Pidato Kebangsaan Presiden PKS Dalam Rangka Memperingati 50 Tahun CSIS Indonesia

Assalamu’alaikum Wr Wb

Salam sejahtera bagi kita semua

 

Yang sama-sama kita hormati,

  • Bapak Harry Tjan Silalahi, Pendiri dan Ketua Dewan Pembina CSIS
  • Bapak Jusuf Wanandi, Pendiri dan Wakil Ketua Dewan Pembina CSIS
  • Bapak Djisman Simanjuntak, Ketua Yayasan CSIS
  • Bapak J Kristiadi, Sekretaris Yayasan CSIS
  • Bapak Philips Vermonte, Direktur Eksekutif CSIS
  • Bapak Rizal Sukma, Senioar Research Fellow, Mantan Dubes RI untuk Inggris Raya
  • Bapak Arya Fernandes, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial, CSIS
  • Para peneliti dan Cendekiawan di CSIS yang menyaksikan acara ini
  • Seluruh Masyarakat yang menyaksikan acara ini secara virtual di seluruh Indonesia

Pertama-tama marilah kita ucapkan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan rahmat-Nya, kita diberi kesempatan untuk bisa hadir dalam acara memperingati 50 Tahun CSIS Indonesia. Selamat Ulang Tahun yang ke-50 CSIS. Semoga CSIS menjadi lembaga pemikiran strategis (Think Tank) yang semakin kritis, kreatif dan inovatif serta terus berkiprah memberikan sumbangsih pemikiran dan pengetahuannya untuk kemajuan bangsa Indonesia kita tercinta.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, seorang pemimpin yang beakhlaq mulia, berbudi luhur, pemimpin yang adil, berintegritas, cerdas dan visioner.  Seorang pemimpin peradaban yang setiap kata dan perbuatannya adalah kebenaran yang patut dicontoh oleh umat manusia sepanjang zaman. Semoga kita dapat meneladani kepribadian dan kepemimpinan beliau dalam berbagai sektor pengabdian dan perjuangan.

Kami merasa terhormat mendapat undangan dari CSIS untuk hadir menyampaikan “Pidato Kebangsaan’ dalam acara 50 tahun CSIS Indonesia. Atas nama keluarga besar Partai Keadilan Sejahtera kami mengucapkan terimakasih atas undangan tersebut. Semoga acara seperti ini bisa menghidupkan kembali tradisi intelektualitas dalam hiruk-pikuk panggung politik nasional. Panggung politik memang seharusnya dipenuhi dengan adu gagasan dan kontestasi pemikiran. Demokrasi membutuhkan rasionalitas argumen bukan absurditas sentimen. Demokrasi membutuhkan tukar tambah pemikiran dan pengetahuan bukan hanya tukar tambah kekuasaan.

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,

Hari-hari ini setiap bangsa di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang ditempa ujian dan tantangan yang sangat berat menghadapi krisis Pandemi COVID-19. Setiap bangsa sedang menulis cerita mereka masing-masing. Sebagai bangsa, apakah cerita yang ingin kita tuliskan untuk masa depan Indonesia? Sebagai bangsa, apa cerita yang ingin kita dongengkan untuk generasi anak cucu kita?

2 Maret tahun 2020, Wabah Pandemi COVID-19 menghampiri bumi pertiwi. Saat itu, kita menyaksikan hanya 2 kasus positif ditemukan. Namun setelah 1,5 tahun berlalu, kasus positif di tanah air telah mencapai lebih dari 3,9 juta kasus dan lebih dari 122 ribu jiwa meninggal dunia. Pada pertengah Juli-Agustus 2021, Indonesia mencatat kasus kematian harian yang sangat tinggi, bahkan merupakan tingkat kematian harian tertinggi di dunia selama beberapa pekan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat, ada lebih dari 900 ulama dan kiyai yang meninggal akibat terpapar COVID-19 selama pandemi. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mengabarkan bahwa lebih dari 1.800 tenaga kesehatan kita wafat setelah berjibaku berjuang di garis depan penanganan pandemi. Menurut Lapor COVID-19, tingginya angka kematian ini telah menyebabkan lebih dari 50 ribu anak-anak kita menjadi yatim dan piatu. Mereka kehilangan orang tua mereka di saat usia mereka masih anak-anak.

