Tiga Pembahasan Penting di Bali Democracy Forum

Anggota Komisi Bidang Luar Negeri DPR RI, Sukamta
Anggota Komisi Bidang Luar Negeri DPR RI, Sukamta

Bali (9/12) – Indonesia kembali menyelenggarakan Bali Democracy Forum ke-9 yang dilaksanakan sejak Kamis (8/12) hingga Jumat (9/12) di Nusa Dua, Provinsi Bali. Forum yang dihadiri oleh Presiden Jokowi dan mantan Sekjen PBB Koffi Anan ini mengambil tema “Agama, Demokrasi dan Pluralisme”

Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi Bidang Luar Negeri DPR RI, Sukamta menilai terdapat tiga hal penting yang menjadi agenda pembahasan di Bali Democracy Forum, karena menyangkut kondisi kekinian, baik di level global, regional maupun lokal,

“Tiga hal itu adalah soal kondisi dunia pasca Pemilu AS, soal penyelesaian nasib Rohingya di Myanmar dan soal meningkatnya tensi kondisi sosial-politik di Indonesia belakangan ini. Saya berharap Bali Democracy Forum ke-9 ini membahas dan menemukan solusi atas persoalan-persoalan penting tersebut,” papar Sukamta jelang penutupan acara.

Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini menjelaskan, dari sisi global, pasca terpilihnya sebagai Presiden AS, Donald Trump dalam kampanyenya, terlihat anti Islam. Bahkan Trump pernah mengeluarkan pernyataan akan melarang muslim untuk masuk ke wilayah Amerika Serikat.

Lebih jauh, bahkan Trump telah memetakan Indonesia sebagai negara teroris karena memiliki jumlah penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia.

“Belum lagi rencana kebijakan Trump yang akan menyerang Suriah, mundur dari TPP, NAFTA dan NATO, dan sebagainya. Beberapa hal ini dapat memanaskan kondisi sosial poltiik global yang sangat berpotensi mengancam iklim demokrasi secara global,” jelas Sukamta.

Dari sisi regional (ASEAN), Sukamta menyoroti peristiwa di Rohingya. Sukamta menegaskan pembantaian muslim yang terjadi utara Rakhine, Myanmar, telah memenuhi kategori Genosida.

“Ini jelas melanggar HAM, yang artinya juga mengancam demokrasi. Etnis minoritas Rohingya memiliki hak asasi seperti hak untuk hidup aman dan damai, hak untuk memeluk agama, hak untuk beribadah, hak untuk berdemokrasi, dan seterusnya,” tegas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan DIY ini.

Dari sisi lokal Indonesia, Sukamta menyoroti kondisi sosial perpolitikan di tanah air belakangan yang kian bergejolak. Hal itu dipicu karena adanya kasus penistaan agama hingga melahirkan jutaan massa untuk berdemonstrasi dua kali, yaitu pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.

“Menghangatnya hal ini menurut saya positif,. Artinya perbedaan-perbedaan itu mulai kita bicarakan, tidak di simpan di laci atau di bawah bantal. Dengan adanya pembicaraan-pembicaraan tersebut, kita jadi tahu dan mungkin akan memahaminya. Sehingga hal ini dapat mempertebal rasa bijak, tenggang rasa dan toleransi di antara kita. Ini semuanya proses pembelajaran menuju pendewasaan dalam berbangsa dan bernegara. Yang penting semuanya dilakukan tetap dalam koridor Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” tegasnya.