Libatkan Triliunan APBN, Pemerintah Harus Transparan Pengadaan Pertanian
JAKARTA (16/12) – Surat penunjukan langsung pengadaan pupuk, bibit, dan pembangunan irigasi tersier yang diinisiasi Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam bentuk Surat Edaran (SE), dan ditandatangani lima lembaga tinggi negara setingkat kementerian, merupakan langkah sangat berani sekaligus penuh resiko. Pasalnya, SE yang dikeluarkan akan melibatkan penggunaan APBN puluhan triliun rupiah, seolah-olah negara dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, hal ini harus dilakukan secara transparan. Demikian disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Ma’mur Hasanuddin di Jakarta, Selasa (16/12).
“Implikasi dari surat edaran penunjukan langsung untuk mengejar program swasembada pangan (beras, jagung, dan kedelai) ini akan menggunakan dana APBN sebesar 39 triliun, di mana pelaksanaannya seolah-olah negara ini dalam keadaan darurat pangan. Saya mengatakan Surat Edaran penunjukan langsung yang diinisiasi Wapres merupakan regulasi darurat karena menggunakan dana APBN yang sangat besar, dan diputuskannya tanpa melalui pembahasan bersama DPR. Padahal negara ini belum terlihat dalam keadaan darurat," kata Ma’mur.
Menurut Ma’mur, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2013 tentang APBN 2014 disebutkan bahwa anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 21,05 triliun. Dengan angka tersebut, hutang subsidi pupuk kepada perusahaan pupuk sebesar 6,637 triliun. Sedangkan pada APBN 2015, subsidi pupuk melonjak hingga 35,7 triliun.
Untuk benih, tambah Ma’mur, di APBN 2015 tercatat alokasi subsidi benih sebesar 0,9 Triliun. Sedangkan untuk irigasi tersier, pengembangan jaringan dan optimalisasi air melalui rehabilitasi Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), dan tata air mikro untuk mendukung tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan seluas 350.000 ha - jika dilihat dari APBN 2015 berupa DAK infrastruktur irigasi - sebesar 2,4 triliun.
Ma’mur juga menyadari bahwa FAO (Food and Agriculture Organization) sendiri, melalui siaran persnya, menyatakan dunia dalam keadaan kelangkaan pangan yang menyebabkan perekonomian global terguncang. Kelangkaan pangan mengancam 38 negara, dimana 29 negara berasal dari Afrika, yang diakibatkan oleh virus ebola.
Namun, lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, semua negara yang terancam langka pangan merupakan produsen gandum. Sedangkan sumber pangan utama di Indonesia antara lain beras, jagung, dan kedelai. “Saya yakin guncangan pangan dunia belum akan membuat negara ini dalam keadaan darurat, sehingga belum perlu mengeluarkan kebijakan darurat,” tegas Ma’mur.
Ia mengusulkan apabila surat edaran oleh tiga Kementerian bersama Jaksa Agung dan Polri tersebut jadi dilaksanakan, sebaiknya pemerintah membuat halaman khusus di website Kementerian Pertanian yang memaparkan transparansi pelaksanaan program. Transparansi yang dimaksud Ma’mur mulai dari profil semua perusahaan penerima penunjukan langsung, detail penerima program, dan komponen lain yang dapat diawasi oleh publik.
“Seluruh tahap kegiatan yang berhubungan dengan surat edaran ini harus terpaparkan jelas dan mudah dipahami siapa saja yang mengakses informasi tersebut. Semua kebijakan pasti ada dampak baik dan buruknya. Sebaiknya pemerintah meminimalisasi dampak buruk yang akan timbul dan mengatasinya, sehingga masyarakat terbebas dari kekecewaan akibat kebijakan pemerintah,” pungkas Ma’mur.
Sumber Foto: http://www.itoday.co.id