Ketua DPP PKS: Belum Separuh Jalan Pemerintahan, Perekonomian Kian Memburuk

Jakarta -- Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati mencermati situasi perekonomian pasca 2 tahun pemerintahan Jokowi - Maruf.

"Paling terlihat adalah buruknya antisipasi pemerintah dalam melakukan mitigasi risiko terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 telah menyebabkan perekonomian nasional mengalami kontraksi (negative growth) yang cukup dalam, bahkan selama mulai Triwulan III-2020 hingga Triwulan I-2021 memasuki resesi ekonomi," katanya di Jakarta (27/10/21).

Anggota DPR RI Komisi XI ini menyampaikan pemerintah terlambat dalam merespons Covid-19, baru pada bulan Maret 2020 resmi diumumkan, padahal beberapa negara sudah mengantisipasi semenjak bulan Januari 2020.

"Jika mengaca pada tahun lalu bahkan pada Triwulan II-2020 pertumbuhan ekonomi terkontraksi mencapai 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 mengalami kontraksi 2,07 persen secara year on year (yoy). Kemudian pada Triwulan II-2021 pertumbuhan ekonomi kembali postif sebesar 7,07 persen. Tetapi pertumbuhan tersebut ditopang dari baseline ekonomi yang rendah dan peningkatan harga komoditas di pasar internasional," ujarnya.

Pada Triwulan III-2021 pertumbuhan diprediksi ekonomi akan kembali turun karena adanya kebijakan PPKM darurat, imbuh Anis.

Menurut Wakil Ketua BAKN DPR RI ini yang perlu dicermati juga yaitu rapuhnya APBN di saat periode pemeritahan belum sampai separuhnya.

"Buruknya kondisi ekonomi akibat lemahnya antisipasi terhadap serangan pandemi Covid-19 telah memberikan dampak terhadap kondisi APBN pada tahun 2020 dan 2021. Disahkannya UU No. 2 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, menyebabkan peran Pemerintah menjadi sangat dominan dalam menetapkan dan merubah APBN sehingga meminimalisir peran DPR dan kontrol rakyat," ucap Anis.

Anis menerangkan pemerintah bahkan melakukan perubahan APBN sebanyak dua kali melalui mekanisme Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 dan No. 72 Tahun 2020, tanpa melalui mekanisme APBN-Perubahan dan mendapat persetujuan DPR.

"Rapuhnya APBN Tahun 2020 tergambar dalam defisit anggaran yang mencapai Rp947,70 triliun atau setara dengan 6,14 persen. Pemburukan juga tergambar dari keseimbangan primer meningkat tajam menjadi Rp633,6 Triliun," jelas dia.

Anis melanjutkan pelebaran angka defisit diatas 3 persen yang mencerminkan memburuknya kondisi fiskal Indonesia akan berlangsung hingga APBN 2022.