Draft RUU Tentang Ibu Kota Negara (IKN) Berpotensi Melanggar Konstitusi

Oleh: Memed Sosiawan (Ketua Komisi Kebijakan Publik MPP PKS).

Wacana dan penyiapan regulasi terkait rencana pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ketempat yang baru di Provinsi Kalimantan Timur terus bergulir. Pada akhir bulan Maret, RUU IKN telah masuk ke Program Legislasi Prioritas tahun 2021, sehingga UU IKN sebenarnya diprioritaskan bisa selesai pada tahun ini. IKN baru tersebut tepatnya berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara serta Kecamatan Samboja dan Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Tentang luas wilayah IKN disebutkan dalam RUU IKN Pasal 6:

 (1) IKN […] meliputi wilayah total seluas kurang lebih 256.142 ha (dua ratus lima puluh enam ribu seratus empat puluh dua hektar); (2) Wilayah IKN […] sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kawasan IKN […] seluas kurang lebih 56.180 ha (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh hektar); b. kawasan pengembangan IKN […] seluas kurang lebih 199.962 ha (seratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh dua hektar); (3) Kawasan IKN […] sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a termasuk kawasan inti pusat pemerintahan dengan luas wilayah yang disesuaikan dengan Rencana Induk IKN dan Rencana Tata Ruang KSN IKN.

Sebagai perbandingan, luas wilayah DKI Jakarta sebagai ibu kota saat ini adalah 664,01 km2. Luas wilayah provinsi DI Yogyakarta adalah 3.186 km2. Luas wilayah provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2. Luas wilayah kota Beijing adalah 16.411 km2. Luas wilayah kota Moscow adalah 2.511 km2. Luas wilayah kota New Delhi adalah 42,7 km2. Dan luas kota Washinton DC adalah 177 km2. Sedangkan ibu kota baru Mesir yang sekarang sedang dibangun disebelah timur Cairo seluas 45,00 km2. Dengan demikian luas wilayah IKN sebesar 256.142 hektar (2.561,42 km2) berarti sekitar empat kali wilayah provinsi DKI Jakarta, hampir seluas wilayah provinsi DI Yogyakarta, dan sedikit lebih luas dari Moscow.

Selain kawasan inti pusat pemerintahan IKN seluas 56.180 hektar (561,80 km2) sebagai Ibu Kota Negara, terdapat terdapat kawasan pengembangan IKN seluas 199.962 hektar (1.999,62 km2) sebagai kawasan ekonomi. Kawasan IKN ini merupakan kawasan yang juga direncanakan sesuai dengan RUU IKN Pasal 5:

(1) IKN [...] memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi kota berkelanjutan di dunia, kota sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, serta kota yang menjadi symbol identitas nasional dan merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ini berarti kawasan IKN direncanakan bukan hanya sebagai Ibu Kota Negara yang akan menjadi kawasan inti pusat pemerintahan saja, terdapat kawasan pengembangan IKN yang direncanakan sebagai kota penggerak ekonomi masa depan. Ada dua tujuan RUU IKN, sehingga nama RUU IKN ini seharusnya menjadi RUU IKN dan Kawasan Penggerak Ekonomi. Meskipun sebenarnya untuk menjadi kawasan penggerak ekonomi tidak memerlukan undang-undang baru karena banyak kawasan yang telah dibangun selama ini di Indonesia juga berhasil menjadi penggerak ekonomi dengan menggunakan berbagai undang-undang yang telah ada.

Tentang bentuk Kawasan Strategis Nasional IKN disebutkan sebagai kawasan khusus, yang merupakan suatu  daerah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara serta mempunyai pemerintahan khusus. Kedudukan otorita IKN adalah lembaga pemerintah setingkat kementerian, sedangkan Kepala Otorita IKN adalah pimpinan Otorita IKN yang berkedudukan setingkat Menteri, sebagaimana disebutkan dalam RUU IKN Pasal 1:

(6). Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Negara yang selanjutnya disingkat KSN IKN adalah kawasan khusus yang akan dan menyelenggarakan fungsi sebagai Ibu Kota Negara sebagaimana diTETAPkan dan diatur dengan Undang-Undang ini; (7). Ibu Kota Negara […] yang selanjutnya disebut IKN […] adalah suatu  daerah di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara dan menjalankan fungsi sebagai Ibu Kota Negara sebagaimana diTETAPkan dan diatur dengan Undang-Undang ini; (8). Pemerintahan Khusus Ibu Kota Negara […] yang selanjutnya disebut Pemerintahan Khusus IKN […] adalah pemerintahan yang bersifat khusus di IKN […] yang diatur dengan UndangUndang ini; (9). Otorita Ibu Kota Negara yang selanjutnya disebut Otorita IKN adalah lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN […]; (10). Kepala Otorita Ibu Kota Negara yang selanjutnya disebut Kepala Otorita IKN adalah pimpinan Otorita IKN yang berkedudukan setingkat menteri yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita IKN dalam pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN […]; (11). Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Negara yang selanjutnya disebut Wakil Kepala Otorita IKN adalah wakil pimpinan yang bertugas membantu Kepala Otorita IKN atas pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita IKN dalam pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN […].