Semua fakta ini adalah fakta yang sangat memprihatinkan bagi kita semua sebagai bangsa. Luka ini adalah luka kita bersama, luka Indonesia. Data dan angka ini bukan sekedar angka statistik semata. Sebagian dari mereka adalah keluarga kita, saudara-saudara kita, kawan kerabat kita, guru-guru kita, orang-orang yang kita cintai, sayangi dan hormati. Mari kita doakan bersama agar mereka yang telah pergi diterima di tempat terbaik oleh Tuhan YME dan keluarga yang ditinggalkan memperoleh kesabaran. Amin.

Bapak-Ibu, Hadirin, Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,

Dunia saat ini dalam proses transisi besar. Setiap negara sedang menentukan nasib dan takdirnya masing-masing. Krisis menampilkan dua wajah sekaligus. Wajah pertama adalah ancaman. Dan wajah kedua adalah peluang. Semua itu tergantung kepada cara pandang sebuah bangsa dalam menghadapi krisis. Sebagai bangsa yang percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, kita dituntun oleh Allah SWT bahwa bersama kesulitan, ada kemudahan. Sungguh, bersama kesulitan selalu ada kemudahan.

Tentu saja mengubah krisis menjadi sebuah peluang tidak mudah seperti membalikan telapak tangan. Kita tidak boleh hanya dengan berpangku tangan tetapi harus berjuang, mulai dari diri kita masing-masing. “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Arra’du: 11).

Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa bangsa yang berhasil melalui krisis dan bangkit menjadi bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki visi kepemimpinan nasional yang kokoh. Sang Pemimpin membawa bangsanya dengan penuh percaya diri melewati lembah krisis untuk menuju puncak kejayaan bangsa.

Kita sangat bersyukur, para pendiri Bangsa Indonesia telah meletakkan visi kepemimpinan nasional yang kokoh yang termaktub dalam lima sila dalam PANCASILA. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa. Kita harus menjadikan visi kepemimpinan nasional berbasiskan Pancasila sebagai moral compass dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang melilit bangsa.

Bapak-Ibu, Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Izinkan saya mengulas satu per satu visi kepemimpinan nasional yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa ini dalam kelima Pancasila.

PERTAMA, VISI KETUHANAN. Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa yang religius, yakni bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan. Bangsa yang senantiasa menempatkan agama dalam tempat yang mulia. Agama bukan hanya urusan ritual semata, agama menjadi aspirasi sekaligus inspirasi dalam merumuskan kebijakan publik yang maslahat dan beradab.

Indonesia bukan negara sekuler yang meyakini bahwa agama dan negara harus terpisah tidak boleh hidup bersama, tidak boleh berjalan beriringan dan harus dijauhkan satu sama lain. Indonesia juga bukan negara komunis yang bertekad menghapuskan peran agama dalam membangun bangsa dan negara.

Indonesia adalah negara yang dibangun berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila, yang meletakan agama pada tempat yang terhormat, sebagai landasan moral dan etika dalam membangun kemajuan bangsa.

Agama adalah modal sosial bangsa yang mampu menjadi sumber perekat kebangsaan bukan sumber konflik dan perpecahan. Tugas pemimpin adalah menjadikan agama sebagai wahana pemersatu bangsa. Tugas pemimpin adalah menjadikan agama sebagai sumber inspirasi kemajuan bangsa.

Oleh karena itu, jika ada kebijakan yang berusaha memarginalkan atau bahkan bercita-cita untuk menghilangkan peran agama dalam proses pembangunan di negeri ini, maka itu adalah tindakan yang mengkhianati perjuangan pendiri bangsa dan mengabaikan VISI KETUHANAN. Tindakan itu harus dikoreksi dan diluruskan kembali!

VISI KETUHANAN adalah bukti nyata bahwa kepemimpinan bangsa harus dimulai dengan semangat menghormati dan memuliakan ajaran dan nilai-nilai agama.

Ir. Soekarno, Dr. Hatta, M. Natsir, Haji Agus Salim, Panglima Besar Jenderal Sudirman, KH. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Maramis dan para pendiri bangsa lainnya menyadari bahwa amanah kepemimpinan tidak hanya berdimensi duniawi semata tetapi juga berdimensi ukhrowi. Kepemimpinan tidak hanya membangun kemajuan fisik berdimensi material tetapi juga membangun jiwa yang berdimensi spiritual-transendental. Pembangunan sebuah bangsa harus mampu menciptakan kemajuan peradaban material sekaligus peradaban spiritual, seperti petunjuk Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Baldatun Thayyibatun Warabun Ghafur”.  Hal itu juga tercermin dari lagu kebangsaan “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya!”

