Pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Terhadap Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara

PENDAPAT

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (FPKS)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG IBU KOTA NEGARA

========================================================================

Disampaikan oleh : H. Suryadi Jaya Purnama, S.T

Nomor Anggota     : A-452

 

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Salam Sejahtera untuk kita semua

 

Yang kami hormati:

Pimpinan dan Anggota DPR RI

Para Menteri Perwakilan Pemerintah beserta segenap jajaran

serta Hadirin sekalian yang berbahagia

 

Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menghadiri rapat pada hari ini dalam rangka menyampaikan pandangan fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara. Shalawat dan salam tidak lupa kita sampaikan ke baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan syafaatnya kepada kita semua sehingga kita dapat meneladani prinsip dan kepribadian beliau.

 

Pimpinan dan Anggota Dewan serta hadirin yang kami hormati,

Pembahasan RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang saat ini sedang kita lakukan berbarengan dengan kondisi ekonomi Indonesia masih belum pulih. Masyarakat masih berjuang melawan pandemi Covid-19. Krisis yang terjadi akibat pandemi mengakibatkan banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan dan angka kemiskinan pun masih tinggi. Menurut data Maret 2021 angka kemiskinan sebesar 10,14 persen, dan diperkirakan akan meningkat lagi pada akhir 2021. Apalagi awal tahun ini juga sedang marak naiknya harga bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat. Selain itu, Kementerian Keuangan juga mencatat posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2021 sebesar Rp6.687,28 triliun yang setara dengan 39,69 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

 

Rencana pemindahan Ibu Kota Negara mulai tahun 2024 juga tidak terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 - 2025 yang ditetapkan di dalam Undang Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. Hal ini dapat memberikan indikasi bahwa pemerintah tidak mengacu dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang telah ditetapkan sampai dengan tahun 2025 sehingga dapat mengakibatkan pencapaian tujuan yang tidak terarah dan tidak terkontrol sesuai dengan Undang Undang No. 17 tahun 2007.

Keberadaan Ibu Kota Negara bagi Indonesia tidak lepas dari sejarah perjalanan bangsa. Oleh karena itu, Fraksi PKS khawatir memindahkan IKN dari Daerah khusus Ibukota Jakarta yang memiliki sejarah perjuangan ke daerah lain menyebabkan terputusnya ikatan kolektif bangsa ini dari rantai sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

 

Fraksi PKS melihat bahwa RUU IKN masih memuat potensi masalah baik secara formil maupun materil. Mulai dari proses pembahasan yang sangat singkat hingga banyaknya substansi yang belum dibahas secara tuntas

 

Pimpinan dan Anggota Dewan serta hadirin yang kami hormati,

Secara substansi, Fraksi PKS juga memberikan catatan substansi terhadap materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN. Catatan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN tidak sejalan dengan prinsip konstitusionalisme, pembangunan berkelanjutan, efisiensi penganggaran serta penghormatan dan penghargaan terhadap sejarah perjalanan bangsa. Adapun beberapa catatan substansi Fraksi PKS terhadap RUU IKN adalah sebagai berikut:

 

Pertama, beberapa materi muatan yang terdapat dalam RUU IKN mengandung beberapa permasalahan konstitusionalitas. Fraksi PKS melihat bahwa konsep IKN yang dirancang sebagai daerah khusus tanpa adanya penjelasan lebih lanjut, tidak sejalan dengan konsep negara kesatuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat(1) dan Pasal 18 UUD 1945 serta konsensus nasional “Empat Pilar Kebangsaan”.

 

Konsep Daerah khusus tanpa ada penjelasan yang lebih rinci dalam RUU IKN menempatkan penyelenggaraan pemerintah daerah IKN dikelola oleh Otorita IKN di mana pengisian jabatan kepala Otorita IKN dilakukan melalui penunjukan oleh Presiden. Fraksi PKS memandang bahwa pembentuk undang-undang perlu mempertimbangkan kembali konsep penyelenggaraan pemerintahan IKN melalui kelembagaan Otorita IKN mengingat konstitusi Pasal 18 ayat(3) dan 18 ayat(4) UUD 1945 hanya mengenal kelembagaan Gubernur dan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah tingkat provinsi.