Sedangkan kewenangan Kepala Otorita IKN untuk membagi wilayah IKN menjadi beberapa wilayah, dijelaskan pada RUU IKN Pasal 14 yang menyebutkan:

(1) Dalam melaksanakan pembangunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Khusus IKN […], Kepala Otorita IKN […] memiliki kewenangan untuk membagi wilayah IKN […] menjadi beberapa wilayah yang bentuk, jumlah dan strukturnya disesuaikan dengan kebutuhan; (2) Ketentuan mengenai pembagian wilayah IKN […] sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Kawasan IKN sebagai Kawasan Khusus dengan bentuk pemerintahan khusus yang disebut otorita IKN, dengan kedudukan setingkat kementerian dan Kepala Otorita IKN mempunyai kedudukan setingkat Menteri, serta adanya kewenangan Kepala Otorita IKN untuk membagi wilayah IKN menjadi beberapa wilayah, merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan Konstitusi, UUD NRI Tahun 1945. Karena bentuk Daerah yang dikenal dalam Konstitusi adalah pemerintahan daerah setingkat provinsi, kemudian daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang dapat berbentuk daerah khusus atau daerah istimewa. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Pasal 18 menyebutkan:

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.**  ); (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**); (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.** ); (7) Susunan  dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.** )

Juga pada Pasal 18A disebutkan:

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.**); (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.** )

Sedangkan Pasal 18B menyebutkan:

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang    bersifat    khusus atau    bersifat   istimewa   yang   diatur dengan undang-undang.**)

Pengertian tentang NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 sebelum perubahan, sebagai berikut:

‘Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah daerah yang bersifat istimewa.

  1. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

  1. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landchappen dan volksgetneenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asalusul daerah tersebut’.

Tentang bentuk pemerintahan disebutkan bahwa kepala otorita IKN dibantu oleh seorang wakil kepala otorita IKN, yang ditunjuk, diangkat, dan dilantik serta diberhentikan langsung oleh Presiden. Pemerintahan khusus IKN mencakup seluruh urusan pemerintahan, kecuali urusan pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Sebagaimana disebutkan dalam RUU IKN Pasal 8:

Pemerintahan Khusus IKN […] diselenggarakan oleh Otorita IKN.

Sedangkan RUU IKN Pasal 9 menyebutkan:

(1) Pemerintahan Khusus IKN […] dipimpin oleh Kepala Otorita IKN dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden; (2) Pelantikan Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otorita IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Presiden. Pada Pasal 12: Kewenangan Pemerintahan Khusus IKN […] dalam pengelolaan wilayah IKN […] mencakup seluruh urusan pemerintahan, kecuali urusan pemerintahan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.

Terkait dengan Pemilu disebutkan dalam RUU IKN Pasal 13:

(1) Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undanganyang mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, IKN […] hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.

Pemerintahan Khusus IKN yang dipimpin oleh Kepala Otorita IKN dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita IKN yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden tidak sesuai dengan semangat Konstitusi. Demikian pula dengan adanya pemilu hanya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, tanpa adanya pemilu untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi Kawasan Khusus IKN. Karena dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 telah disebutkan:

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.** ); (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.**)

Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 sebelum perubahan juga mengingatkan:

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan’.

Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 telah menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyar Daerah, Gubernur, Bupati, dan Walikota harus dipilih, bukan ditunjuk, diangkat, atau diberhentikan langsung oleh Presiden. Dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 sebelum perubahan jelas dinyatakan bahwa harus ada badan perwakilan daerah di daerah-daerah termasuk daerah yang bersifat otonom karena sendi dari pemerintahan daerah adalah permusyawaratan.

Terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintahan Khusus IKN, disusun oleh Kepala Otorita IKN tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, karena tidak ada Dewan Perwakilan Daerah di Kawasan Khusus IKN. Tentang Anggaran dan Belanja IKN disebutkan dalam RUU IKN Pasal 25 dan Pasal 26. Pasal 25:

(1) Kepala Otorita IKN selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran Otorita IKN.

Dan RUU IKN Pasal 26 yang menyebutkan:

(1) Penyelenggaraan dan pertanggungjawaban anggaran pada Pemerintahan Khusus IKN […] dikelola dalam anggaran pendapatan dan belanja IKN [...].

Bahkan dalam pasal 26 disebutkan bahwa ‘Penyelenggaraan dan pertanggungjawaban anggaran pada Pemerintahan Khusus IKN dikelola dalam anggaran pendapatan dan belanja IKN’. Dimana peran dan fungsi pengawasan dari Pemerintah Pusat dan dari Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah) tidak jelas. Padahal dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18A menyebutkan hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah:

 (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.** )

Lebih jelas lagi disebutkan bahwa ‘Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya’. Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 23 UUD 1945 sebelum perubahan, pada Ayat 1 yang memuat hak begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.

‘Cara menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasarkan fascisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan dewan perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.

Pasal 23 menyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat lebih kuat daripada kedudukan pemerintah. Ini tanda kedaulatan rakyat.

Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat’.

Dengan demikian ada beberapa masalah krusial yang ada dalam RUU IKN yang belum selaras dengan Konstitusi bahkan berpotensi melanggar Konstitusi, diantaranya adalah: terkait kedudukan Kawasan Khusus IKN yang bukan setingkat propinsi sebagaimana Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, atau DI Yogyakarta, atau DI/Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), atau Daerah Otonomi Khusus Papua, atau Daerah Otonomi Khusus Papua Barat, namun merupakan Kawasan Khusus setingkat kementerian; penunjukan Kepala Otorita IKN oleh Presiden yang tidak melalui proses pemilihan (baik dipilih melalui pemilihan umum atau dipilih secara demokratis); tidak adanya Dewan Perwakilan Daerah yang menyelenggarakan permusyawaratan sebagai sendi pemerintahan; dan juga belum jelasnya pengawasan dalam proses penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja IKN serta mekanisme pertanggung-jawabannya.