Bapak-Ibu, Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

KEDUA, VISI KEMANUSIAAN. Tanggungjawab negara adalah memanusiakan manusia, menjaga harga diri dan martabat manusia, melindungi hak-hak asasi manusia dan memajukan kualitas Sumber Daya Manusia. Indonesia bukan negara kapitalis-liberal yang meletakkan kepentingan pertumbuhan ekonomi lebih utama di atas nilai-nilai kemanusiaan. Indonesia bukan pula negara totalitarian melampaui batas kewenangannya merampas hak-hak kemanusiaan dari rakyatnya demi terciptanya stabilitas politik dan keamanan.

Tujuan sejati pembangunan nasional adalah membangun MANUSIA INDONESIA bukan sekedar membangun DI WILAYAH INDONESIA. Membangun Indonesia bukan sekedar membangun jalan tol, gedung, bandara dan pelabuhan. Pembangunan tidak bisa direduksi menjadi pembangunan fisik infrastruktur semata. Justru yang paling utama adalah membangun kualitas dan kapasitas manusianya. Pembangunan infrastruktur hanyalah menopang pembangunan sumber daya manusia.

Sebagai bangsa, kita harus mengubah paradigma pembangunan dari pembangunan berorientasi ekonomi menjadi menjadi pembangunan berorientasi manusia, from economic development to human development. Perekonomian nasional akan tumbuh lebih tinggi jika Indonesia mampu menciptakan SDM-SDM yang unggul dan berdaya saing global.

BAPPENAS Tahun 2016 memproyeksikan bahwa Indonesia pada 2045 akan berhasil menjadi negara berpendapatan tinggi dengan pendapatan per kapita mencapai 23.000 USD. Tentu kita menyambut baik proyeksi yang optimis ini. Kita bersama-sama mengharapkan agar Indonesia bangkit menjadi negara maju yang sejahtera. Namun demikian, ada bebeberapa permasalahan struktural yang menghinggapi ekonomi Indonesia. Permasalahan struktural ini menjadikan Indonesia rentan masuk dalam jebakan negara berpendapatan menengah atau Middle Income Trap yakni negara yang tidak mampu tumbuh lebih tinggi lagi karena ada permasalahan struktural yang menghalanginya. Dan permasalahan struktural yang utama di Indonesia adalah tentang kualitas dan kapasitas Sumber Daya Manusia.

Ada banyak permasalahan mendasar yang dihadapi sektor SDM kita, khususnya sektor kesehatan dan pendidikan kita. Dari sisi kesehatan, Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah. Angka kematian Ibu dan bayi di Indonesia masih tertinggi ke-3 di Asia Tenggara. Dalam laporan Bank Dunia (2017), dalam sehari ada empat ibu di Indonesia yang meninggal karena melahirkan anak. Angka kematian ibu mencapai 305 kematian setiap 1000 kelahiran hidup. Sedangkan kematian anak mencapai 24 kematian setiap 1000 anak lahir (SKDI, 2017). 

Dari sisi kualitas kesehatan anak, Indonesia juga menghadapi permasalahan STUNTING, yakni anak yang gagal tumbuh dengan baik. Ini merupakan ancaman yang sangat nyata bagi masa depan kualitas SDM Indonesia. Menurut Riskesdas 2018, prevalensi stunting balita Indonesia mencapai angka 30,8%. Artinya, 1 dari 3 anak yang lahir di Indonesia mengalami STUNTING atau gagal tumbuh.

Dampak STUNTING bagi pembangunan nasional jangka panjang sangat besar. Secara ekonomi, dampak STUNTING akan menurunkan Pertumbuhan Ekonomi hingga 3%, dengan kerugian ekonomi mencapai 300 triliun, pendapatan per kapita turun 22%, dan IQ anak turun menjadi 11 poin. Anak-anak STUNTING dalam jangka panjang akan memiliki risiko meninggal 4 kali lipat lebih besar dibandingkan anak-anak yang normal.

Dari aspek pendidikan, permasalahan yang muncul tidak kalah menantang. Hingga saat ini, rata-rata tahun sekolah anak-anak Indonesia hanya mencapai 8,4 tahun dari target 12 tahun wajib belajar yang dicanangkan. Hal ini menyebabkan pasar tenaga kerja di Indonesia mayoritas berpendidikan tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Hasil Uji PISA 2018 menunjukkan kualitas pendidikan anak-anak kita menghadapi permasalahan yang krusial. Dari 78 negara yang disurvey, Indonesia menduduki peringkat ke 70. Artinya kualitas pendidikan Indonesia di tingkat dasar, dari sisi literasi, numerasi dan logika termasuk rendah dibanding negara-negara lainnya.