 

RUU IKN juga menetapkan bahwa di wilayah IKN tidak ada pelembagaan keterwakilan masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Fraksi PKS jelas menolak konsep ini karena penyelenggaraan pemerintahan daerah tanpa adanya kelembagaan DPRD tidak hanya bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 tetapi juga akan melahirkan otoritarianisme di Ibu Kota Negara.

 

Selain itu Fraksi PKS juga keberatan terhadap konsep pembagian wilayah IKN yang disebut “setingkat provinsi” tanpa adanya penegasan lebih lanjut terkait status kewilayahan dibawahnya. Fraksi PKS memandang bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945  telah menetapkan konsep pembagian kewilayahan dimana Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota. Konsep pembagian kewilayahan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 bersifat definitif sehingga tidak memberikan tafsir lain dalam penerapan Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945. Oleh sebab itu penggunaan frasa “setingkat provinsi” dan tidak adanya penegasan lebih lanjut perihal pembagian wilayah turunan dalam IKN sebagaimana diatur dalam RUU IKN sangatlah kurang tepat dan tidak sejalan dengan penyelenggaraan negara yang didasarkan pada konsep negara kesatuan.

 

Kedua, Fraksi PKS memandang bahwa karakteristik Indonesia yang beragam dan masyarakat adat yang terikat oleh wilayah adat, belum dijelaskan secara detail tentang teknis memperhatikan Hak Atas Tanah Masyarakat Adat dalam RUU tersebut. Maka kami meminta pemerintah untuk bisa mengajak seluruh lembaga masyarakat adat yang masih eksisting untuk dimintai persetujuannya atas pendirian ibukota negara sebagai wujud dari amanah konstitusi kita pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 yaitu Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

                                                         

Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam pemindahan ibukota tersebut harus ada jaminan berupa kesiapan infrastruktur kehidupan, kesiapan wilayah dan kesiapan instansi untuk pindah ke Ibukota Baru. Jika tidak, akan berpotensi memberikan dampak kerentanan ketahanan keluarga para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan ikut dipindahkan ke Ibukota baru tersebut.

 

Dengan perkiraan jumlah perpindahan ASN setidaknya 180.000 jiwa belum termasuk keluarganya, rencana pemindahan ibukota dapat menjadi permasalahan mikro karena keluarganya akan membutuhkan fasilitas-fasilitas kehidupan, seperti hunian, sekolah, rumah sakit, dan seterusnya, sehingga perlu dipikirkan kembali terkait dengan pembiayaan-pembiayaan pemindahan tidak hanya terbatas pada ASN nya saja melainkan juga pemindahan keluarga ASN tersebut ke lokasi IKN tidak membebani para ASN.

 

Kondisi diatas bila tidak benar-benar dipersiapkan tentu saja akan berdampak kepada Ketahanan Keluarga karena adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang menyebabkan adanya tekanan secara psikologis. Apalagi bila ASN tersebut terpaksa harus hidup terpisah dari keluarganya karena alasan tertentu. Hal itu tentunya akan berdampak pada kinerja para ASN sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal dan dapat mengganggu kualitas penyelenggaraan negara dan pelayanan pemerintahan.

 

 

Keempat, Fraksi PKS memandang bahwa pembangunan IKN akan mengakibatkan perubahan lingkungan dan kawasan hutan yang mengancam kehidupan hewan-hewan dan tumbuhan yang penting di lokasi IKN hal ini berdasarkan hasil rapid kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan dan kehutanan (KLHK) menunjukan bahwa Wilayah IKN memiliki keanekaragaman hayati (kehati) yang sangat beragam.  Sebaran kehati di wilayah IKN ditandai dengan jumlah tumbuhan di Kalimantan Timur sekitar 527 jenis tumbuhan, 180 jenis burung, lebih dari 100 mamalia, 25 jenis herpetofauna dan terdapat spesies dengan status konservasi tinggi, dilindungi, endemik, dan spesies penting. Secara umum dalam draft RUU IKN tidak terdapat pasal yang secara spesifik memberikan gambaran yang rasional, utuh dan saintifik terkait dengan konsep pembangunan IKN yang berwawasan lingkungan yang mematuhi prinsip pembangunan berkelanjutan khususnya dalam hal perlindungan kawasan hutan termasuk didalamnya perlindungan hewan dan tumbuhan langka di lokasi IKN

 

