Kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi

Oleh: 

Ahmad Syaikhu 

(Presiden Partai Keadilan Sejahtera)

Akhir-akhir ini, semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi. Maklum saja, saat ini lembaga negara tersebut menjadi tumpuan pertama dan terakhir bagi segenap rakyat Indonesia dalam menentukan sikapnya atas hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 yang penuh dengan dinamika. Selama proses persidangan, berbagai data, informasi, kesaksian, maupun argumentasi, baik yang disampaikan oleh para pihak, para saksi, maupun para ahli, dapat diakses oleh semua orang. Bahkan, semua orang juga dapat mengetahui dengan jelas para praktisi dan para akademisi yang telah memberikan dukungannya kepada Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae).

Hakim Mahkamah Konstitusi dalam waktu dekat akan menetapkan dan membacakan putusannya. Jika tidak ada halangan, rencana pembacaan putusan tersebut akan dilakukan pada tanggal 22 April 2024. Bila dihitung dari rentang waktu yang ada, momentum tersebut sudah tidak lama lagi akan terjadi. Hakim Mahkamah Konstitusi harus segera menyusun putusannya berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan. Penyusunan putusan tersebut harus bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun. Termasuk harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan negara yang ada di luar cabang kekuasaan kehakiman, seperti cabang kekuasaan eksekutif maupun cabang kekuasaan legislatif.

Kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi harus terjaga, baik secara orang perseorangan maupun secara kelembagaan. Kemerdekaan dalam membuat putusan, kemerdekaan atas segala bentuk intervensi dari pimpinan maupun rekan sejawat hakim, kemerdekaan atas pengaruh kekuasaan lembaga lain, dan kemerdekaan atas pengelolaan anggaran. 

Kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi merupakan syarat mutlak terselenggaranya kekuasaan kehakiman dan syarat mutlak berdirinya negara hukum Indonesia yang demokratis. Negara hukum yang sumber legitimasi konstitusinya adalah rakyat Indonesia. Negara hukum yang mengantarkan rakyat Indonesia menuju pada cita-cita kemerdekaan Negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Inilah spirit konstitusionalisme Indonesia. 

Kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi memberikan pengaruh besar dalam pembentukan budaya hukum (legal culture) di Indonesia. Budaya untuk menghargai dan menjunjung tinggi hukum sebagai nilai dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk budaya untuk menghargai segala bentuk partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation).  

Hakim Mahkamah Konstitusi harus taat pada kode etik dan pedoman perilaku hakim, serta peraturan perundang-undangan yang ada. Kedua aturan tersebut (etika dan hukum) merupakan pedoman bagi Hakim Mahkamah Konstitusi agar mereka tetap merdeka dalam menentukan isi putusannya. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006, kode etik dan pedoman perilaku Hakim Mahkamah Konstitusi memuat 7 (tujuh) prinsip. Ketujuh prinsip tersebut terdiri dari: (1) prinsip independensi; (2) prinsip ketakberpihakan; (3) prinsip integritas; (4) prinsip kepantasan dan kesopanan; (5) prinsip kesetaraan; (6) prinsip kecakapan dan keseksamaan; serta (7) prinsip kearifan dan kebijaksanaan. Ketujuh prinsip tersebut lazim disebut ”Sapta Karsa Hutama”. Ketujuh prinsip tersebut juga merujuk pada prinsip-prinsip yang termuat dalam “The Bangalore Principle of Judicial Conduct tahun 2002” serta “Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.”

 Kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, pelaksanaan atas kebebasan itu oleh Hakim Mahkamah Konstitusi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan rakyat Indonesia. Itulah alasannya, mengapa Hakim Mahkamah Konstitusi disebut juga sebagai “wakil Tuhan” di muka bumi. Setiap putusan Hakim Mahkamah Konstitusi, harus diawali dengan irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tanpa adanya irah-irah tersebut, putusan Hakim Mahkamah Konstitusi dinyatakan batal demi hukum. Artinya, sejak awal putusan tersebut tidak berlaku meskipun isi putusan tersebut memuat berbagai bukti dan fakta persidangan yang lengkap dan logis. Sebagai wakil Tuhan, seorang Hakim Mahkamah Konstitusi tentu harus mempraktikkan sikap, pandangan, perbuatan, dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. 