Menyikapi hal tersebut, perlu ada upaya reformasi kebijakan pendidikan secara integratif. Terlebih ketika kita menghadapi Pandemi. Hasil penelitian menunjukkan, dampak pandemi kepada kerugian pembelajaran diproyeksi menurunkan kemampuan belajar 12 tahun menjadi 7 tahun.  Transformasi sistem pendidikan mendesak untuk dilakukan. Di era pandemi, perlu ada upaya-upaya transformatif dari pendidikan konvensional menuju pendidikan hybrid yakni pendidikan yang mengintegrasikan teknoligi digital dan konvensional secara terpadu.

Permasalahan pembangunan kualitas dan kapasitas SDM ini sangat krusial untuk kita tangani bersama. Generasi anak-anak kita akan menjadi LOST GENERATION, generasi yang hilang jika tidak ada intervensi yang kuat dari negara.

Indonesia sebagai negara yang menikmati bonus demografi pada periode 2020-2035 harus mampu mengambil momentum tersebut sebaik mungkin. Indonesia harus bergerak cepat dan masif mengoptimalkan jendela kesempatan (window of opportunity) dari berlimpahnya penduduk produktif kita. Dalam konteks inilah, negara harus hadir melakukan terobosan dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia baik dari sisi kesehatan dan pendidikan. Konstitusi mengamanatkan 20% APBN untuk dana pendidikan dan 5% untuk sektor kesehatan. Artinya secara kuantitas dana harusnya dana untuk sektor pendidikan dan kesehatan mencukupi. Letak permasalahannya adalah dalam tata kelola (governance) dan kualitas belanja (quality of spending) dari program yang dijalankan. 

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Ketiga, VISI KEBANGSAAN. Kepemimpinan nasional harus berakar kepada VISI KEBANGSAAN yang sama: satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia. Visi kepemimpinan harus mempersatukan dan mempersaudarakan, bukan memecah belah apalagi mengadu domba.

Di tangan pemimpin yang memiliki VISI KEBANGSAAN, Pancasila akan menjadi energi besar yang menyatukan seluruh komponen bangsa. Sebaliknya, di tangan pemimpin yang buta VISI KEBANGSAAN, maka Pancasila akan dijadikan alat kekuasaan untuk mengadu domba sesama anak bangsa dan digunakan untuk memberangus kelompok-kelompok yang dianggap berbeda pandangan dan mengancam hegemoni kekuasaan. 

Di tengah situasi nasional yang begitu berat seperti saat ini, bangsa ini membutuhkan kepemimpinan nasional yang mampu membangun rasa persatuan, rasa kebersamaan, rasa persaudaraan yang mampu menciptakan rasa senasib dan sepenanggungan yang saling membantu dan saling menguatkan satu dengan yang lainnya.

Bangsa ini membutuhkan kolaborasi bukan segregasi apalagi polarisasi. Jangan sekali-kali membenturkan identitas sesama anak bangsa demi meraih kepentingan kekuasaan. Atas nama Pancasila, ada unsur-unsur kekuasaan yang menstigma anak bangsa lainnya sebagai kelompok radikal dan anti NKRI. Tindakan-tindakan adu domba dan pemecah belah bangsa ini adalah tindakan yang jelas tidak Pancasilais dan tidak nasionalis.

Akhir-akhir ini kita merasakan ada rasa persatuan dan persaudaraan kita yang mulai terusik. Ada upaya yang mencoba membenturkan antara Islam dengan Pancasila dan NKRI. Ada sebagian kelompok yang mencoba melakukan stigma kepada umat islam bahwa dengan menjadi seorang muslim yang taat maka seolah-olah tidak bisa menjadi seorang Pancasilais sekaligus Nasionalis sejati.

Perlu kita tegaskan disini bahwa Islam, Pancasila dan NKRI adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Barangsiapa yang membenturkan antara Islam, Pancasila, NKRI, maka dia dengan sengaja memunggungi takdir sejarah terbentuknya Republik Indonesia.

Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Sang Guru Bangsa pernah mengatakan, “Islam tidak pernah menghalang-halangi lahirnya nasionalisme. Justru Islam-lah yang menumbuhkembangkan nasionalisme di Indonesia.”

