertanian, industri hulu seperti penguatan benih baik secara kualitas maupun jumlah dapat diperkokoh demi pertanian masa depan,” pinta Andi Akmal.
Pada suatu kesempatan diskusi teknologi dan energi di Banten pada April lalu, Presiden Jokowi telah mengakui, bahwa ada kesenjangan pada penerapan hasil riset teknologi benih pada implementasi lapangan skala besar. Hasil benih di tanam pada lahan skala kecil, sangat berbeda hasilnya hingga 40 persen jatuh dari harapan. Padi yang diharapkan bisa mencapai 9 ton per Ha, kenyataannya malah 5 ton. Ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi benih masih lemah di lapangan.
Pada bidang hortikultura, tambah Andi Akmal, Indonesia memiliki buah-buah dan umbi-umbian yang tidak dimiliki oleh negara lain. Ini merupakan potensi unggul yang tidak dapat dikalahkan negara luar karena mereka tidak memiliki produk ini seperti sirsak, nangka, manggis, salak, jahe, dan lainnya. Jika pemerintah mau, memajukan industri benih ini akan mampu membesarkan pertanian nasional hingga dapat mengembalikan bangsa ini setara dengan Thailand dan Vietnam.
“Kami mengingatkan pada pemerintah, pendapatan perkapita bangsa ini pernah lebih tinggi dari negara-negara asia seperti Taiwan, Malaysia, Filipina dan negara-negara Asia lainnya. Namun saat ini, kita sangat jauh tertinggal sehingga perlu keseriusan bersama untuk membangun negeri. Stagnasi perekonomian 12 tahun pasca reformasi (tahun 2000-2012), dimana sektor manufaktur menurun dan sektor jasa tidak berkembang membuat beban yang dipikul sektor pertanian sangat berat. Oleh karena itu, kami meminta kepada pemerintah untuk memperkuat sektor industrialisasi pertanian termasuk industri benih di dalamnya,” pungkas Andi Akmal Pasluddin.