Salim Segaf, Sayyid dan Masjid Kauman
Jelang waktu Zhuhur. Ketua Majelis Syuro PKS Dr Salim Segaf Al Jufri singgah di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta. Memasuki gerbang masjid, Salim mengamati seksama desain Masjid Gede Kauman dari luar dan di serambi.
"Desainnya sama dengan yang di Solo," kata Salim merujuk Masjid keraton di kota kelahirannya, Surakarta.
Memasuki serambi, mata Salim tertuju ke ukiran di dinding. Dinding antara ruang shalat dan serambi depan. Ukirannya aksara Arab dan huruf Jawa.
Salim fasih membaca ukiran yang beraksara Arab. Maklum, dia menghabiskan waktu belajar dari sarjana hingga doktor di Universitas Madinah.
"Masjid ini dibangun di Syahrul akhir tahun 1118 Hijriyah," ucapnya sembari membaca prasasti.
Salim lantas disambut Ketua Takmir Masjid Gede Kauman Azman Latief. Azman menerangkan, setiap ada pembangunan atau renovasi, biasanya dibuatkan prasasti sebagai penanda. Seperti prasasti di sisi utara masjid yang menerangkan renovasi masjid usai diguncang gempa pada tahun 1865.
Meski mengalami perbaikan karena gempa, struktur dan bahan masjid masih asli. Sudah lebih dari tiga abad usianya dan semakin kukuh. Salim pun mengagumi ide desain antara keraton, alun-alun dan masjid.
"Ini desainnya luar biasa. Ada keraton, alun-alun dan masjid gedhe. Ini jadi desain baku di Tanah Jawa. Maknanya kalau jamaahnya banyak bisa ratusan ribu bisa ditampung di alun-alun. Saya ke beberapa negara tidak ada yang memiliki konsep seperti ini," ucap Salim.
Salim pun mengungkapkan peran keraton Yogyakarta sebagai pelindung agama dan dakwah Islam. Gelar sultan Yogyakarta adalah Sayidin Panatagama Kalifatullah.
Salim tertarik dengan gelar Sayyid. Sebagai seorang Habaib, Salim menyebut Sayyid erat hubungannya dengan keturunan Rasulullah SAW.
Bisa jadi, papar Salim, ada garis keturunan dari keraton Yogyakarta sampai hingga Rasulullah. "Membuktikan itu ga sulit, kalau seseorang punya data ayahnya ke atas sampai lima silsilah di atasnya nanti bisa nyambung, tidak bisa dikarang," papar cucu pahlawan nasional Sayyid Idrus bin Salim Al Jufri ini.
Keberadaan prasasti ukuran di Masjid Gedhe Kauman juga menguatkan keyakinan Salim jika Sultan Keraton Yogyakarta memiliki mufti atau penasihat agama yang kepasitas bahasa Arabnya sangat fasih dan mumpuni.
"Bahasa yang dipakai di prasasti ini sangat indah, bukan bahasa Arab dengan feel bahasa Indonesia. Artinya ditulis oleh orang yang bisa jadi belajar langsung di Makkah dan Madinah. Artinya sejak berdirinya keraton Yogya, Sultan didampingi oleh ahli agama yang sangat alim," ungkap Salim.
Keberadaan ahli agama di Masjid Gedhe Kauman diamini oleh Azman. Serambi masjid dulu digunakan sebagai Mahkamah Alkabirah atau Mahkamah Agung yang berlandaskan syariat Islam. Namun, sejak era Pangeran Diponegoro aktivitas pengadilan syariah di Masjid Gedhe Kauman dilarang.