Presiden Soekarno pernah mengatakan, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah!” Dan sejarah mencatat bahwa gerakan nasionalisme lahir di Indonesia dimulai dari gerakan Sarikat Islam yang digagas oleh HOS Tjokroaminoto tahun 1905. Kita menyaksikan bagaimana Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH. Ahmad Dahlan tahun 1912 dan Nahdatul Ulama oleh KH. Hasyim Asy’ari tahun 1926. Dua organisasi Islam ini telah berjuang membangun ekonomi, kesehatan, pendidikan, budaya masyarakat bahkan sebelum bangsa Indonesia lahir.

Resolusi Jihad tahun 1945 adalah monumen perjuangan kemerdekaan para santri melawan imperialisme dan kolonialisme. NKRI adalah buah karya dari perjuangan Mosi Integral Mohamad Natsir tahun 1950 yang berhasil membubarkan Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karena itu, mari kita akhiri klaim-klaim sepihak “Saya Pancasila, Kami Pancasila”.  Tindakan klaim-klaim sepihak tersebut akan melukai dan membenturkan identitas sesama anak bangsa. Kita harus sama-sama mengumandangkan “KITA PANCASILA”

Bagi PKS, Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika adalah konsensus bangsa yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Tugas kita saat ini adalah merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila itu kita amalkan bukan kita perdebatkan.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

KEEMPAT, VISI KERAKYATAN. Indonesia dibangun dengan semangat gotong royong oleh para Pendiri Bangsa. Mereka mewariskan apa yang kita kenal dengan konsep demokrasi permusyawaratan dan perwakilan. Itulah VISI KERAKYATAN.

Hari-hari ini kita menyaksikan bahwa demokrasi kita mengalami kemunduran dan keluar dari fitrahnya. Setelah lebih dari dua dekade pasca reformasi, Indonesia belum mampu melakukan konsolidasi demokrasi. 23 tahun reformasi berjalan, sudah 5 kali pemilu dan 4 kali pemilihan Presiden secara langsung, tanda-tanda konsolidasi demokrasi belum berjalan sesuai dengan harapan. Indonesia masih terjebak kepada demokrasi prosedural tetapi belum naik kelas menjadi demokrasi substansial. Bahkan di periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, arah demokrasi mengalami kemunduran. Demokrasi menjadi lebih buruk dibandingkan periode kepemimpinan sebelumnya. Para ilmuwan politik menilai bahwa Pemerintahan Joko Widodo melakukan putar haluan dari model demokrasi prosedural ke arah otoritarianisme.

Beberapa tahun terakhir kita menyaksikan demokrasi di Indonesia perlahan-lahan memutar haluannya ke arah jalan otoritarianisme. The Economist Intelligence Unit melaporkan indeks demokrasi terus merosot selama 14 tahun terakhir, kebebasan sipil merosot, budaya politik terpuruk, politik uang marak terjadi. Akhir-akhir ini kita menyaksikan penyalahgunaan kekuasaan serta praktik korupsi semakin memburuk.

Ditengah pandemi, Penguasa justru semakin menunjukkan sikap represif dalam merumuskan kebijakan publik. Suara dan kehendak rakyat tidak dihiraukan. Penguasa memilih tutup mata dan telinga dari suara hati nurani rakyatnya. Dalam menangani Pandemi, pemerintah justru fokus memulihkan ekonomi. Pemerintah terbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, pemerintah mendesak disahkan UU Cipta Kerja. Atas nama kehendak rakyat, demokrasi dan rasa keadilan, PKS menolak kedua UU tersebut.

Permasalahan demokrasi di Indonesia bukan hanya secara substansial. Dalam sisi prosedural, demokrasi di Indonesia demokrasi berbiaya mahal dan mengalami pembajakan oligarki. Indonesia masuk dalam jebakan oligarki yang mengendalikan kekuatan politik di Indonesia. Hegemoni oligarki yang menguasa kapital ini menyebabkan politik Indonesia tersandera sehingga kualitas kebijakan publik tidak berorientasi kepada kepentingan publik tetapi berorientasi kepada kepentingan oligarki dan pemilik modal.

Salah satu faktor penting adalah terkait reformasi pembiayaan partai politik dan kompetisi politik. Reformasi pembiayaan politik harus berangkat dari kesadaran bahwa semakin murah dan terjangkau pembiayaan partai politik dan kontestasi politik maka akan semakin baik hasil pemilu dan pemilihan presiden. Karena partai dan politisi dapat berjuang secara mandiri dan merdeka tanpa ada ketergantungan terhadap oligarki dan pemilik modal. 

