Fraksi PKS aAresiasi Pemerintah dalam Menjalankan APBN 2024

Jakarta — DPR RI menggelar sidang paripurna ke-23 masa sidang 2024-2025 dengan agenda mendengarkan pandangan fraksi terkait Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang diwakili oleh Dr. H. Abdul Fikri Faqih, M.M. membacakan pandangan fraksi yang highlight utamanya adalah apresiasi terhadap upaya Pemerintah dalam menjalankan amanat Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2024. Khususnya dalam menghadapi berbagai dinamika ketidakpastian global, komitmen untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Fikri melanjutkan bahwa berdasarkan LKPP tahun 2024, kinerja APBN hingga akhir tahun 2024 menunjukkan performa yang cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan. Fikri juga menyampaikan apresiasi Fraksi PKS terhadap opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP tahun 2024. Meskipun demikian, disebutkan juga bahwa opini tersebut disertai dengan beberapa temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. “Kami berharap Pemerintah dapat secara konsisten menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK RI dan memonitor penyelesaiannya, agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan secara efektif dan tidak menjadi temuan berulang di masa mendatang.” Terang Fikri.

Fikri dalam kesempatan tersebut menyampaikan beberapa masukan dari Fraksi PKS, antara lain sebagai berikut: pertama, apresiasi capaian pendapatan negara dan hibah tahun 2024 yang melampaui target. Realisasi pendapatan negara dan hibah pada tahun 2024 mencapai Rp2.850 triliun atau 101,72 persen dari target.

Kedua, pandangan positif realisasi defisit anggaran tahun 2024 yang lebih rendah sebesar Rp509,16 triliun atau 94,11 persen dari target. Rasio defisit APBN terhadap PDB Tahun 2024 tercatat sebesar 2,30 persen. Angka ini lebih rendah dari target defisit terhadap PDB yang sebesar 2,37 persen berdasarkan Perpres Nomor 206 Tahun 2024.

Ketiga, fokus peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB pada akhir tahun 2024 mencapai 39,81 persen dari tahun sebelumnya sebesar 39,21 persen. Di dalamnya termasuk kenaikan posisi utang SBN jangka pendek pada 31 Desember 2024 hingga mencapai 98,71 persen (yoy). Hal ini berpotensi meningkatkan beban APBN untuk pembayaran utang tahun anggaran 2025.

Keempat, perhatian lebih pada kenaikan beban pembayaran bunga utang sebesar 11,04 persen dari Rp 439,88 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp488,43 triliun pada tahun 2024. Kenaikan beban bunga utang ini tentunya berdampak pada realisasi alokasi belanja yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Porsi belanja bunga utang yang kian membesar mempersempit ruang gerak fiskal. Sebagai catatan pada tahun 2024 porsi belanja pembayaran bunga mencapai 19,57 persen dari total belanja pemerintah pusat.

Kelima, mendorong Pemerintah melakukan penguatan daya saing industri nasional dengan mendukung kebijakan fiskal dan perdagangan luar negeri yang berpihak pada peningkatan ekspor dan substitusi impor, serta memberikan insentif bagi industri lokal, khususnya UMKM. Penurunan surplus neraca perdagangan akibat impor yang semakin meningkat harus direspon dengan kebijakan pengendalian impor strategis dan peningkatan daya saing produk lokal.

Keenam, mendorong pemerintah untuk memperhatikan realisasi anggaran pendidikan dalam APBN 2024, khususnya pada alokasi mandatory spending bidang pendidikan yang belum sepenuhnya mencerminkan prinsip penganggaran berbasis kinerja dan belanja yang berkualitas. Total anggaran pendidikan sebesar Rp668,69 triliun, dengan realisasi hanya Rp569,08 triliun atau 85,10 persen dari pagu APBN. Komponen pembiayaan pendidikan hanya terealisasi sebesar Rp15 triliun atau sekitar 19,48 persen dari alokasinya. Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaan anggaran belum sepenuhnya mengikuti kaidah money follow program dan akuntabilitas berbasis hasil.

Terakhir, mencermati penurunan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2024 sebesar 2,03 persen. Kami menegaskan bahwa desentralisasi fiskal harus lebih optimal dan efisien, dengan mengatasi tantangan seperti ketimpangan fiskal antar-wilayah, korupsi dan kapasitas SDM aparatur.