UU Penyiaran Digugat ke MK, FPKS: Solusinya Percepat Revisi UU Penyiaran

Jakarta -- Beberapa stasiun televisi swasta mengajukan gugatan UU RI No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi, karena tidak mengatur siaran lewat internet.

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengaku dirinya sejak dulu mengkhawatirkan tidak diaturnya siaran di internet sehingga siaran dari televisi analog terancam ditinggalkan.

Ia menyebut solusinya adalah mempercepat revisi UU Penyiaran agar bisa secara adil mengatur masa depan dunia penyiaran.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan bahwa Komisi I periode 2014-2019 lalu sudah mempercepat dan menyelesaikan pembahasan draft Revisi UU Penyiaran selama 2 tahun. Spirit utama dari revisi tersebut adalah pengaturan penyiaran digital lewat media internet.

"Saya sangat mendukung kemajuan teknologi digital ini, termasuk di dunia penyiaran. Makanya saya sangat mendorong revisi UU penyiaran selesai dengan cepat saat itu supaya siaran-siaran di internet bisa tunduk kepada UU Penyiaran," ujar Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/5/2020).

Tapi faktanya, lanjut Sukamta, revisi UU Penyiaran waktu itu macet saat pembahasan di Baleg. "Teman-teman dari kalangan televisi swasta masih cukup kekeuh mempertahankan model penyiaran menggunakan multimux, sementara Komisi I sudah bulat untuk memilih single mux. Imbasnya ya akan semakin liarnya siaran-siaran di internet, seperti yang dikhawatirkan oleh teman-teman kita dari RCTI dan I-news sekarang ini," ungkap dia.

Anggota Panja RUU Penyiaran ini melanjutkan pengaturan penyiaran digital tidak bisa dilakukan secara parsial hanya dengan mengubah satu atau beberapa pasal saja lewat Putusan MK supaya UU Penyiaran mencakup penyiaran internet, karena pengaturannya harus mengubah banyak pasal.

"Misalnya, bagaimana soal migrasinya, bagaimana soal penyiarannya single atau multi mux, siapa yang menyelenggarakannya, bagaimana dengan kewenangan KPI dan seterusnya," terang wakil dari DI Yogyakarta ini.

Sukamta menegaskan aturan penyiaran digital yang parsial justru membahayakan. Sehingga diperlukan revisi UU Penyiaran yang komprehensif.

"Namun, apapun hasil putusan MK nanti, yang penting saya berharap dunia penyiaran ini betul-betul dapat mewujudkan tujuan penyiaran membangun bangsa Indonesia yang beradab. Kan bagaimana wajah generasi penerus bangsa dan peradaban Indonesia masa depan bisa kita lihat dari siaran apa yang laku ditonton generasi muda saat ini. The best way to predict the future is to create it," ujar wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.