Adanya wacana penambahan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode membuat masa depan demokrasi kita akan semakin terpuruk. UUD NRI 1945 pasal 7 telah tegas mengatur jabatan Presiden hanya dua periode. Pentingnya pembatasan jabatan Presiden adalah untuk menghindari adanya penyelewengan kekuasaan, korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Selain itu, pembatasan 2 periode untuk memastikan bahwa kaderisasi kepemimpinan nasional berjalan dengan baik. Rakyat harus diberikan pilihan calon-calon presiden baru yang akan memimpin Indonesia ke depan. PKS meyakini bahwa negeri ini memiliki banyak stok pemimpin dan tokoh yang memiliki kredibilitas, kapasitas, dan akseptabilitas untuk memimpin Indonesia ke depan.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

KELIMA, VISI KEADILAN. Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Kekuasaan tidak boleh melumpuhkan sendi-sendi dan pilar-pilar negara hukum. Hukum harus berpihak kepada kebenaran dan keadilan bukan kepada kekuasaan dan pendukung kekuasaan.   

Rasa persatuan dan kebersamaan akan lahir ketika kepemimpinan itu menghadirkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Adil dalam pemenuhan hak-hak sosial-ekonomi. Adil dalam perlakuan di depan hukum. Adil dalam perlakuan politik.

 Ketimpangan dalam ekonomi-sosial adalah salah satu permasalahan keadilan yang harus kita selesaikan bersama, Indonesia memiliki tingkat ketimpangan ekonomi yang tinggi. Ketmpangan dari sisi pendapatan, pengeluaran, wilayah dan ketimpangan terhadap akses kebutuhan hidup dasar. Kekayaan 4 orang terkaya di Indonesia sama dengan kekayaan 100 juta penduduk Indonesia (Oxfam, 2017). Dan 1% orang terkaya di Indonesia menguasai hampir 50% aset di Indonesia (Credit Susse, 2017).

 Bank Dunia juga angkat bicara, pertumbuhan ekonomi 1 dekade terakhir hanya menguntungkan 20% orang terkaya, sementara 80% sisanya tertinggal di belakang. Jika kondisi ketimpangan ekonomi yang tinggi tidak kita koreksi bersama, maka bangsa Indonesia akan terus berjalan ke arah kesenjangan yang akan merusak kohesi sosial dan akan menjadi pemicu ledakan sosial. Di kemudian hari. Ini bukan soal angka semata, ini soal rasa keadilan yang terluka.

VISI KEADILAN harus termanifestasi di berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang ekonomi, negara harus mewujudkan ekonomi yang membawa rasa keadilan dalam pendapatan dan penguasaan aset. Dalam bidang sosial, negara harus mampu memberikan kesempatan yang sama bagi warganya untuk memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam bidang politik, negara harus memperkuat agenda demokrasi substansial. Dalam bidang hukum, negara harus konsisten mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta berpegang teguh dalam menegakkan supremasi hukum di atas kepentingan politik maupun ekonomi.

 Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

 17 Agustus 2021 yang lalu, kita telah memperingati Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia. DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA YANG KE-76. Tentu ada banyak capaian yang telah diraih selama lebih dari 7 dekade usia kemerdekaannya. Dan tentu masih ada berbagai permasalahan bangsa yang menjadi pekerjaan rumah yang belum kita tuntaskan bersama-sama. Menuju 100 tahun Indonesia Merdeka di tahun 2045, seluruh komponen bangsa harus siap bergandengan tangan dan bekerja sama menuntaskan janji-janji kemerdekaan yang belum tertunaikan.

 76 tahun yang lalu, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Natsir dan para pendiri bangsa lainnya telah berjanji bahwa tujuan Indonesia merdeka adalah untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Janji para pendiri bangsa ini termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea ke-4. Janji itu kita warisi bersama sekarang. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus, kewajiban kita adalah melunasi janji para pendiri bangsa itu.

 Penunaian janji-janji tersebut akan sangat ditentukan oleh pemimpin yang memiliki 5 visi pancasila sebagaimana saya jelaskan di atas.

 Partai Keadilan Sejahtera, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah menggariskan dengan tegas bahwa Visi PKS sejalan dengan visi besar para pendiri bangsa. Dalam Anggaran Dasar PKS Pasal 5, Visi PKS adalah Menjadi Partai pelopor dalam mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.  Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut, PKS merumuskan dalam AD Partai Pasal 6 bahwa MISI Partai adalah “Menjadikan PKS sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakar MADANI yang ADIL, SEJAHTERA DAN BERMARTABAT yang diridhai Allah SWT dalam bingkai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Dalam merealisasikan VISI-MISI tersebut, Partai Keadilan Sejahtera mengoperasionalisasikan dalam empat level misi perjuangan.

