Masyarakat Pantai

Oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (Harian Singgalang edisi 6 Juli 2015)

Sumatera Barat memiliki potensi laut yang sangat besar. Wilayah laut propinsi ini tiga kali luas wilayah daratannya. Luas Perairan Teritorial dan ZEE Sumatera Barat adalah 186.580 km persegi. Panjang garis pantai 1.973,2 km membentang dari Pasaman Barat sampai Pesisir Selatan, termasuk Mentawai.

Berdasarkan estimasi para ahli, kawasan  laut Sumatera Barat memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar 512.550 ton per tahun. Samudera Hindia yang terhampar di pantai barat Sumatera Barat, merupakan salah satu habitat tuna terbaik di dunia. Kawasan laut Sumatera Barat juga berpotensi besar sebagai kawasan wisata karena memiliki panorama yang indah, memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 185 buah, memiliki hutan mangrove seluas 38.832 ha, dan terumbu karang seluas 34.584 ha. Potensi ini merupakan kekayaan alam yang luar biasa yang seharusnya bisa menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat setempat.

Namun, fakta yang terjadi tidaklah demikian. Masyarakat nelayan yang bermukim di daerah yang kaya-raya tersebut justru hidup dalam keadaan miskin. Pendidikan mereka rata-rata cuma tamat sekolah dasar atau tidak tamat SD (67,3%). Berdasarkan data BPS tahun 2008 di Sumatera Barat terdapat 5.680 KK nelayan, pendapatan mereka rata-rata Rp1.300.000 per bulan. Jumlah ini masih jauh di bawah standar kebutuhan hidup pokok.

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya peristiwa ini. Diantaranya hari kerja produktif nelayan yang hanya rata-rata 20 hari per bulan. Hal ini disebabkan oleh kendala cuaca dan hambatan alam. Faktor lainnya adalah kebiasaan masyarakat nelayan yang cendrung cepat puas dan santai di saat musim panen ikan berlimpah dan kalang kabut di saat musim paceklik. Keberadaan tengkulak juga masih merupakan salah satu penyebab berkurangnya pendapatan bersih nelayan.

Tempat tinggal mereka yang terpencar-pencar dan sulit dijangkau transportasi dan informasi juga menyebabkan perkampungan nelayan tersebut menjadi daerah terisolir dan tertinggal. Akibatnya daerah nelayan tersebut tidak menjadi fokus perhatian yang selama ini cenderung berorientasi pada pengembangan kawasan daratan.

Karena itu sejak tahun 2012 Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bersama masing-masing  Kabupaten dan Kota yang memiliki kawasan pantai dan perkampungan nelayan menggulirkan program khusus yang diberi nama GEPEMP (Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dan nelayan).

Program ini merupakan gerakan terpadu lintas sektoral. Jika sebelumnya masalah nelayan adalah tanggung jawab Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), dalam program GEPEMP, di bawah koordinasi DKP juga terlibat Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, Disnaker, Badan Pemberdayaan Perempuan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendidikan, serta Dinas Kesehatan dan Pariwisata.

Sejak program ini dimulai pada tahun 2012 hingga kini (2014) sebanyak 4.405 KK miskin dari 5.680 KK nelayan miskin yang ada telah mendapat bantuan dan pembinaan melalui Program GEPEMP. Pada prinsipnya program ini terdiri dari upaya: 1. Memaksimalkan produktivitas nelayan, dalam arti pendapatan nelayan ditingkatkan seoptimal mungkin dibandingkan pendapatan sebelumnya, 2. Diversifisikasi kegiatan ekonomi, nelayan mempunyai pendapatan tambahan dengan memberikan berbagai pelatihan seperti perbengkelan kapal, pertukangan, menjahit atau usaha kuliner bagi ibu-ibu, 3. Memberikan alternatif mata pencarian di sektor lain seperti pertanian, peternakan, perdagangan, industri kecil dan menengah, 4. Upaya peningkatan kualitas hidup seperti meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan, agama, ekonomi rumah tangga, kelompok usaha/koperasi.

Bersambung ke Masyarakat Pantai 2

Keterangan Foto: Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (tiga dari kiri) bersama nelayan-nelayan di wilayahnya.