Kelima, Perlunya rencana induk yang baik dan transparan, termasuk pendanaannya serta terintegrasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari RUU ini. Hal ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya proyek pembangunan mangkrak dan over budget. Fraksi PKS memandang bahwa semestinya Rencana Induk IKN dan Draft RUU IKN adalah satu kesatuan dokumen yang harus diserahkan secara bersamaan kepada DPR. Apabila RUU IKN merupakan dokumen legal formal secara konstitusional, maka Rencana Induk IKN merupakan turunan pertama yang menerjemahkan secara utuh proyek IKN dari proses perencanaan sampai dengan proyek ini selesai. Keberadaan dan isi Rencana Induk menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan akhir atas RUU IKN. Sedangkan pada pembahasan RUU IKN, Fraksi PKS tidak menerima dokumen Rencana Induk IKN yang menyebabkan asimetri informasi.

Rencana Induk IKN harus disusun oleh pemerintah dengan memerhatikan prinsip Daya Saing Daerah, Kearifan Lokal, Keunggulan Kompetitif, Keunggulan Komparatif, Kebutuhan Masyarakat, Pembangunan Berkelanjutan, Ramah Lingkungan, Kesetaraan, dan keadilan. Tugas dan wewenang DPR sebagai fungsi anggaran, berperan dalam membahas dan memberikan persetujuan atas Rencana Induk IKN yang di dalamnya memuat anggaran, sumber pendanaan serta skema pembiayaan. Hal ini sebagai konsekuensi penggunaan dana APBN sebagai salah satu sumber pendanaan proyek IKN. Perencanaan perlu dilakukan secara baik dan taat prosedur, agar dapat memitigasi risiko keuangan yang berakibat kegagalan proyek dan pada akhirnya menyebabkan kerugian negara.

 

Terkait pemindahan IKN sendiri, sampai saat ini tidak pernah ada penjelasan hasil studi kelayakan alasan terpilihnya Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, sebagai Ibu Kota Negara yang baru. Bahkan dalam Naskah Akademik (NA) RUU IKN pun tidak ada. Mencermati postur anggaran IKN yang mencapai Rp 466 Triliun, dengan komposisi 19 persen APBN, 54 persen Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan 24 persen investasi swasta, maka seharusnya rencana induk menjadi bagian yang sangat penting dari Undang-Undang ini agar tidak menimbulkan kerugian bagi Negara maupun swasta.

 

Pentingnya perencanaan ini harus berkaca pada kegagalan pemindahan Ibu Kota negara lain yang saat ini justru masuk peringkat 10 kota dengan perencanaan tata kota paling buruk di dunia oleh sebuah platform arsitektur, Rethinking The Future (RTF). Di antaranya dua ibu kota baru, yaitu Brasilia, ibu kota Brasil dan Naypyidaw, ibu kota Myanmar.

 

Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa pendanaan IKN harus memperhatikan kemampuan fiskal yaitu ketika keseimbangan primer APBN positif.  Artinya bahwa tidak boleh ada konsekuensi penambahan utang atas adanya proyek IKN.  Penggunaan dana APBN sebagai salah satu sumber pendanaan proyek IKN pada masa pandemi harus menjadi catatan khusus yang harus diperhatikan oleh seluruh rakyat Indonesia, karena dapat dikatakan bahwa kondisi APBN saat ini sedang tidak ‘sehat’. Pada November 2021 kondisi APBN dilaporkan mengalami defisit keseimbangan primer sebesar Rp281,8 triliun. Proyeksi kedepan, berdasarkan UU No 6 Tahun 2021 tentang APBN TA 2022,  defisit keseimbangan primer juga masih tinggi sebesar Rp462,15 triliun. Selain itu, defisit APBN pada 2022 diperkirakan masih akan berada di atas batas normal 3% dari PDB (berdasarkan UU APBN 2022, defisit anggaran sebesar 4,85%). Kemudian, utang pemerintah saat ini telah mencapai Rp6.711 triliun atau 41,38%, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara. Dari hasil reviu BPK terkait kesinambungan fiskal, pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan  Semester (IHPS) II 2020 dan disebutkan kembali pada IHPS I 2021 bahwa indikator kerentanan utang 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR), yaitu:

  1. Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35%;
  2. Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6%-6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7%-10%; dan
  3. Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369% melampaui rekomendasi IDR sebesar 92%-150%.
  4. Indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27% melampaui batas yang direkomendasikan ISSAI 5411 yaitu di bawah 0%.