 PERTAMA, MISI PEMBINAAN.

 PKS bertekad untuk membentuk, mencetak dan melahirkan calon pemimpin bangsa yang memiliki karakter BERSIH, PEDULI, dan PROFESIONAL.

 BERSIH, artinya kader-kader PKS harus memiliki kredibilitas moral dan konstitusional yang kokoh. Secara moralitas bersih, artinya tidak ada cacat dari sisi perilaku, akhlak dan etika. Secara konstitusional kokoh, artinya memiliki nasionalisme yang tinggi, tidak ada cacat atau kasus hukum yang melilitnya.

 PEDULI, artinya kader-kader PKS harus memiliki kredibilitas sosial dan organisasional yang baik. Kader PKS harus memiliki modal sosial yang mumpuni, dipercaya oleh lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Dan di saat yang sama memiliki keterikatan yang baik dengan aturan main Partai.

 PROFESIONAL, artinya kader-kader PKS harus memiliki kapasitas bekerja yang handal dan dapat diandalkan. Dalam bekerja, mengedepankan prinsip ‘Ihsan’ atau profesional. Sehingga karya-karyanya berprestasi dan menginspirasi.

 Menjadi kader yang bersih, peduli, profesional adalah manifestasi dari karakter inti seorang pejuang. Mari kita ingat nasihat dari Dr. Mohammad Hatta, Pahlawan Proklamator, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sikap yang sulit diperbaiki”.  Tiga karakter inti inilah yang menjadi jati diri kader PKS sebagaimana tercantum dalam AD/ART PKS.

 KEDUA, MISI KELEMBAGAAN.

 Misi kedua adalah kelembagaan. Manifestasi cinta PKS kepada Indonesia terwujud dalam prinsip tata kelola partai yang baik atau good political party governance.

 Hari-hari ini kita menyaksikan betapa partai politik mengalami kemerosotan kepercayaan dari masyarakat. Tentunya ini menjadi bahan introspeksi bagi kita para politisi. Bagi PKS ini adalah tantangan sekaligus peluang. Inilah ruang pembuktian bagi kita untuk bisa merebut kembali kepercayaan publik dari masyarakat.

 Salah satu ikhtiar kita adalah membangun budaya tata kelola partai yang baik. Kita harus bangun budaya transparan, akuntabel dan partisipatif. Sikap terbuka, tanggung jawab dan partisipatif akan mengikis rasa curiga dan ketidakpercayaan publik. Kita harus sampaikan secara terbuka, apa agenda PKS? Apa program-program PKS? Libatkan seluruh pihak, lintas agama, lintas organisasi, lintas politik, sehingga terjadi titik temu dan sikap dewasa terhadap berbagai perbedaan.

Bagi PKS seluruh konsensus kehidupan berbangsa dan bernegara seperti Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika Indonesia sudah selesai. Saatnya kita bekerja merealisasikannya dalam sikap, tindakan dan garis perjuangan.

 KETIGA, MISI KEBANGSAAN

Manifestasi misi kebangsaan PKS adalah komitmen perjuangan PKS untuk hadir memperjuangkan kehendak, kepentingan dan hak-hak rakyat. Sebagai kekuatan politik di luar pemerintahan atau oposisi, maka PKS harus menjadi kekuatan yang terdepan dalam mengartikulasi dan resonansi aspirasi publik. Semua Bidang/Badan dan Fraksi DPR RI harus proaktif menyatakan sikap politiknya. Terlibat secara intensif dalam isu-isu publik. Sehingga peran advokasi publik PKS nampak menjadi tumpuan dan harapan publik.

 Sikap oposisi PKS bukan sikap asal beda atau asal bunyi. Sikap politik PKS harus didasarkan kepada pemikiran yang kokoh dan rasional. Sikap oposisi PKS dibangun atas dasar aspirasi publik yang terbangun dari gerakan sosial masyarakat di akar rumput. Para anggota dewan PKS harus turun ke lapangan membangun dan mengorganisasi komunitas berbasis isu dan agenda yang akan diperjuangkan. Sehingga hubungan antara anggota dewan dengan pemilihnya terbangun karena alasan ideologis dan intelektual.

 Selain itu, PKS menjalankan politik kebangsaan. PKS berkomitmen untuk menempatkan kepentingan politik bangsa di atas kepentingan partai dan golongan.

