Direktuf SAFE Seas: Kasus ABK Termasuk Kategori Human Trafficking

Direktur SAFE Seas Nono Sumarsono dalam agenda Focus Group Discussion BPPN yang dilaksanakan lewat daring, Jumat (15/05/2020)
Direktur SAFE Seas Nono Sumarsono dalam agenda Focus Group Discussion BPPN yang dilaksanakan lewat daring, Jumat (15/05/2020)

Jakarta -- Direktur SAFE Seas Nono Sumarsono mengatakan kasus-kasus pekerja ABK Indonesia yang banyak terjadi di luar negeri termasuk sebagai kategori human trafficking.

"Kalau saya menyebutnya kejadian ini adalah kejadian organize crime dari sisi human trafficking. Ini kategorinya human trafficking karena sudah lintas negara," ucap Nono dalam FGD yang diselenggarakan oleh BPPN Partai Keadilan Sejahtera lewat daring, Jumat (15/05/2020).

Nono juga mencatat bahwa regulasi yang ada di Indonesia saling tumpang tindih terkait perekrutan pekerja.

"Kemenaker buat aturan sendiri, BP2MI punya aturan sendiri tentang perekrutan, Kemenhub punya aturan sendiri. Terus yang mau diikuti yang mana? Terus nanti daerah punya SIUP lagi nanti, Jadi punya aturan yang nggak tau dengan modal berapa puluh ribu bisa buat SIUP kalau di daerah," tandas Nono.

Menanggapi banyak kasus perbudakan dan kejahatan terhadap ABK ditengah regulasi yang carut marut, Nono mengungkapkan ABK perlu memiliki seafarer book untuk mencegah kejadian tersebut saat bekerja.

"Kalau dia punya seafarer book itu bisa diregistrasi sampai ke IMO dan kalau ada kasus begini (kasus jenazah ABK yang dibuang ke laut) IMO bisa bergerak, nggak cuma pemerintah Indonesia saja," ungkap Nono.

Memang yang disayangkan adalah anggapan bahwa cara resmi untuk bisa mendapatkan pekerja sebagai awak kapal ini terlalu birokratis.

"Kebanyakan dianggap terlalu birokratis, panjang, dan sulit. Mereka bilang biayanya mahal kalau harus ngurus. Kalau ikut standar internasional setiap ABK itu harus punya buku pelaut dan yang kedua punya basic safety training sebagai seafarer itu dia harus punya dan certified," jelas Nono.