 

Ketujuh,  Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam RUU IKN harus menjamin sumber pendanaan lain dengan skema KPBU dalam proyek IKN tidak melibatkan dan/atau membebani APBN pada kemudian hari. Artinya, sumber lain yang dimaksud tidak boleh memberikan dampak negatif atau menjadi beban APBN dikemudian hari. Sebagai catatan yang direfleksikan dari beberapa proyek pemerintah yang melibatkan sumber lain dengan berbagai skema, pada akhirnya akan meningkatkan risiko kewajiban pemerintah baik kewajiban kontingensi BUMN maupun risiko KPBU. BUMN Karya sebagai motor pemerintah dalam pembangunan dalam kondisi keuangan yang tidak sehat. Secara keseluruhan, utang keempat BUMN tersebut mencapai Rp210,16 triliun dengan Rp139,72 (66,48%) merupakan utang jangka pendek. Sedangkan kemampuan menutup utang dari kas dan setara kasnya hanya mencapai 12,41% dari total kewajiban perusahaan. Pada akhirnya, ketika BUMN mengalami kesulitan likuiditas, pemerintah akan memberikan suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari APBN. Belajar dari kasus proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang menggunakan skema KPBU dengan ketentuan awal tidak akan membebani APBN, namun dalam perjalanannya pemerintah dengan mudah mengganti peraturan sehingga proyek KCJB kemudian menggunakan dana APBN. Skema KPBU yang ditawarkan tidak menjamin tidak adanya keterlibatan dan/ atau penambahan dari APBN dalam mendanai proyek IKN ini. Terakhir, terkait ketertarikan swasta masih dipertanyakan, di mana iklim investasi masih belum baik di tengah polemik UU Cipta Kerja.

 

Kedelapan, Fraksi PKS berpendapat bahwa dalam RUU IKN harus dapat menjamin tidak ada pemindahtanganan barang milik negara yang sebelumnya digunakan oleh kementerian/lembaga di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan/atau provinsi lainnya, karena hal tersebut berisiko merugikan negara. Undang Undang IKN harus memastikan ketika Barang Milik Negara di DKI Jakarta dialihkan kepada Kementerian Keuangan maka Barang Milik Negara tersebut tidak boleh berkurang atau sampai hilang seperti dijadikan jaminan atau bahkan dijual sebagai sumber pendanaan persiapan, perencanaan, pelaksanaan Pemindahan IKN dan Operasional IKN. Adanya mitigasi risiko tersebut diatas sebagai salah satu upaya menghindari kerugian negara sebagaimana diatur di peraturan perundangan keuangan negara. Tidak hanya itu, sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan barang milik negara, maka proses pengalihan pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) perlu untuk disampaikan kepada DPR.

 

Kesembilan, Pengadaan tanah untuk IKN yang mengambil tanah hak milik pribadi, tanah adat dan tanah eks kesultanan harus dengan pemberian ganti rugi yang adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun sertifikat atas hak untuk mengusahakan tanah (HGU), Hak Pengelolaan (HPL), Hak Guna Bangun (HGB) dan hak pakai di tanah yang dikuasai negara dapat dicabut untuk kepentingan pembangunan IKN tanpa ganti rugi atapun tukar guling, agar tidak membebani keuangan negara.

 

Kesepuluh, Kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional harus berada di ibukota negara. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 13 ayat (3) yang menyebutkan bahwa Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

 

Kesebelas, Fraksi PKS berpendapat bahwa ibukota negara seharusnya menjadi center of gravity yang menjadi area yang paling penting bagi pertahanan dan keamanan negara. Oleh sebab itu, wilayah ibukota haruslah memiliki arsitektur sistem pertahanan yang baik dalam memberikan perlindungan pusat kegiatan politik dan administrasi negara. Namun demikian, rancangan pemindahan Ibu Kota Negara saat ini belum memiliki perencanaan yang jelas terkait dengan tahapan pemindahan struktur pertahanan. Saat ini, infrastruktur pertahanan negara yang terintegrasi masih dominan berada di Pulau Jawa dan sekitarnya, sehingga diperlukan proses perencanaan yang matang untuk melakukan pemindahan aset-aset pertahanan negara tersebut. 