Hakim Mahkamah Konstitusi meskipun mempunyai kedudukan yang terhormat dan menyandang posisi sebagai wakil Tuhan di muka bumi, tetap saja ia merupakan manusia biasa yang tak luput dari segala khilaf dan juga salah. Beberapa Hakim Mahkamah Konstitusi pernah terbukti melanggar etika dan hukum yang menjadi pedoman perilakunya. Dampaknya, kepercayaan publik terhadap lembaga pengawal konstitusi (the guardian of constitution) tersebut menurun dan kewibawaannya selaku lembaga peradilan juga terkoyak. 

Di tengah rasa pesimisme yang kuat, masyarakat masih menaruh harapan besar kepada Hakim Mahkamah Konstitusi. Mereka berharap, semoga masih ada kesadaran kolektif dan perubahan perilaku dari Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki kepercayaan publik dan citra lembaga peradilan tersebut. Semoga Hakim Mahkamah Konstitusi juga mampu mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kini semua orang menunggu kesadaran dan perubahan perilaku tersebut. Sanggupkah, Hakim Mahkamah Konstitusi mewujudkan ke dalam putusan yang ditetapkannya? Putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan. Putusan yang memberikan kepastian hukum. Putusan yang memberikan kemanfaatan hukum bagi semua pihak, khususnya bagi para pemohon. Putusan yang secara logis memuat karakteristik penalaran hukum (legal reasoning) yang baik dan benar. 

Jadi putusan Hakim Mahkamah Konstitusi yang saat ini banyak ditunggu orang, bukanlah putusan yang hanya sekadar berisi pernyataan menang atau kalah saja. Namun putusan yang mampu menyatakan bahwa inilah hal yang benar dan inilah hal yang salah. Putusan yang berdampak langsung pada perbaikan pelaksanaan demokrasi dan kualitas hukum di Indonesia. Putusan yang akan dicatat dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dan sekaligus direkam dengan baik dalam ingatan rakyat Indonesia.

Kita optiminis bahwa Hakim Mahkamah Konstitusi selama proses persidangan telah benar-benar melihat, mendengarkan, dan memahami dinamika yang ada. Kita pun masih berbaik sangka bahwa mereka juga akan menggunakan keluhuran hati nuraninya dalam menyusun setiap pertimbangan dan kesimpulan putusan yang akan dibacakannya nanti sesuai dengan nilai-nilai kebenaran, baik secara formil maupun materil. Semoga selama dalam proses penantian ini, semua pihak mampu menahan diri dan tidak menggunakan berbagai pengaruhnya agar kemerdekaan Hakim Mahkamah Konstitusi tetap terjaga. Semoga rakyat juga bisa sabar dan tidak tergesa-gesa dalam berspekulasi, berasumsi, dan menarik konklusi dari perkara yang disidangkan tersebut. Apapun isi putusan yang nanti dibacakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi, semoga dapat meningkatkan kepercayaan publik dan memperbaiki kewibawaan Hakim Mahkamah Konstitusi. 

Kita berharap semoga paska putusan dibacakan, konsolidasi demokrasi di Indonesia, segera terwujud. Terwujudnya konsolidasi demokrasi membuat bangsa Indonesia siap dan kuat dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang ada, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dengan adanya kesiapan dan kekuatan dalam menghadapi berbagai masalah yang ada tersebut, bangsa Indonesia tentu semakin siap dan kuat juga dalam menyongsong Indonesia emas tahun 2045 (HUT ke-100 Indonesia merdeka).

”Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau terhadap kedua orangtua dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) orang yang kaya ataupun miskin, maka Allah lah yang lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (fakta) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap segala sesuatu yang kamu kerjakan.” – (Q.S. An-Nisa: 135)