PKS: Food Estate Jelas Potensi Kegagalannya, Kenapa Diteruskan?

SEMARANG - Ketua DPP PKS Bidang Petani dan Nelayan Riyono mengkritik wacana program Food Estate Presiden Joko Widodo yang terkesan dipaksanakan diteruskan. Kritik Riyono ini didasari kegagalan program cetak sawah pada periode pertama Presiden Jokowi memimpin.

Wacana cetak sawah baru seluas 600.000 Ha oleh pemerintah dan BUMN membuat PKS bertanya - tanya. Potensi kegagalan tinggi dan biaya sangat besar. Catatan PKS pada periode pertama Jokowi membuat program cetak sawah baru dengan luasan 1 Juta Hektar dengan biaya hampir 6 T gagal dilaksanakan. Hanya terealisasi 500.000 Ha.

Perlu diketahui rencana anggaran biaya (RAB) konstruksi cetak sawah pada 2016 bagi 138 kabupaten sebesar Rp 16 juta per hektare, serta khusus untuk daerah Maluku dan Papua sebesar Rp 19 juta per hektare.

"Buat apa cetak 600.000 Ha sawah baru? selain membutuhkan biaya rata - rata di luar Jawa 17 Juta per Ha sehingga minimal butuh 10 T lebih. Terus 500 ribu Ha yang sudah dicetak sekarang gimana? berpotensi gagal seperti era pertama Jokowi memimpin," tambah Riyono

Mandat kepada Prabowo oleh Jokowi untuk membuka lahan 30.000 Ha di Kalteng dengan pengajuan anggaran 68 T untuk tanaman singkong sangat rawan dan resiko kegagalan tinggi.

"Cetak sawah 600.000 saja oleh BUMN belum jelas, ini mau buat lagi disaat negara mengalami defisit anggaran" kata Riyono.

Belum lagi dampak deforestasi yang akan semakin memperparah kondisi lingkungan hidup di kawasan food estate, belum tentu berhasil sediakan pangan tapi kerusakan lingkungan sudah pasti.

"Kalau akademisi juga menilai food estate tanpa kaidah ilmiah yang kuat kenapa Presiden meneruskan program ini? Kegagalan sudah jelas di depan mata. Kenapa diteruskan?" tanya Riyono.

Riyono menyebut wabah Covid-19 memang mengharuskan kita siap semua dalam segala aspek. Pangan adalah krusial dan wajib dipenuhi oleh negara sebab pangan adalah hak asasi manusia.

Hal itu, papar Riyono, adalah mandat World Conference PBB 1993 yang harus dilaksanakan oleh semua negara di dunia. Ada tiga kewajiban negara soal panga; memenuhi, melindungi dan menghormati.

"Indonesia sedang defisit pangan, ini harus dicarikan jalan keluar yang tepat agar kebijakan yang dibuat oleh Presiden tidak menambah krisis multidimensi di era pandemi ini," kata Riyono.

PKS menawarkan agar Presiden fokus kepada ketahanan pangan berbasis potensi lokal. Menghormati pangan lokal bisa jadi solusi. Keanekaragaman pangan lokal sangat mampu menjadi solusi atas kebutuhan pangan di daerah.

"Jangan diartikan selalu bahwa pangan itu hanya beras, ini harus diinstal ulang ke seluruh rakyat bahwa pangan lokal saat ini sangat penting bagi ketahanan pangan di tengah situasi pandemi korona. Ada 30 jenis pangan lokal penghasil karbohidrat selain beras," ungkap Riyono.

"Daripada membuat program cetak sawah baru dengan istilah Food Estate yang terbukti gagal, lebih baik perkuat pangan lokal yang beraneka ragam dan sudah dimiliki oleh masing - masing daerah dan dana 10 T bisa menambah program recovery pasca covid 19," tambah Riyono