Pemindahan struktur pertahanan negara tersebut juga akan membutuhkan tahapan proses yang sangat panjang dan biaya yang besar. Berdasarkan keterangan dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, dibutuhkan setidaknya anggaran sebesar Rp118 triliun untuk pembangunan markas besar TNI dan tiga matra di Ibu Kota Negara yang baru. Dari keseluruhan anggaran tersebut, anggaran sebesar Rp22,1 triliun akan ditujukan kepada Mabes TNI, sementara Rp29,9 triliun akan dialokasikan untuk Angkatan Darat,  Rp31 triliun untuk Angkatan Laut, serta Rp35 triliun untuk Angkatan Udara. Pada satu sisi, pemindahan fasilitas pertahanan tersebut sangat dibutuhkan untuk menjamin pertahanan dan keamanan ibu kota baru. Namun demikian, disisi lain anggaran yang sedemikian besar tersebut juga perlu menjadi pertimbangan khusus bagi kita semua sebab  kondisi keuangan negara belum benar-benar stabil diakibatkan oleh pandemi COVID-19 yang belum selesai

Keduabelas, Fraksi PKS berpendapat bahwa Pemindahan status Ibu Kota Negara yang ditargetkan akan dilakukan pada semester I (satu) tahun 2024 sangatlah terburu-buru. Sebab dibutuhkan waktu yang cukup untuk dapat membangun berbagai fasilitas dasar IKN seperti sumber daya air, jalan, jembatan dan permukiman yang layak. Sedangkan saat ini di tahun 2022 status pandemi belum juga usai setelah ditetapkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2021 oleh Presiden Jokowi. Dengan situasi tersebut maka kondisi keuangan negara belum memungkinkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan IKN. Dimana akan dibutuhkan setidaknya sekitar Rp 90T yang akan dikucurkan dari APBN untuk kebutuhan pembangunan IKN ini.

 

Padahal pembangunan fasilitas itu sendiri sangat dibutuhkan agar IKN memenuhi persyaratan layak huni. Dimana secara umum terdapat prasyarat agar suatu kota memenuhi kriteria layak huni, diantaranya tersedianya kebutuhan dasar perumahan yang layak, air bersih, jaringan listrik, sanitasi, ketercukupan pangan, dan lainnya. Kemudian tersedianya fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti transportasi umum, taman, fasilitas kesehatan, dan lainnya. Belum lagi aspek keamanan dan keselamatan serta adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.  Selain itu pada kenyataannya kondisi di lapangan masih sering terjadi bencana banjir yang hingga saat ini belum juga dapat diatasi oleh Pemerintah.

 

Pimpinan dan Anggota Dewan serta hadirin yang kami hormati,

Mengiringi catatan tersebut diatas, Fraksi PKS mengapresiasi proses yang berkembang sejak tahap penyusunan sampai dengan pembahasan bersama pemerintah. Kami juga mengapresiasi kerjasama yang diberikan pemerintah dan rekan-rekan anggota Pansus dan Panja RUU IKN yang mengakomodasi beberapa masukan Fraksi PKS seperti  memasukkan Pasal 18 UUD 1945 ke dalam bagian konsideran, penegasan frasa “pemerintahan daerah” serta kedudukan Rencana Induk IKN sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RUU IKN.

 

Pada akhirnya, dengan segala pertimbangan di atas Fraksi PKS harus mengambil sikap terhadap Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara.

 

Dengan berbagai pertimbangan tersebut di atas dan masih banyaknya substansi dan pandangan Fraksi PKS yang belum diakomodir, maka Fraksi PKS DPR RI dengan mengucapkan Bismillahhir-rahmannirrahiim, menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara untuk dilanjutkan ketahapan berikutnya.

 

Demikian Pendapat Fraksi PKS terhadap Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara.

Atas perhatiannya kami ucapkan Terima kasih.

 

Billahi taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

 

Jakarta, 14 Jumadil-Ula 1443 H

     17 Januari 2022

 

PIMPINAN

FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA  

                     

Ketua,                                                    Sekretaris,

 

 

Dr. H. Jazuli Juwaini, M.A.              Hj. Ledia Hanifa A, S.Si., M.Psi.T.

               A-449                                                  A-427