 KEEMPAT, MISI PERADABAN.

Islam adalah agama peradaban, ia melingkupi seluruh dimensi kehidupan. PKS meyakini bahwa dimensi Islam tidak sebatas masalah-masalah spiritual dan ibadah saja, tetapi lebih dari itu, dimensi keislaman meliputi berbagai sektor kehidupan, salah satunya adalah membangun persaudaraan dan perdamaian di muka bumi.

Nabi Muhammad SAW memberikan contoh bagaimana dakwah dilakukan dengan sangat baik ketika membangun kota Madinah, Nabi Muhammad menggagas apa yang disebut sebagai “Piagam Madinah” atau Madinah Charter. Banyak ilmuwan barat yang menilai bahwa Piagam Madinah adalah warisan terbesar Islam dalam peletakan dasar cikal bakal negara modern. Piagam Madinah adalah konstitusi pertama dalam peradaban modern yang ditulis dan menjadi kontrak sosial dalam membangun masyarakat majemuk. Artinya Islam pada fase awal kelahirannya telah memberikan contoh diplomasi dilakukan untuk menciptakan perdamaian di dalam kemajemukan warganya.

Jika kita melihat kembali sosio-historis Indonesia, para pendiri bangsa di awal kemerdekaan menjadikan Islam sebagai prinsip dalam diplomasi Indonesia. Haji Agus Salim, AR Baswedan, Natsir melakukan diplomasi ke negara-negara Islam di Timur Tengah seperti Mesir, Yordania, Saudi Arabia, Palestina, untuk memperoleh pengakuan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat dari penjajahan Belanda. Dukungan negara-negara muslim di timur tengah sangat berperan besar dalam membuka jalan dukungan internasional di PBB.

Level misi keempat PKS yakni ingin menjadi kontributor peradaban sejalan dengan misi perjuangan para pendiri bangsa. Para pendiri bangsa telah mengabadikan di dalam pembukaan UUD NRI 1945 bahwa salah satu misi terbentuknya Indonesia adalah menolak segala bentuk penjajahan. Juga menegaskan “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial!”

Dengan semangat inilah, PKS selalu terlibat aktif dalam isu-isu kemanusiaan dan perdamaian dunia. Maka bagi PKS dan bagi bangsa Indonesia, penjajahan dan kejahatan kemanusiaan Zionis-Israel terhadap rakyat Palestina adalah urusan bangsa Indonesia. Karena apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan yang harus dihapuskan di muka bumi. Sebagaimana amanat pembukaan konstitusi UUD NRI 1945, “Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan di seluruh dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan!”

Bapak-Ibu, Hadirin dan Saudara-saudaraku Se-Bangsa dan Se-Tanah Air,

Di tengah situasi nasional yang begitu berat seperti saat ini, bangsa ini membutuhkan kepemimpinan nasional yang mampu membangun rasa persatuan, rasa kebersamaan, rasa persaudaraan. Bangsa ini membutuhkan kepemimpinan yang bisa membawa perasaaan kebangsaan yang sama: satu rasa, satu nasib dan satu penanggungan. 

Pemimpin yang ketika berbicara, rakyat bisa memegang teguh kata-katanya.

Pemimpin yang ketika berjanji, maka dia akan berjuang keras untuk menepatinya.

Pemimpin yang ketika bekerja, rakyat bisa merasakan hasil karyanya.

Pemimpin yang ketika memerintah, rakyatnya mau mendengar dan taat untuk menjalankan perintahnya.

Pemimpin yang ketika berbuat salah, dia tak segan untuk meminta maaf, berlapang dada menerima nasehat dari rakyat yang dipimpinnya.

Dalam skala partai, untuk mencapai cita-cita besar itu, PKS telah membuat Platform Kebijakan Pembangunan yang meliputi pembangunan ekonomi, pembangunan sosial budaya dan pembangunan politik. Platform ini yang dijadikan pegangan oleh para pejabat publik PKS sebagai sasaran antara untuk mencapai cita-cita luhur para pendiri bangsa. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada seluruh elemen bangsa ini untuk bergandengan tangan mencapai cita-cita yang agung.

Indah nian Pulau Sumatera

Terbentang luas Bukit Barisan

Wujudkan Indonesia adil sejahtera

Dengan sentuhan kebersamaan

DIRGAHAYU INDONESIAKU!

MERDEKA!

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 20 Agustus 2021

 

Presiden PKS,

Ahmad Syaikhu