PKS: Wabah PMK Ada karena Kecerobohan Pemerintah Sejak 2016
JAKARTA -- Wabah PMK sebagai penyakit yang menyerang mulut dan kuku pada hewan ruminansia besar sapi terus menjangkiti ternak lokal dan perusahaan penggemukan. Kondisi ini tentu membuat khawatir peternak kecil menjelang Idul Adha karena harga sapi akan terpengaruh serta keamanan pangan daging sapinya.
"Kondisi PMK harus dilihat dari sudut pandang kepentingan peternak secara utuh, mandat UU peternakan kita ada lubang yang belum berpihak kepada peternak kecil. Apa lubangnya? Ternak yang terkena PMK belum bisa diganti oleh pemerintah. Kalaupun bisa harus ditetapkan sebagai pandemi, dan saat ini belum perlu dinyatakan pandemi. UU No 18 tahun 2009 sebaiknya direvisi untuk membantu peternak kita," papar Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan, Riyono dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).
Sejak 1990 Indonesia sebenarnya sudah dinyatakan bebas PMK oleh OIE (Office International Des Pizooties) atau Organisasi Kesehatan Hewan Internasional tanpa ada vaksinasi. Namun bencana hadir saat pemerintah mengeluarkan PP no 4 tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Hewan dalam Hal Tertentu yang berasal dari Negara atau zona Dalam suatu negara asal Pemasukan.
"Terbitnya PP no 4 tahun 2016 ini menjadi bencana awal munculnya pandemi, kenapa? Modal PP ini akhirnya pemerintah melakukan impor daging kerbau dari India dan daging sapi dari Brazil yang belum bebas PMK," papar Riyono.
Alasan harga yang murah dan kebutuhan tinggi dalam negeri membuat pemerintah abai terhadap pengawasan dan potensi adanya PMK. Bisa dibandingkan daging sapi impor dari India jenis Tenderloin Has harga 112.000/kg dan harga pasaran diatas 130.000/kg.
Saat ini wabah PMK sudah banyak merugikan petani dan peternak yang hanya punya 1 atau 2 ekor ternak sebagai "rojo koyo" atau tabungan untuk pendidikam anak - anak mereka.
"Kalau nanti peternak kecil sapinya mati siapa yang mau tanggungjawab? Ya harusnya negara hadir memberikan harapan kepada mereka," tutup Riyono.