Wakil Ketua FPKS Minta Pemerintah Segera Berlakukan Larangan Ekspor Gas

Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, meminta Pemerintah membuat target penerapan larangan ekspor gas yang sebelumnya diusulkan. Target ini perlu dibuat segera sebagai upaya nyata Pemerintah mengamankan persediaan gas dalam negeri pada saat permintaan meningkat. Mulyanto minta rencana larangan ekspor gas jangan sekedar wacana dan omong-omong belaka.

Mulyanto menyebut Pemerintah harus punya rencana kerja yang terukur terkait pengelolaan gas nasional. Mengingat tren kesenjangan permintaan (demand) dan persediaan (suplai) gas nasional terus membesar. Bahkan riset Wood Mackenzie memperkirakan Indonesia akan menjadi nett importir gas bumi di tahun 2040.

“Saya rasa itu adalah warning sehingga kita perlu berhati-hati mengingat demand gas kita terus meningkat, sementara supply-nya relatif tetap karena belum ada eksploitasi ladang gas baru. Untuk itu Pemerintah harus segera bertindak untuk merealisasikan larangan ekspor gas ini. Termasuk juga perlu dievaluasi kontrak-kontrak gas jangka panjang,” kata Mulyanto.

Wakil Ketua FPKS DPR RI itu menjelaskan kebijakan energi nasional menetapkan gas tidak termasuk sebagai komoditas ekspor melainkan untuk menunjang pembangunan nasional.

“Karena itu prioritas pemanfaatan adalah untuk keperluan domestik bukan untuk ekspor mengejar devisa. Apalagi saat ini Indonesia tengah berusaha Net Zero Emission (NZE), di mana di dalam masa transisi energi ini, gas sebagai sumber energi bersih untuk kepentingan domestik, menjadi sangat strategis,” ujarnya.

Untuk itu, imbuh Mulyanto, pembangunan infrastruktur gas untuk memperlancar penyerapan domestik menjadi vital.

“Pemerintah harus terus-menerus mendorong investasi dan membangun infrastruktur dan iklim yang kondusif bagi pengelolaan gas nasional. Jangan sampai muncul kasus-kasus seperti hengkangnya investar gas, karena ketidakpastian hukum di Indonesia. Apalagi di era senjakala industri migas, dimana terjadi kompetisi yang sangat ketat antara investasi di sektor migas dengan sektor EBT,” kata Mulyanto.

“Sebenarnya, cadangan gas kita masih sangat besar, baik di Masela, IDD, Warin, Andaman, Natuna, dll. Sebagian terhambat dieksploitasi karena persoalan-persoalan ketidakpastian investasi tersebut,” lanjutnya.

Karena itu Mulyanto berharap UU Migas segera direvisi untuk membangun iklim yang kondusif bagi investor dan sekaligus menguntungkan masyarakat.