Indonesia Mulai Memasuki Status Darurat Ikan Invasif

Jakarta (12/7) – Populasi ikan invasif di dalam negeri yang mulai tidak terkendali menjadi perhatian Anggota DPR Komisi IV, Andi Akmal Pasluddin. Keadaan yang sudah mulai mengkhawatirkan di beberapa wilayah perairan darat yang tersebar di beberapa pulau besar Indonesia seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, dapat menjadi peringatan bagi kita semua mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, mulai dari praktisi perikanan hingga seluruh masyarakat luas, bahwa negara ini telah memasuki status darurat ikan invasif. 

Politisi PKS dapil Sulawesi Selatan II ini mendapat pengaduan dari berbagai elemen masyarakat hingga para penyuluh perikanan pun telah memberi masukan agar pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), semakin serius dalam menangani penyebaran ikan invasif yang sudah mulai menggerogoti kehidupan ikan lokal bahkan sudah mulai menimbulkan kepunahan sumber hayati lokal. Di daerah Akmal dibesarkan, Khusus untuk wilayah Sulawesi Selatan, ia mendapatkan sebuah kenyataan bahwa telah terjadi kepunahan biota-biota eksotik seperti ikan butini (Glossogobius matanensis) dan ikan opudi (Telmatherina celebensis). 

 “KKP harus semakin konkrit dalam melangkah untuk menangani introduksi ikan asing ini. Keseriusan pembuatan aturan harus diiringi dengan bukti nyata dilapangan pada penerapan dan penegakan aturan yang dibuat diterapkan tanpa pandang orang siapapun itu,” ujar Akmal di Jakarta, Jumat (13/7/2018). 

Ketua Kelompok Fraksi PKS di Komisi IV ini mengatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 tahun 2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan berbahaya dari Luar Negeri ke Dalam Wilayah Republik Indonesia sudah ada empat tahun silam. Namun banyak kalangan pelaku perikanan mulai dari akademisi hingga praktisi perikanan mempertanyakan, apakah importasi hasil perikanan selama ini telah melalui kajian risiko penyakit ikan yang sistematis dan ilmiah? Memperketat pintu masuk spesies asing melalui bandara maupun pelabuhan pun harus segera dilakukan dengan kelengkapan instrumen alat maupun SDM karantina. 

Akmal menambahkan bahwa KKP sangat perlu meningkatkan koordinasi pada pengawasan peredaran spesies ikan invasif yang mengancam keberadaan spesies perairan lokal. Ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2002 bahwa lembaga karantina yang ada dimana KKP memiliki instrumennya selain mencegah Hama Penyakit Ikan (HPI), juga perlu meningkatkan pengawasan dan pengendalian secara terpadu, sehingga penyebaran dan dampak yang ditimbulkan dapat ditekan seminimal mungkin. Pengendalian masuknya spesies asing yang diklaim pemerintah sudah dilakukan secara intensif sejak 2011 perlu dibuktikan secara nyata karena database yang ada saat ini masih lemah yang terbukti masih banyak spesies berbahaya masuk ke perairan tawar Indonesia. 

“Saya mengapresiasi kinerja para penyuluh perikanan yang terus-menerus mensosialisasikan betapa bahayanya ikan invasif seperti Arapaima dan ikan Alligator bila hidup bebas di perairan darat Indonesia seperti sungai dan danau. Untuk itu, saya berharap KKP semakin memperkuat institusi penyuluh perikanan ini agar semakin massif mensosialisasikan pencegahan penyebaran ikan invasif,” tutup Andi Akmal Pasluddin.