Ketua PSSI Baru, Dituntut Selesaikan PR Persepakbolaan Indonesia
Jakarta (4/11) — Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul FIkri Faqih menyambut baik terpilihnya Komjen Pol Muhammad Iriawan atau akrab disapa "Iwan Bule” sebagai Ketua umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2019-2023.
“PSSI saat ini butuh kepemimpinan yang kuat, semoga beliau mampu membawa timnas kita menuju prestasi puncaknya di dunia internasional.” Ucap Fikri di Senayan, Selasa (5/11).
Fikri menilai, saat ini PSSI memiliki sejumlah tugas berat, terutama karena Indonesia menjadi tuan rumah bagi piala dunia usia dibawah 20 (U-20) pada tahun 2021 mendatang.
“Di bawah kepemimpinan bang Iwan, timnas bukan cuma tuan rumah, tapi harapan publik juga besar, paling tidak menyabet gelar untuk pertama kalinya,” ujar politisi PKS ini.
Peringkat Indonesia di FIFA, diketahui juga merosot tajam, setelah timnas senior menerima beberapa kekalahan dalam beberapa laga kualifikasi Piala Dunia 2022. Pada Juli 2019 lalu, peringkat Indonesia masih bertengger di urutan 160. Namun, rilis terakhir FIFA, pada 24 Oktober melorot ke peringkat 171.
“Bagaimanapun prestasi PSSI dinilai dari raihan timnasnya, dan membenahi prestasi bukan pekerjaan instan,” ujar Fikri. Karena itu menurut dia, publik akan menaruh harapan besar pada Iwan Bule agar mampu membawa garuda muda (U-20) lebih berkilau dibanding timnas senior saat ini.
Di sisi lain, dunia sepakbola kita masih dihantui masalah kesejahteraan para atletnya. Beberapa hari sebelum Kongres Luar Biasa PSSI digelar, kabar duka datang dari bintang timnas U-16 asal Ambon, Alfin Lestiluhu yang meninggal dunia karena infeksi otak.
Sebelumnya diketahui Alfin merupakan korban gempa Ambon pada September silam. Bersama keluarganya, Alfin terpaksa hidup di pengungsian. Disinyalir, selama di pengungsian tersebut atlet berusia 15 tahun dan penyumbang gol timnas pada kualifikasi Piala Asia ini terkena serangan virus yang menyerang otaknya.
Alfin sempat dirawat di Ambon 10 hari, sebelum akhirnya diterbangkan ke Jakarta oleh PSSI untuk dirawat secara intensif. Sayang, nyawa Alfin tidak tertolong. “Kasus ini memberi pelajaran bagi kita bagaimana memperhatikan kesejahteraan atlet muda sebagai aset
bangsa,” imbuh Fikri.
Tidak berbeda dengan Alfin, pesekpabola muda dari klub Mitra Kukar dan pernah bermain di Persita Tangerang, Dibyo Caesario meninggal karena infeksi di paru-paru dan jantung pada 2017 silam. Mirisnya pemain 24 tahun itu harus menjual rumahnya demi biaya pengobatan. Bahkan, beberapa teman dan kolega menggelar pertandingan amal untuk membantu biaya rumah sakit bagi Dibyo.
“Hal itu menunjukkan bahwa belum ada perhatian atas jaminan kesehatan bagi para atlet sepakbola kita, PSSI mestinya bisa memulai,” tutur FIkri.
Selain masalah di atas, PSSI nilai fikri juga harus membereskan banyak pekerjaan rumah lainnya. Antara lain soal tata kelola jadwal kompetisi yang banyak ditunda. “Pembibitan pemain yang baik dan berjenjang itu bermula dari kompetisi yang sehat dan teratur, harus segera dibenahi,” ujarnya.
Selain itu, FIkri berharap sosok jenderal polisi seperti Iwan bule mampu menyelesaikan masalah yang bisa dikategorikan pidana dalam olahraga kulit bundar itu. “Sebut saja soal perjudian dan pengaturan skor,” tegas Fikri.