HNW Minta Menteri Sosial Serius Perbaiki Data Penerima Bansos

Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid (PKSFoto)
Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid (PKSFoto)

Jakarta, (20/11) -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa Kementerian Sosial bertugas mewujudkan Keadilan Sosial sebagaimana dicantumkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar. Untuk mencapai cita-cita mulia itu, ia meminta Menteri Sosial terlebih dahulu serius dalam merampungkan verifikasi dan validasi data terpadu penerima bantuan sosial.

“Saya menyayangkan salah satu pos anggaran dengan realisasi terendah adalah Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial yang baru mencapai angka 62 persen, padahal validitas data adalah masalah serius yang harus segera diselesaikan”, disampaikan Hidayat Nur Wahid dalam Raker Komisi VIII dengan Kemensos di Jakarta (13/11).

Hidayat mengapresiasi serapan anggaran Kemensos yang sudah mencapai angka 93 persen. Namun ia mengaku heran realisasi anggaran untuk validasi data justru berada di urutan terbawah. Padahal menurutnya validitas data adalah prasyarat utama dari bantuan sosial yang tepat sasaran.

Lemahnya validitas data membuat penyaluran dana bansos tidak tepat sasaran. BPK misalkan, dalam IHPS Semester 1 2019 menemukan Penerima manfaat bansos beras sejahtera (Rastra) tercatat ganda pada Daftar Penerima Manfaat (DPM) dan diberikan nomor identifikasi data terpadu yang berbeda sehingga sebanyak 14.826 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima bantuan lebih dari 1 kali Bansos, serta Usaha Ekonomi Produktif-Kelompok Usaha Bersama (UEP-KUBE) disalurkan kepada 661 KPM yang tidak terdaftar di Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (DT-PPFM & OTM).

Lemahnya validitas data juga membuat dana bansos rawan dikorupsi. “Sebagai contoh di Papua, KPK menemukan sekitar 1,5 juta data penduduk penerima bantuan sosial tidak sesuai dengan data nomor induk kependudukan (NIK). Padahal kita tahu Papua merupakan salah satu daerah yang sangat membutuhkan efektivitas dari dana bansos tersebut”, ujarnya.

Lebih jauh, Hidayat menduga lemahnya validitas data turut berkontribusi dalam penurunan kecepatan pengentasan kemiskinan. Pada periode 2009-2014, tingkat kemiskinan turun sebesar 3 persen namun pada periode 2014-2019 hanya turun kurang dari 2 persen. Padahal dana bansos terus meningkat selama 5 tahun terakhir dan jumlah peningkatannya mencapai 40 persen  pada tahun 2019.

“Saya minta Kementerian Sosial segera membenahi data penerima bantuan sosial agar Kementerian ini benar-benar mampu menyejahterakan rakyat Indonesia. Jika data tidak rampung, maka saya minta Kemensos mempertimbangkan untuk mengikuti langkah Kemenkeu yang membekukan dana desa karena data yang tidak akurat!”, tegasnya.

Selain menyoroti masalah data penerima bantuan sosial, Hidayat juga menyoroti masalah separatisme yang tidak ditanggulangi oleh negara. Salah satu program Kemensos adalah memberikan pencegahan pada lokasi yang terdampak konflik dan terorisme, namun tidak dimasukkan di dalamnya daerah yang terdampak separatisme.

Padahal, di Papua contohnya, gerakan separatis membuat rumah warga terbakar, tidak sedikit timbul korban jiwa, dan sebagian warga terpaksa eksodus ke daerah lain. Oleh karena itu, menurutnya, Pemerintah seharusnya juga memiliki program untuk warga yang terdampak aktivitas separatisme.

Sebagaimana diketahui, Komisi VIII DPR-RI mengadakan rapat kerja dengan Kementerian Sosial pada Rabu, (20/11). Beberapa program yang dibahas adalah Evaluasi Program dan Anggaran Tahun 2019, Rencana program tahun 2020, dan isu-isu aktual lainnya.